Sukses

Gadis Cilik Transgender Berjuang untuk Tetap Menjadi Perempuan

Isabelle dan keluarganya berjuang hingga ke pengadilan untuk mendapatkan pengobatan hormon agar ia tetap menjadi perempuan.

Liputan6.com, Canberra - Dua hari yang lalu, Sabtu, 20 Februari 2016, Naomi, Andrew dan kedua putrinya, Isabelle (12) dan Hattie (9), berkendara menggunakan mobil dari rumahnya di kota kecil bernama Taggerty, 100 kilometer timur laut Melbourne, menuju Canberra.

Bersama dengan anak-anak lain, orangtua, ahli hukum dan dokter spesialis pengobatan remaja, keluarga Langley-McNamara pergi ke ibu kota dengan tujuan penting. Mereka bertemu dengan anggota parlemen untuk menceritakan kisah mereka.

Naomi melakukan ini untuk mencegah anak sulungnya, Isabelle, dari keinginan untuk bunuh diri dan menyakiti tubuhnya.

"Isabelle pernah berkata bahwa jika dia tidak bisa menjadi dirinya sendiri dan hidup menjadi seorang perempuan, lebih baik dia mati. Hal itulah yang menjadi kesulitan dan harus dihadapi,” ujar Naomi.

“Itu menjadi hal yang menakutkan bagi seorang ibu, dan aku akan melakukan apa saja untuk memastikan dia aman.”

Seperti halnya 44.000 anak Australia yang lain, Isabelle adalah seorang transgender. Secara fisik memang terlahir sebagai laki-laki, tapi dia mengenali dirinya perempuan.

Agar Isabelle tidak mengalami masa pubertas sebagai laki-laki, ia membutuhkan pengobatan hormon lintas kelamin tingkat dua dalam 2-4 tahun yang akan datang.

Isabelle bersama dengan ayah, ibu, dan adiknya.

Di negara lain yang menyediakan pengobatan hormon itu, Australia diyakini menjadi satu-satunya negara di dunia, di mana anak-anak transgender diminta untuk menempuh jalur Pengadilan Keluarga untuk mendapatkan akses pengobatan tersebut.

Pendukung transgender mengklaim bahwa kasus yang dibawa ke jalur hukum seperti itu dapat memakan biaya hingga 30.000 dolar Australia atau Rp 402.600.000 dan memerlukan waktu berbulan-bulan. Mereka juga berkata bahwa anak-anak dan keluarga dapat mengalami kesulitan secara emosional.

Namun, faktor tersebut sangat bervariasi, tergantung pada wilayah dan situasi pribadi masing-masing anak.

Hari ini, Senin (22/2/2016) seperti yang dilansir news.co.au, Isabelle berencana untuk bertemu dan memberi tahu para politikus mengapa mereka harus mengubah hukum untuk anak-anak sepertinya.

Isabelle bersama dengan ibu dan adiknya (Foto: news.com.au)

“Aku seorang perempuan, dan terlahir sebagai perempuan, bukan laki-laki yang ingin menjadi perempuan. Sayangnya, aku dikutuk dengan fisik seperti yang tidak sesuai dengan identitasku sebagai perempuan,” Isabelle menjelaskan.

“Hal ini sangat berat dan membuatku stres. Aku pernah berusaha menyakiti diriku sendiri dan mempertanyakan apakah aku ingin berada di sini. Aku takut jika aku harus tumbuh dan mengalami pubertas seperti laki-laki dan tidak mendapatkan pengobatan tepat yang dapat membantuku memiliki tubuh yang seharusnya,” ujarnya.

Isabelle juga berkata, “Aku tidak hanya ingin dapat mengakses pengobatan tingkat dua itu, aku harus (memilikinya) … jadi aku bisa menjalani hidup dengan bahagia.”

Ketika Daily Mail bertanya apa yang akan dia lakukan jika tidak dapat mengakses pengobatan, Isabelle menjawab, “Aku tidak akan merasakan apa-apa karena aku akan mati.”

Ayah Isabelle, Andrew, membela putrinya dengan mempertanyakan mengapa anak dan keluarganya harus melalui proses hukum yang tak ada artinya.

“Ketika anakmu, keluarganya, dan dokter setuju dengan apa yang terjadi, mengapa pengadilan perlu dilibatkan?” ujar dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mencegah Bunuh Diri

Pihak lain yang mengunjungi Gedung Parlemen Canberra pada hari ini adalah Michelle Telfer dari Royal Children’s Hospital di Melbourne. Dia adalah seorang dokter anak terkemuka di bidang gender dysphoria, kondisi di mana seseorang merasa fisiknya tidak sesuai dengan kondisi gender yang diidentifikasinya sendiri.

Sejak 2012, Dr Telfer telah mengobati lebih dari 200 anak dengan gender dysphoria. Seperti kasus Isabelle, peraturan harus diubah secepat mungkin.

"Tanpa akses pengobatan, risiko bunuh diri dan menyakiti tubuh akan jauh lebih tinggi,” ujar Dr Telfer.

Naomi juga sependapat dengan Dr Telfer. Ia berpendapat bahwa menjadi anak-anak transgender adalah perjalanan yang sulit.

“Ketika Anda sepenuhnya menghargai bahwa pengobatan ini bukan sebuah pilihan, tapi merupakan keharusan untuk menyelamatkan hidup, menempuh jalur hukum terasa seperti hukuman dan tidak adil.”

Dr Telfer berkata pemberian hormon lintas seks untuk anak-anak dilatarbelakangi dengan ilmu pengetahuan yang kuat. “Bagi mereka yang melakukan transisi setelah pubertas … yang menyesal telah melakukan pengobatan itu kurang dari satu persen.”

Ia juga menambahkan, “Hanya anak-anak yang mengerti bagaimana perasaan mereka. Aku rasa kita harus percaya dengan anak-anak itu.”

Isabelle menempuh jalur hukum demi mendapatkan pengobatan hormon yang diperlukannya (Foto: news.com.au)

Isabelle juga mengaku yakin bahwa dia mengenali dirinya sendiri dan dapat membuat keputusan yang tepat untuk tubuhnya.

“Aku rasa beberapa orang khawatir bahwa anak-anak atau anak muda tidak tahu bahwa mereka adalah transgender,” katanya.

Ia menambahkan, “Aku merasa sulit memahami mengapa orang berpikir seperti itu. Aku selalu tahu bahwa aku seorang perempuan, sama seperti Anda yang selalu tahu siapa Anda.”

Naomi menjelaskan, Isabelle telah berpikir panjang dan keras tentang semua masalah yang berkaitan dengan masa depannya, termasuk kesuburannya.

“Mengakses pengobatan tahap dua bukanlah tindakan setiap orangtua, atau orang yang tidak berkemauan,” ia berkata.

“Kami sepenuhnya menyadari konsekuensi dari pengobatan ini dan kami juga sangat menyadari konsekuensi jika Isabelle tidak dapat mengakses pada waktu yang tepat.”

Apakah kunjungan ke Canberra ini berbuah hasil?

Mencoba untuk mengubah undang-undang sehingga anak-anak transgender dapat mengakses hormon lintas seks tanpa harus pergi ke pengadilan bukanlah hal yang mudah.

Namun, Dr Telfer memiliki banyak agenda rapat dengan para pemimpin politik dan dia terus berharap.

“Setelah berbicara di kantor pengacara umum (George Brandis) dan anggota partai buruh dan hijau, saya merasa kami mendapat dukungan pihak ketiga.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.