Sukses

Penampakan 'Gaib' Kapal Hantu, Nyata atau Fatamorgana?

Banyak kejadian aneh yang tak bisa dijelaskan, salah satunya soal penampakan kapal hantu Flying Dutchman.

Liputan6.com, Jakarta - Di planet ini, ada beberapa kejadian aneh yang belum bisa terjelaskan untuk waktu yang lama sehingga mengundang berbagai takhayul.

Misalnya kisah rumah berhantu yang merebak pada era Victorian hingga awal Abad ke-20, yaitu suatu masa ketika lampu gas masih amat jarang.

Ada teori yang menyebutkan bahwa terpaparnya orang kepada sejumlah zat dari lampu, misalnya gas karbon monoksida, menyebabkan segelintir orang mengalami halusinasi atau merasa mendengar suara pada malam hari.

Dikutip dari The Vintage News pada Senin (10/7/2017), pengetahuan tentang optik dan fungsi-fungsi atmosfer telah membantu kita memahami pengalaman-pengalaman aneh lainnya semisal dongeng Flying Dutchman.

Menurut hikayat, Flying Dutchman adalah sebuah kapal hantu yang terus berlayar selamanya dan tidak pernah pulang ke rumah karena didera kutukan.

Menurut legenda, Flying Dutchman biasanya terlihat dari kejauhan dan terkadang memancarkan cahaya.

Salah satu penjelasan yang mungkin tentangnya adalah kejadian Fatamorgana.

Dalam beberapa kondisi atmosfer tertentu, ilusi optik terjadi pada lapisan tipis pendar cahaya yang dekat dengan cakrawala. Fatamorgana adalah suatu citra yang muncul di atas benda sesungguhnya dan biasanya tampil dalam beberapa bentuk khas.

Fenomena Fata Morgana terhadap sebuah kapal di kejauhan. Tampak ada beberapa kapal lain berjejer di cakrawala. (Sumber Wikimedia Commons)

Walaupun kapal dalam tampilan gaib itu tidak sedang bergelantungan di angkasa, tampilannya tetap terlihat aneh.

Ketika sedang terjadi matamorgana, tidak mudah menentukan mana yang merupakan citra tambahan dan mana citra benda yang sesungguhnya.

Kapal di kejauhan itu mungkin saja tidak terlihat langsung karena sudah berada di bawah batas cakrawala, tetapi fatamorgana masih bisa menghasilkan bayangan citra yang tampak seperti mengambang. Kemudian, yang dilihat oleh mata manusia hanyalah citra bayangannya.

Ketika kapal sesungguhnya masih di atas cakrawala, bayangan gambarnya bisa lebih banyak lagi dan lebih rusak lagi.

Dalam kasus Flying Dutchman, citra yang koyak juga berubah-ubah, terdiri dari penampakan terbalik dan tegak yang saling bertindihan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Wanita Penyihir Zaman Raja Arthur

Lalu, apakah fatamorgana?

Sebenarnya, nama itu merupakan bahasa Italia untuk penyebutan dukun wanita bernama Morgan le Fay dari zaman Raja Arthur. Takhayul tentangnya sering terlihat di Teluk Messina, suatu lintasan sempit antara Sisilia dan Calabria di Italia Selatan, dan diduga dilakukan oleh wanita tersebut.

Gambar bayangannya diduga berbentuk seperti benteng-benteng khayal yang mengambang di udara dan juga daratan semu. Bayangan itu dianggap sebagai jampi rayuan kepada para pelaut menuju kematian mereka.

Di kemudian hari, nama fatamorgana tetap dipakai untuk citra kompleks yang, dalam beberapa kondisi, muncul secara alamiah pada suatu lapisan tipis tepat di atas cakrawala. Fenomena optikal itu terjadi ketika sinar-sinar cahaya melintas menembus beberapa lapisan udara yang berbeda-beda suhunya.

Biasanya fatamorgana terjadi ketika cuaca sedang tenang, dan lapisan udara yang cukup hangat mengambang di atas lapisan udara yang lebih dingin. Fenomena itu dikenal dengan keadaan termal terbalik (thermal inversion).

Penjelasan ilmiah Fata Morgana, terjadinya bayangan benda yang tampak mengambang di angkasa. (Sumber Wikimedia Commons)

Dalam kondisi normal, yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu ketika lapisan udara yang lebih hangat berada lebih dekat ke permukaan Bumi.

Ketika inversi suhu terjadi amat curam, maka bisa muncul juga lorong-lorong atmosfer yang berperilaku seperti lensa refraksi sehingga muncullah citra-citra terbalik dan tegak yang kita kenal sebagai fatamorgana.

Ketika bayangan fatamorgana terjadi, hasilnya bisa berupa benda tunggal atau sejumlah benda yang tak dikenal atau mistis, baik di lautan lepas maupun di darat, terutama di kawasan kutub.

Salah satu tampilan fatamorgana paling terkenal adalah tampilan-tampilan kaktus terbalik di gurun-gurun tak bertepi.

Fatamorgana bisa berupa apapun, mulai dari kapal, pulau, atau garis pantai. Fenomena rumit yang bisa secara bebas disebabkan oleh fatamorgana bisa terjadi kapanpun, misalnya ketika ada seseorang mengaku melihat UFO.

Dalam kasus demikian, fatamorgana adalah tampilan benda yang terletak di suatu tempat lain di bawah cakrawala astronomis. Dengan demikian, bayangan bendanya seperti tampak melayang di langit. Bayangan itu juga bisa tampak lebih besar secara vertikal sehingga memberikan bayangan baru yang benar-benar berbeda.

3 dari 3 halaman

Pulau Berpegunungan Dekat Kutub Utara

Sir John Ross. (Sumber Wikimedia Commons/Royal Museums Greenwich)

Pada Abad ke-19, citra-citra fatamorgana diduga tercatat dalam 2 kejadian penampakan pulau besar yang sebenarnya tidak ada. Pertama adalah Crocker Mountains yang "ditemukan" oleh Sir John Ross dari Inggris.

Pada 1818, ia tertipu ketika sedang melakukan perjalanan yang bertujuan menjajal Lintasan Barat Laut, suatu lintasan antara Atlantik bagian utara dengan Samudra Pasifik.

Ketika kapal Ross tiba di Lancaster Sound, Kanada, lintasan itu seharusnya lurus di depan. Tapi, ia melaporkan melihat daratan luas berpegunungan di sana sehingga ia tidak mengarah ke depan. John Ross kemudian undur diri. Setelah kembali ke Inggris. Keberadaan pegunungan itu ketahuan tidak benar dan hancurlah reputasinya sebagai pelaut.

Sekitar 9 dekade setelah perjalanan Ross, Robert Peary memberi nama Crocker Land kepada suatu daratan yang menurutnya dilihat di kejauhan. Titik yang dimaksud adalah bagian barat laut dari puncak tertinggi Semenanjung Thomas Hubbard dan ternyata tidak ada daratan di sana.

Pada 1913, Donald Baxter MacMillan bertekad menemukan Crocker Land yang dimaksud. Pada 21 April tahun itu, para awak akhirnya melihat sesuatu yang tampak seperti pulau besar di cakrawala.

Namun demikian, seorang anggota ekspedisi bernama Piugaattoq yang juga adalah pemburu dari suku Inuit dan kenal daerah itu, menjelaskan bahwa daratan itu adalah suatu ilusi. Ia menyebut penampakan itu sebagai “Pook-jok.”

Tapi MacMillan tetap meneruskan perjalanan selama beberapa hari sejauh 200 kilometer melintasi lautan es yang berbahaya sebelum akhirnya mengaku telah tertipu. Ternyata Piugaattoq benar dan Crocker Land memang tidak ada, hanya suatu bayangan yang diduga sekedar fatamorgana.

Ada banyak lagi kejadian fatamorgana yang mencengangkan banyak orang sepanjang sejarah. Di Antartika atau Tanah Hijau, fenomena itu sering terjadi.

Suatu tempat di Tanah Hijau dikenal sebagai Tanah fatamorgana, yaitu pulau bayangan yang pertama kalinya dilaporkan pada 1907. Setelah pulau itu tidak pernah bisa ditemukan di arah barat laut pantai Tanah Hijau, ia dianggap sebagai  fatamorgana terhadap Pulau Tobias.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.