Sukses

'Teror' Pencurian Alat Kelamin Pria di Afrika, Nyata Atau Mitos?

Dua pria di Tiringoulou mengaku menjadi korban pencurian alat kelamin secara "magis". Hanya dengan jabat tangan.

Dalam isu terbaru majalah "Pacific Standard",  Louisa Lombard, antropolog dari  University of California, Berkeley mendeskripsikan kunjungannya ke sebuah kota kecil di Afrika Tengah, di mana dua pria mengklaim alat kelamin mereka dicuri.

Caranya luar biasa aneh. Konon seorang pengelana datang ke kampung mereka, membeli secangkir teh, menyerahkan uang, disusul jabat tangan. Penjual teh yang tangannya disalami mengaku merasakan sensasi seperti tersetrum.

Lalu, tiba-tiba alat kelaminnya hilang! Ia sontak menjerit panik, mengundang perhatian orang-orang di sekitarnya. Tiba-tiba di tengah kepanikan itu, pria kedua mengaku jadi korban.

Ini bukan lelucon. Bukan juga mistis. Melainkan, gangguan psikologis nyata yang disebut: koro. Korbannya, kebanyakan pria dan sebagian lainnya perempuan, yakin organ kelamin mereka menyusut atau masuk ke tubuhnya alias raib.

Kehawatiran tak hanya soal kelangsungan hubungan seksual mereka, 'korban' yakin, nyawa mereka juga terancam.

Untuk mencegah penyusutan organ kelamin lebih lanjut, korban melakukan "tindakan pencegahan": mengikat alat kelamin mereka dengan tali atau logam -- bahkan kadang-kadang anggota keluarga mereka harus rela memeganginya hingga pengobatan dilakukan. Biasanya dari dukun.

Kondisi seperti ini lazim ditemukan di Afrika dalam beberapa dekade terakhir. Juga terkadang dilaporkan di Asia.

"Beberapa tahun terakhir, media di sejumlah negara di Afrika Barat melaporkan sejumlah episode "panik" di mana sejumlah pria dan perempuan dipukuli, bahkan hingga tewas, atas tuduhan menyebabkan payudara, atau alat kelamin pria dan wanita menyusut bahkan hilang," tulis Vivian Dzokoto dan Glenn Adams dalam studinya yang ditulis di jurnal Culture, Medicine and Psychiatry, seperti dimuat situs sains, LiveScience (19/3/2013).

"Setidaknya ada 56 kasus terpisah yang dilaporkan terjadi dalam waktu 7 tahun (1998-2005) di negara Afrika Barat."

Korban-korban koro biasanya yakin, sentuhan atau bersenggolan dengan orang asing sebagai modus pencurian alat kelamin. Seperti yang dirasakan orang ketika menjadi korban pencopetan.

Perspektif Psikologis

Koro bisa dipahami dengan banyak cara. Dari perspektif psikologis, fenomena itu bisa dilihat sebagai contoh histeria massa atau delusi (khayalan), di mana keyakinan budaya kolektif dapat terwujud dalam pengalaman seseorang -- tak peduli apakah nyata atau tidak.

"Panik yang dialami korban penyusutan atau "pencurian" alat kelamin akan pulih dalam beberapa jam atau hari setelah diyakinkan bahwa  "penyakitnya" telah sembuh atau sejatinya tak ada. Ini jelas masalah terkait psikoseksual," tulis sosiolog, Robert Bartholomew dan Benjamin Radford dalam bukunya, "Hoaxes, Myths, and Mania: Why We Need Critical Thinking".

"Kepanikan penyusutan organ kelamin adalah pengingat, bahwa tidak ada orang yang kebal terhadap delusi massal. Dan bahwa pengaruh kultur dan masyarakat terhadap perilaku seseorang jauh lebih besar dari perkiraan kita -- atau yang ingin kita akui."

Bukan Magis

Dalam kasus ini, khayalan atau delusi massal dimungkinkan oleh keyakinan pada tukang sihir atau sihir hitam. Jajak pendapat Gallup pada 2010 mengungkap bahwa keyakinan atas hal-hal magis menyebar di sub-Sahara Afrika. Sebanyak 55 persen responden mengaku meyakininya.

Itu mungkin yang menjelaskan mengapa kasus pencurian alat kelamin tidak terjadi di tengah masyarakat Barat. Sebab, kebanyakan dari mereka tak percaya hal-hal magis -- atau setidaknya dalam versi yang bisa menyusutkan alat kelamin atau "mencuri" organ vital seseorang.

Hingga saat ini tak ada seorang pun korban yang dilaporkan meninggal akibat koro, setidaknya bukan secara langsung.

Namun, keyakinan koro bisa menimbulkan konsekuensi mematikan: ratusan orang yang dituduh membuat kisut atau mencuri alat kelamin dipukuli,  belasan di antaranya tewas dihakimi massa. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini