Sukses

Waspada, Pesawat Berpotensi Jadi 'Gudang Penyakit'

Di dalam pesawat terbang, jangan khawatir dengan apa yang dihirup, khawatirlah dengan apa yang disentuh.

Liputan6.com, Sydney - Apakah yang lebih berbahaya bagi seorang wisatawan? Kecelakaan di negeri orang? Diare karena salah makan?

Ternyata, bagian yang paling berbahaya bagi para wisatawan pengguna pesawat terbang, risiko bahaya bukan di darat.

Dikutip dari news.com.au pada Selasa (22/3/2016), ketularan penyakit menjadi risiko yang lebih tinggi bagi mereka yang ke luar negeri dibandingkan dengan risiko cedera. Parahnya lagi, tertular penyakit justru malah melalui layar sentuh dalam pesawat terbang.

Hal itu terkuak lewat sebuah gambaran mengerikan dari perusahaan asuransi Southern Cross Travel Insurance (SCTI) di Australia. Rupanya, demam dan flu merupakan keadaan yang paling diderita oleh pelancong, kemudian masalah pencernaan dan keracunan makanan.

Sekitar 1 di antara 5 orang diramalkan akan sakit ketika sedang berada di luar negeri. Di antara yang sakit itu, sekitar 60% memerlukan bantuan medis. Di lain pihak, hanya sekitar 7% pelancong yang cedera akibat kecelakaan atau kecerobohan.

Ironisnya, tempat penularan virus itu malah di dalam pesawat terbang.

Craig Morrison, CEO di SCTI, mengatakan bahwa anggaran yang ketat dan jadwal yang ketat membuat pesawat tidak sebersih di masa lalu. 

“Udara di dalam pesawat terbang lebih bersih daripada kebanyakan gedung tapi penyakitnya menular melalui nampan, sandaran tangan, layar TV, dan toilet yang kotor," kata Morrison.

“Jika perusahaan penerbangan berada di bawah tekanan untuk tergesa-gesa menyiapkan pesawat, awak kebersihan tidak bisa bertugas dengan cermat—jadi jangan khawatir dengan apa yang dihirup, khawatirlah dengan apa yang disentuh.”

Menurutnya, bawalah sanitasi tangan atau lap anti-bakteri yang dapat mencegah penularan.

“Jauhkan tanganmu dari wajah," saran Morrison lagi.

Negara tujuan yang paling sering terdampak penularan adalah Amerika Serikat, sekaligus tempat dengan klaim asuransi tertinggi karena banyaknya tagihan medis.

Ujarnya, “Angkanya jauh lebih rendah antara Australia dan Selandia Baru, lagipula hanya 3 jam berada dalam penerbangan.”

Ilustrasi sejumlah wisatawan Australia di Bali. (Sumber Herald Sun)

Tempat terburuk terkait cedera adalah Bali dan Thailand. Di sana, warga Australia menjadi lengah dan mencoba “bandel”. Misalnya, “Warga Australia lebih kerap cedera ketika niatnya berlibur adalah ugal-ugalan di Bali.”

Lanjutnya, ”Inilah resep supaya cedera dan kita menyaksikan klaim yang mengerikan, terutama atas hal-hal yang terjadi setelah tengah malam.”

Menurut Jennie Small, dosen senior pariwisata di University of Technology Sydney (UTS) mengatakan jenis liburan dan wisatawannya sendiri berperan pada risiko cedera.

“Di tempat seperti Bali, para wisatawan melihat orang-orang menyewa sepeda motor dan dalam pikirannya menurunkan tingkat risiko daripada yang seharusnya," terang Small.

“Mereka tidak mau mengendarai sepeda motor tanpa helm di negaranya sendiri, tapi mengendara tanpa helm di Bali karena melihatnya sebagai suatu kesempatan dan benar-benar lupa risikonya.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.