Sukses

Badan Antariksa Eropa Kirim Pesawat ke Planet Mars, Cari Jejak Kehidupan

ExoMars Trace Gas Orbiter (TGO) milik Badan Antariksa Eropa siap menganalisis atmosfer dan kemungkinan tanda-tanda kehidupan di Planet Mars.

Liputan6.com, California - Sebuah wahana penyelidik Eropa sudah bersiap di posisi sekitar Planet Mars. Benda yang dinamakan ExoMars Trace Gas Orbiter (TGO) itu tengah bersiap untuk menganalisis atmosfer dan kemungkinan tanda-tanda kehidupan di planet merah itu. 

Badan Antariksa Eropa hari Rabu menyatakan ExoMars Trace Gas Orbiter (TGO) atau Wahana Pelacak Gas sudah berhasil melakukan manuver lembut yang dikenal sebagai pengereman angkasa, termasuk di antaranya menukik menuju atmosfer bagian atas Planet Mars untuk memperlambat gerak wahana itu.

Dikutip dari VOA Indonesia pada Senin (25/2/2018), badan tersebut menyatakan wahana itu akan mulai mencari jejak-jejak gas, seperti metan, yang bisa jadi hasil dari aktivitas biologis dan geologis pada bulan April mendatang. Wahana itu juga akan berusaha untuk mencari keberadaan es di Planet Mars yang bisa membantu pendaratan komputer pada masa yang akan datang.

Sebuah radio buatan NASA yang dibawa oleh wahana itu ke Planet Mars  akan membantu untuk memancarkan sinyal dari kendaraan-kendaraan jelajah di permukaan planet kembali ke Bumi.

Eropa berencana untuk mendaratkan kendaraan penjelajahnya sendiri di Planet Mars pada tahun 2021. Sebuah kendaraan pendarat yang sedang dicoba jatuh di permukaan Mars pada tahun 2016.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mengandung 'Racun', Planet Mars Tak Layak Dihuni Manusia?

Studi yang baru dipublikasikan di Scientific Reports menyatakan tanah di Planet Mars kemungkinan beracun bagi bakteri. Mikroorganisme apa pun yang ada pada masa lalu, diperkirakan telah mati akibat racun.

Ketika pesawat angkasa luar Viking 1 dan 2 mendarat di Mars pada 1976, keduanya mendeteksi adanya zat seperti perklorat -- sejenis asam -- di tanah Mars. Temuan itu pun dibenarkan oleh Curiosity.

Dikutip dari Time, Sabtu, Juli 2017 lalu, perklorat merupakan salah satu sumber energi bagi bakteri. Selain itu, perklorat juga dapat menurunkan titik leleh air, di mana hal itu berfungsi membiarkan air berada dalam bentuk cair yang ramah bagi kehidupan.

Namun, di sisi lain, perklorat juga dapat menjadi racun bagi bakteri jika terpapar radiasi ultraviolet -- yang terus-menerus terjadi di Mars.

Untuk menentukan apakah senyawa itu bagus atau buruk untuk kehidupan, mahasiswa pascasarjana dari University of Edinburgh, Jennifer Wadsworth, dan Profesor Charles Cockell, membuat Mars buatan dalam skala kecil. Mereka mengamati perkembangan bakteri bernama Bacillus subtilis di lingkungan yang kaya akan perklorat.

Setelah penelitian dilakukan, Wadsworth dan Cockell menyimpulkan bahwa "permukaan Mars mematikan bagi sel vegetatif dan membuat permukaannya tidak dapat dihuni".

Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa di beberapa wilayah permukaan Mars, bakteri itu dapat bertahan. Saat bakteri itu berada dalam suhu 25 derajat Celcius, bakteri dengan mudah mati. Namun, saat suhu berada di 4 derajat Celcius, kematian bakteri berkurang hingga sepuluh kali lipat.

Di Mars sendiri, suhu terpanas bisa mencapai 22 derajat Celcius. Namun, suhu rata-rata planet itu amat dingin, yakni minus 55 derajat Celcius.

 

Saksikan juga video seputar Planet Mars berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.