Sukses

Trump Kritik Obama Terkait Skandal Rusia dalam Pilpres AS 2016

Melalui Twitter, Presiden Trump kritik Obama karena "tidak berbuat apa-apa" saat skandal campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016 mencuat.

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump melontarkan kritik terhadap mantan presiden Barack Obama, terkait isu skandal politik dan dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016.

Melalui akun Twitternya, presiden ke-45 AS itu mengkritik Obama karena--saat masih menjabat sebagai presiden--tidak melakukan apa-apa saat dugaan skandal campur tangan Rusia dalam Pilpres 2016 mencuat ke permukaan. Demikian seperti yang dikutip dari CNN, Selasa (27/6/2017).

"Alasan bahwa Presiden Obama tidak melakukan apa-apa tentang Rusia, setelah mendapat imbauan dari CIA terkait campur tangan mereka (Rusia) dalam pemilu, adalah karena ia (Obama) menduga (Hillary) Clinton akan menang. (Obama tidak melakukan apa-apa) karena tidak ingin 'merusak momentum'. Ia (Obama) tidak ingin merugikan Demokrat dan Hillary," tulis @realDonaldTrump pada 26 Juni 2017.

"Kisah yang sebenarnya adalah bahwa Presiden Obama tidak melakukan apa-apa setelah diimbau (oleh CIA) pada Agustus (2016) terkait campur tangan Rusia. Dengan 4 bulan melihat Rusia, mereka memiliki 'nol' rekaman yang menyebut orang-orang 'T' (Trump) yang berkolusi. Saya seharusnya mendapat permintaan maaf," tambah Trump dalam akun Twitternya.

Selain itu, pada Senin 26 Juni 2017, juru bicara Gedung Putih Sean Spicer menilai, tindakan pemerintahan Obama dalam menangani skandal campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016 menimbulkan sejumlah tanda tanya besar.

"Mereka (pemerintahan Obama) jelas memainkan skema ini untuk menyalahkan Trump dan Rusia. Dan pada saat yang bersamaan, menurut laporan, mereka mengetahui hal tersebut, namun tidak melakukan tindakan apa-apa. Pertanyaannya kini, ketika mereka tidak melakukan sesuatu, apakah mereka turut terlibat? Dan sejumlah pertanyaan lain yang penting untuk segera dijawab," ujar Spicer di Gedung Putih.

Diterpa Tuduhan, Trump Frustrasi?

Sejumlah media menilai bahwa saat ini, Presiden Trump frustrasi dengan beragam tuduhan yang dilontarkan kepada orang-orang di dalam lingkaran politiknya. Khususnya terkait dugaan kedekatan mereka dengan Rusia saat Pilpres AS 2016 lalu.

Sang presiden ke-45 AS juga kecewa dengan sejumlah tudingan yang menyebut dirinya menyalahgunakan sejumlah lembaga pemerintah untuk kepentingan politiknya agar terhindar dari segala tuduhan tentang Rusia.

Misalnya, "membujuk" mantan direktur FBI, James Comey untuk menghentikan penyelidikan terhadap mantan Penasihat Keamanan Nasional AS Michael Flynn. Saat itu, Flynn diduga memiliki keterkaitan dengan Rusia guna memenangkan Presiden Trump dalam Pilpres AS 2016.

Selain itu, menurut temuan terbaru tim penyelidik independen khusus Kementerian Kehakiman AS yang dipimpin oleh Robert Mueller, suami Melania Trump itu diduga turut "membujuk" Direktur National Intelligence Dan Coats dan Direktur National Security Agency Mike Rogers untuk membantah adanya koneksi antara tim kampanyenya dengan Rusia pada Pilpres AS 2016.

Namun, sejumlah sumber membantah tuduhan itu, menyebut bahwa Coats dan Rogers tidak pernah menerima "bujukan" tersebut dari sang presiden.

Rangkaian kicauan Trump via Twitter yang mengkritik Obama, muncul setelah The Washington Post merilis kabar tentang dugaan keterlibatan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam Pilpres AS 2016. The Post juga menuding bahwa ada negosiasi harga yang terjadi antara tim kampanye Trump dan Moskow.

Surat kabar berbasis di Washington DC itu juga menilai bahwa pemerintahan Obama pada 2016 sengaja tidak merespons karut-marut dugaan tersebut, supaya tidak menambah keruh situasi Pilpres 2016. Di sisi lain, kubu Trump saat itu juga menuding bahwa ada skema yang dilakukan sejumlah pihak untuk mencurangi proses pemilihan umum.

"Jauh sebelum Pilpres 2016, kubu Obama telah diimbau tentang campur tangan Rusia. Kenapa tidak ada tindakan? Fokus ke mereka (kubu Obama) bukan ke T (Trump)!" kicau @realDonaldTrump pada Sabtu, 24 Juni 2017.

Di satu sisi, kubu Obama menilai bahwa respons yang layak tidak dapat dilakukan karena, "Kami merasa ditekan dari berbagai arah," ujar salah satu penasihat senior presiden ke-44 AS.

Sementara itu, salah satu penasihat Obama yang lain menjelaskan bahwa pemerintahannya telah melakukan segala tindakan tegas terhadap Rusia pasca-laporan dugaan campur tangan Moscow dalam Pilpres AS 2016 mencuat ke permukaan.

"Situasi itu ditanggapi sangat serius, Obama membicarakannya langsung dengan Presiden Putin, meninjau laporan intelijen, menutup dua perusahaan, memberikan sanksi terhadap entitas dan individu, dan memulangkan 35 diplomat Rusia," kata penasihat Obama.

Hingga kini, pemerintahan Presiden Trump selalu mengklaim bahwa segala dugaan keterlibatan Rusia dengan pihaknya adalah berita bohong.

Akan tetapi, baru-baru ini, kubu presiden ke-45 AS itu mulai mengakui adanya kemungkinan campur tangan Negeri Beruang merah dalam Pilpres 2016. Kubu Trump mulai mengakui hal tersebut setelah sejumlah lembaga intelijen dan spionase AS kerap melaporkan sejumlah informasi yang membuktikan adanya keterlibatan Rusia.

"Aku pikir itu Rusia, atau aktor lain," kata Spicer kepada sejumlah wartawan di Gedung Putih.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.