Sukses

Jika Perang Dunia III Pecah, Siapa Sekutu Korea Utara?

Sekutu Pyongyang belakangan terlihat mesra dengan AS. Lantas bagaimana nasib Korea Utara jika Perang Dunia III pecah?

Liputan6.com, New York - Situasi di Semenanjung Korea masih siaga satu. Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump, masih berperilaku sebagai 'polisi dunia' dengan mengirimkan armada tempur Carl Vinson, yang dikawal kapal perang Jepang, untuk menghadapi Korea Utara.

Di sisi lain, Pyongyang tak menghiraukan tekanan dunia internasional untuk menghentikan uji coba rudalnya. Bahkan, rezim Kim Jong-un diduga tengah bersiap melakukan tes senjata nuklir keenamnya, yang nyata-nyata melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB.

Sejumlah orang, dari kalangan ilmuwan hingga mereka yang mengaku peramal, memprediksi konflik terbuka di Semenanjung Korea bisa pecah sewaktu-waktu. 

Pertempuran di salah satu titik panas konflik di dunia itu diyakini akan melibatkan berbagai kekuatan. Tak hanya di Semenanjung Korea, konflik juga diprediksi merambat ke sejumlah lokasi lain di dunia. Jika itu yang terjadi, niscaya Perang Dunia III tak terelakkan. 

Jika benar Perang Dunia III pecah, lantas siapakah yang akan menjadi sekutu Korea Utara?

Pertanyaan tersebut relevan diajukan menyusul perkembangan terakhir di mana hubungan Korut dan sekutu terdekatnya, China tak lagi mesra, bahkan cenderung memanas. 

Pada 4 Mei 2017, corong propaganda Korea Utara KCNA melontarkan kritik terbuka kepada China. Hal ini merupakan sebuah sikap yang tak pernah ditunjukan sebelumnya. 

KCNA menuding China telah memberikan "komentar sembrono" tentang program rudal nuklir Korea Utara.

Padahal, relasi kedua negara telah lama terjalin sejak 6 Oktober 1949, ketika China dan Korea Utara kali pertama menjalin hubungan diplomatik. Tiongkok bahkan membantu Korut melawan Korea Selatan yang didukung Amerika Serikat pada Perang Korea 1950.

Tak hanya itu, bagi Korea Utara, China merupakan rekan dagang utamanya. Salah satu komoditas utama Pyongyang yang diekspor ke Beijing adalah batu bara. Sedangkan, China merupakan penyuplai hampir separuh kebutuhan produk impor negara di utara Semenanjung Korea itu.

Jadi, siapa yang akan membela Kim Jong-un jika pada suatu hari AS memutuskan untuk menyerang Korea Utara?

Dikutip dari Inquisitr pada Jumat (5/5/2017), ada kemungkinan China enggan membela Korea Utara kali ini.

Jika memang demikian, Korut diperkirakan mencari sekutu lain. Tak hanya mengandalkan nostalgia pada era Perang Dingin, Korea Utara mungkin memberikan sejumlah tawaran. Hal tersebut diungkap dosen hubungan internasional King's College London Ramon Pardo kepada Newsweek.

"Yang pertama yang bisa Korea Utara lakukan adalah menawarkan tenaga kerja murah, yang menarik bagi sejumlah negara," kata dia. 

Selain itu, Pardo menambahkan, rezim Kim Jong-un juga bisa menawarkan teknologi persenjataan mereka. "Itu bukan teknologi maju, tapi semua negara membutuhkannya," tambah dia. 

Berikut adalah empat negara yang mungkin jadi sekutu Korea Utara, selain China: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

1. Rusia

Dengan berkurangnya dukungan China kepada Korea Utara, Rusia diprediksi bisa menjadi sekutu paling diandalkan.

Meskipun mengecam retorika dan program nuklir bombastis Korut, Rusia tak ragu memperluas kerja sama perdagangan dan investasi di Korea Utara.

Rusia juga telah merevitalisasi kereta api dan jaringan transportasi lain di Korut, juga mendatangkan kapal tanker minyak Rusia ke Korea Utara dari kota pelabuhan Vladivostok.

Sementara, Rusia bisa menggantikan China sebagai 'penyambung hidup' bagi Korut, melawan sanksi yang dijatuhkan PBB dan dunia internasional kepada Pyongyang. Hingga saat ini, China masih berkontribusi sekitar 90 persen dalam perdagangan Korea Utara, demikian menurut Politifact.

"Korea Utara tidak peduli dengan tekanan atau sanksi China karena masih ada Rusia di pihaknya. Pyongyang telah mempermainkan Beijing dan Moskow selama setengah abad, membiarkan keduanya bersaing untuk mendapatkan hak untuk membantu dan mempengaruhi Korea Utara," kata ahli soal Korut dari Australia National University, Leonid Petrov.

3 dari 5 halaman

2. Bulgaria

Sekutu lama Korea Utara yang lain adalah Bulgaria. Namun, baru-baru ini negara itu mulai menunjukkan ketidakpedulian mereka terhadap rezim Kim.

Bulgaria baru saja mengimplementasikan resolusi PBB terhadap Korea Utara dengan mengurangi jumlah personel tenaga lokal untuk kedutaan Korut di Sofia.

Mereka juga membatasi jumlah rekening bank Korut. Itu adalah pukulan besar bagi rezim Kim Jong-un karena Bulgaria telah menjadi sekutu yang andal sejak 1948.

Meski demikian, negara itu enggan terlibat dalam Perang Dunia III. 

4 dari 5 halaman

3. Kuba

Meski budaya kedua negara sangat berbeda, Kuba mungkin adalah sekutu Korea Utara yang paling teguh.

Seperti halnya Venezuela, Kuba ikut mengutuk 'imperialisme Barat' yang juga menjadi bahan propaganda Korea Utara. 

Seperti halnya Korut, Kuba adalah negara yang menghindari efek perubahan rezim di negara-negara sekitarnya. 

Meskipun Kuba membuka diri pada dunia, juga pasar bebas, jauh lebih cepat daripada Korea Utara, media Pyongyang, PanAm Post, melaporkan bahwa Raul Castro baru-baru ini menegaskan kembali dukungannya kepada pemimpin serikat pekerja Ju Yong-gil ketika dia mengunjungi negara Karibia tersebut awal pekan ini.

5 dari 5 halaman

4. Iran dan Suriah

Korea Utara juga memiliki beberapa sekutu di Timur Tengah. Seorang wartawan Israel bahkan pernah memberi label kepada Korut, bersama dengan Iran dan Suriah, sebagai "poros kejahatan."

Dukungan tersebut telah dimanifestasikan melalui perdagangan, terutama menyangkut senjata. Korea Utara telah menunjukkan kemauan untuk menyuplai senjata untuk Iran, Suriah, dan Hamas. 

Iran dan Korea Utara berbagi keberatan yang sama: kutukan Barat atas program senjata nuklir mereka.

Lebih jauh lagi, pejabat Departemen Luar Negeri AS percaya bahwa kedua negara telah bertukar informasi untuk memperbaiki teknologi senjata masing-masing. Hal itu diungkapkan oleh pakar proliferasi rudal dari Middlebury Institute of International Studies, Jeffrey Lewis kepada Fox News.

"Rudal pertama yang kami lihat di Iran adalah fotokopi rudal Korea Utara," kata dia.

Lewis menambahkan, selama bertahun-tahun, pejabat Korea Utara dan Iran terlihat berfoto bersama. Tak hanya itu, "Kami juga melihat ada kesamaan senjata," ujar Lewis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.