Sukses

Konflik Berdarah Azerbaijan dan Armenia Kian Memanas

Azerbaijan dan Armenia telah berkonflik selama puluhan tahun, saling memperebutkan wilayah.

Liputan6.com, Baku - Konflik mematikan antara militer Azerbaijan dan Armenia di perbatasan dekat kawasan Nagorno-Karabakh memasuki hari ketiga, kendati tekanan internasional meminta kedua negara untuk menghentikannya.

Kedua negara itu telah berkonflik selama puluhan tahun, saling memperebutkan wilayah Nagorno-Karabakh.

Konflik terhangat kali ini dipicu oleh klaim Azerbaijan yang mengatakan 3 tentaranya tewas dibunuh oleh militer Armenia dalam pertempuran semalaman. Korban dilaporkan tewas akibat bombardir mortar dan granat pihak Yerevan.

Total kematian yang diderita dari Azerbaijan 36 tentara setelah perseteruan dimulai pada akhir pekan lalu. Kedua negara saling menuduh siapa yang melontarkan senjata berat terlebih dahulu.

 

Meskipun Nagorno-Karabakh adalah wilayah kecil, namun adalah rumah bagi sekitar 150 ribu orang - telah lama saling bersitengang dan penuh persaingan antar etnis dan agama, seperti dilansir dari The Guardian.

Setelah revolusi Bolshevik di Rusia pada akhir Perang Dunia I, Moskow membangun wilayah Nagorno-Karabakh sebagai daerah otonomi dengan mayoritas penduduknya berasal dari etnis Armenia, namun masuk dalam wilayah Republik Sosialis Soviet Azerbaijan.

Ketika rezim Soviet mulai runtuh pada 1980-an, kebanyakan warga Armenia yang beragama Kristen berjuang untuk melepaskan diri dari etnis Turkic Azeris yang mayoritas Islam. Lebih dari 30 ribu orang tewas sebelum gencatan senjata pada 1994.

"Karena pihak Armenia masih terus memprovokasi, kami akan melanjutkan operasi militer secara penuh di sepanjang garis depan, gunakan segala senjata," kata juru bicara departemen pertahanan Vagif Dargahly, Senin 4 April 2016. Ia juga mengatakan serangan berawal dari Armenia.

Rusia dan negara-negara Barat telah meminta gencatan senjata. Sebagai pemimpin negosiasi, Presiden Vladimir Putinn meminta kedua belah pihak menahan diri.

"Kami terus melakukan kontak dengan kedua belah pihak agar keduanya menahan diri," kata Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.

Sementara itu, Prancis sebagai wakil dari Minsk Grup yang menengahi konflik mengatakan pihak-pihak terkait akan bertemu di Wina untuk mendiskusikan konflik ini.

Negosiasi telah berlangsung bertahun-tahun. Namun, hanya sedikit kemajuan yang dihasilkan oleh kedua pihak, Azerbaijan maupun Armenia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini