Sukses

Canggih dan Dilayani Robot, Seperti Ini Pasar Swalayan Masa Depan

Di masa depan, berbelanja ke pasar swalayan lebih fokus kepada 'pengalaman' dengan produk-produk.

Liputan6.com, Brisbane - Ini yang mungkin terjadi saat seseorang pergi ke pasar swalayan di masa depan. Sambil membaca keterangan tentang buah apel yang dijual di sana, ia menyeruput kopi susu yang krim susunya disajikan oleh lengan robot.

Di masa depan, tidak ada lagi rak-rak produk yang menjulang ke langit-langit gedung. Sebagai gantinya, ada meja-meja sajian seperti pasar tradisional, tapi meja ini secara otomatis mengisi ulang produk jualan. 

Dikutip dari News.com.au pada Jumat (3/6/2016), di atas meja itu ada layar yang menghadirkan beragam informasi, mulai dari informasi kesehatan dan gizi, hingga daerah asal produk dan catatan rantai pasokannya.

Setiap produk memiliki cerita masing-masing. Tunjuklah sebutir apel untuk mendapat keterangan pohon asalnya, keluaran karbon dioksida pohonnya, dan jenis perawatan kimiawi yang dipakai.

Sentuhlah sebotol wine untuk menikmati wisata virtual ke kebun anggur tempat asal minuman itu, atau sentuhlah sebungkus kopi untuk melihat perjalanannya dari Amerika Selatan.

Di masa depan, berbelanja ke pasar swalayan lebih fokus kepada 'pengalaman' dengan produk-produk.(Sumber Dezeen)

Visi masa depan pasar swalayan itulah yang dimimpikan oleh arsitek dan perancang kondang bernama Carlo Ratti. Visi itu menjadi kenyataan dalam Expo Milan tahun lalu.

Berbicara di hadapan pertemuan Australian Food and Grocery Council di Kota Brisbane, Ratti mengaku proyek itu telah meraih sukses. Tak hanya sebagai eksperimen, tapi juga secara komersial.

"Sekarang ini kita memiliki begitu banyak informasi tentang produk yang ada. Ketika membeli sebotol wine, kita menjadi tahu semuanya tentang kebun anggurnya dan tempat pembuatannya. Tapi itu semua tidak didapat di pasar swalayan," katanya kepada News.com.au.

"Eksperimen kami adalah tentang pengembangan untuk membawa informasi tadi kepada konsumen ketika mereka sedang berbelanja guna menumbuhkan pola konsumsi berdasarkan informasi. Sungguh suatu keberhasilan besar," ujarnya.

Pasar swalayan masa depan itu diciptakan bersama dengan sejumlah rekanan, yaitu ritel Coop dari Italia, Microsoft, Intel, Accenture, Avanade, dan ABB (pembuat robot dua lengan bernama YuMi).

Tempat belanja canggih itu mengungkapkan skenario masa depan yang mungkin terjadi, yaitu ketika teknologi membantu menghubungkan pembeli dengan rantai pasokan produk guna memungkinkan konsumsi yang lebih beretika.

"Sasaran pertamanya adalah untuk memberi lebih banyak informasi kepada pembeli tentang berbagai produk. Untuk itu, kami menaruh semua produk di atas meja," kata Ratti.

"Kita sudah menggunakan meja selama ribuan tahun untuk menjual dan memamerkan berbagai benda. Dengan menempatkan gudang di bawahnya, kita bisa menggunakan robot untuk secara otomatis mengisi ulang meja-meja itu," jelasnya.

Di masa depan, berbelanja ke pasar swalayan lebih fokus kepada 'pengalaman' dengan produk-produk.(Sumber Dezeen)

Pemimpin proyek bernama Andre Galanti, pada tahun lalu mengatakan kepada Dezeen bahwa tujuannya adalah untuk menciptakan realitas yang diperkaya (augmented reality) tanpa penggunaan gawai yang merepotkan seperti Google Glass.

"Di satu sisi, ini seperti kembali ke pasar lama, di mana produsen dan pembeli makanan melihat satu sama lain dan memiliki interaksi sesungguhnya," katanya.

Selama pameran berlangsung, lebih dari satu juta pengunjung menikmati pasar swalayan berteknologi tinggi ini. Menurut Ratti, penjualan Coop 'sangat melebihi' perkiraan.

Ratti mengatakan bahwa perusahaannya sedang menjalin kerja sama dengan sejumlah gerai pasar swalayan, seperti Coop, Eataly, dan Target di AS demi menerapkan 'ilmu' di pameran itu ke dunia nyata.

Di masa depan, berbelanja ke pasar swalayan lebih fokus kepada 'pengalaman' dengan produk-produk.(Sumber Dezeen)

Tapi jangan terlalu cepat gembira. Menurut Ratti, Coles dan Woolworths (dua nama utama jejaring pasar swalayan Australia) belum akan memasang robot itu di gerai-gerai mereka karena tidak mudah membangun gudang di bawah pasar swalayan yang sudah ada.

Menurutnya, yang akan terlihat di masa depan adalah ketika "benda membosankan" seperti kertas toilet menjadi bahan belanja secara daring dan layanan pengiriman seperti Amazon, sedangkan pembeli di ritel tradisional fokus pada "pengalaman" benda-benda.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.