Sukses

Qatar Petroleum: Blokade Arab Saudi Cs Bikin Kami Lebih Kuat

Qatar Petroleum merupakan perusahaan minyak dan gas milik negara. Blokade Arab Saudi Cs tidak membuat para pembeli gas Qatar lari.

Liputan6.com, Doha - Blokade yang dipimpin Arab Saudi atas Qatar tidak membuat negara kecil itu bertekuk lutut, melainkan semakin memperkuat diri. Hal tersebut disampaikan Saad Sherida al-Kaabi, presiden dan CEO Qatar Petroleum, perusahaan minyak dan gas milik negara.

Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera, al-Kaabi justru berterima kasih kepada Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Mesir atas blokade mereka terhadap Qatar.

"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada empat negara atas blokade mereka, karena itu membuat Qatar lebih kuat, rakyat Qatar lebih kuat, bisnis mereka lebih kuat. Kami akan menjadi lebih kuat dibanding yang sebelumnya," ujar al-Kaabi seperti Liputan6.com kutip dari Al Araby pada Senin (24/7/2017).

Produksi gas Qatar yang mencapai 77 juta ton per tahun memperkuat posisi negara itu sebagai pengekspor gas alam cair (LNG) terbesar di dunia. Fakta ini pula yang mendorong Qatar masuk jajaran negara-negara terkaya.

"Tidak ada pembeli LNG yang tidak menghubungi Qatar untuk memasok kebutuhan gas," ucap al-Kaabi. Ia lalu menyebut satu per satu negara yang jadi pembeli gas Qatar, seperti Jepang, China, Jerman, Inggris, bahkan UEA.

Namun, al-Kaabi menegaskan bahwa negaranya tidak berniat untuk menghentikan pasokan gas ke UEA, meski negara itu menerapkan blokade atas Qatar.

"Kami menandatangani sebuah kontrak baru berjangka 10 tahun untuk memasok dua hingga 300 juta kaki kubik gas per hari. Kami juga memiliki kontrak berjangka 15 tahun untuk menyuplai Dubai dengan pengiriman LNG. Jadi ini sekitar 40 persen terkait kebutuhan mereka untuk listrik," jelas pria itu.

Ia menambahkan, "Jika pasokan gas dihentikan, bahaya besar mengancam rakyat UEA. Warga UEA adalah sepupu, kerabat, dan teman...dan kami tidak punya masalah dengan mereka."

Blokade Arab Saudi Cs atas Qatar yang diawali dengan pemutusan hubungan diplomatik pada 5 Juni lalu memicu lahirnya krisis Teluk. Kuartet tersebut menutup satu-satunya perbatasan darat dengan Qatar, melarang maskapai Qatar terbang di atas wilayah mereka, dan melarang warga Qatar masuk ke negara mereka.

Keempat negara tersebut kompak menuding Qatar mendukung kelompok teroris dan ekstremis. Tuduhan tersebut telah dibantah keras oleh Doha.

Bulan lalu, Saudi Cs sempat merilis 13 poin tuntutan ke Qatar yang mencakup penutupan media Al Jazeera dan pangkalan militer. Doha harus melaksanakan poin-poin tersebut jika ingin blokade dicabut.

Bagi Qatar, tuntutan tersebut "tidak masuk akal" dan jelas-jelas melanggar kedaulatannya.

Krisis Teluk yang terjadi pada tahun ini disebut yang terburuk sejak berdirinya Dewan Kerja Sama Teluk pada tahun 1981. Namun, al-Kaabi menyebutkan bahwa ia tetap positif tentang masa depan industri minyak dan gas Qatar.

"Kami akan melanjutkan dominasi pasar gas dan menjadi pemimpin di masa mendatang. Kami akan tumbuh di sektor minyak dan gas," tuturnya.

 

Saksikan video berikut:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.