Sukses

Korea Utara dan AS di Ambang Perang, Ini Sikap Pihak Rusia

Dubes Rusia untuk Indonesia menyarankan agar negara yang berseteru dapat menahan diri.

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin menjelaskan, agar tensi di Semenanjung Korea dapat mereda, Amerika Serikat dan Korea Utara harus mampu menahan diri agar tidak memancing provokasi.

"Kami (Rusia) punya opini kuat bahwa kedua pihak harus mampu menahan diri," ujar Galuzin kepada awak media saat konferensi pers, Jumat (28/4/2017).

Sang dubes juga menyarankan bahwa tensi tinggi merupakan hasil hubungan sebab-akibat tindakan provokasi yang dilakukan oleh AS dan Korea Utara.

Baru-baru ini, AS, Jepang, dan Korea Selatan dilaporkan tengah melakukan latihan militer gabungan di Laut Kuning dan Laut Timur. Kedua lokasi latihan tersebut tak jauh dari zona perairan Korea Utara.

Namun, sikap 'provokatif' juga kerap dilakukan oleh Kim Jong-un.

Pada Selasa, 25 April 2017, media lokal dan asing mengabarkan bahwa Korea Utara melakukan latihan artileri berskala besar di Wonsan, pesisir pantai timur Korea Utara. Pyongyang juga kerap menggertak akan kembali melakukan uji coba nuklir untuk yang ke-6 kalinya.

"DPRK (Democratic People's Republic of Korea atau Korea Utara) harus menghentikan aktivitas tes nuklirnya karena melanggar resolusi PBB. Dan di sisi lain, AS serta koalisinya harus menarik diri dan menghentikan praktik latihan militer yang dilakukan secara provokatif dekat dengan perbatasan Korea Utara," kata sang dubes.

"Tindakan yang mereka lakukan justru memprovokasi diri mereka sendiri, sehingga opsi militer jadi pertimbangan keduanya supaya aktivitas itu berhenti. Jadi, mereka bertanggungjawab terhadap tensi di Semenanjung Korea," tambahnya.

Dubes Galuzin berpendapat bahwa, Kim Jong-un tak akan menghentikan tes rudal nuklirnya. Menurut Galuzin, jika uji coba itu dihentikan, Kim takut bernasib sama seperti Irak, Libya, dan Suriah.

Tiga negara yang disebutkan Galuzin tersebut merupakan negara yang tidak memiliki misil kendali jarak jauh atau rudal nuklir. Dan menurut dia, ketiganya pernah menjadi sasaran serangan Negeri Paman Sam.

"Dan saya rasa, setelah mengetahui tentang serangan misil Tomahawak ke Suriah, serangan ke Libya, dan invasi ke Irak yang dilakukan AS, tak akan membuat Kim Jong-un menghentikan tes rudal nuklirnya," ujar sang diplomat.

Namun, sang dubes berujar bahwa Rusia terbuka untuk segala kemungkinan diplomasi agar tensi di Semenanjung Korea dapat segera mereda. "Kami terbuka untuk langkah diplomasi," tutup Galuzin.

Presiden ke-45 AS Donald Trump (AP/Andrew Harnik)

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan, tidak tertutup kemungkinan negaranya akan terlibat konflik besar dengan Korea Utara. Namun, opsi tersebut bukanlah yang utama.

"Ada kemungkinan, akhir dari ini adalah konflik besar dengan Korea Utara," ucap Trump seperti dikutip dari Asian Correspondent, Jumat (28/4/2017).

Namun, menurutnya, ada jalan keluar yang lebih jitu, yaitu menyelesaikan konflik lewat jalur diplomasi.

"Kami lebih suka menyelesaikan masalah dengan jalur diplomasi, tapi itu sangat sulit," sebutnya.

Politikus Partai Republik ini menyadari, belajar dari pendahulunya, memang sulit untuk menyelesaikan masalah di Korut.

Namun, opsi militer tidak akan sembarangan diambil. Dia mencontohkan, selain diplomasi, AS juga mempertimbangkan memberi sejumlah sanksi ekonomi baru terhadap Korut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.