Sukses

Sebutan Tuli Atau Tuna Rungu, Mana yang Lebih Tepat?

Penggunaan kata yang satu ini dianggap tak tepat. Berikut alasan selengkapnya.

Liputan6.com, Jakarta - Diskriminasi terhadap kaum penyandang tuli dan bisu masih marak di Indonesia. Bukan cuma dalam kehidupan sehari-hari, tapi juga terjadi hampir di banyak aspek.

Hal ini dikemukakan oleh seorang penyandang tuli-bisu di Indonesia, Adhi Kusuma Bharotorres.

Berbincang dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu di pusat kebudayaan Amerika Serikat, @america, pria asal Jogjakarta tersebut menyatakan salah satu bentuk diskriminasi terlihat dari banyak pihak yang masih menggunakan kata tunu rungu.

Penggunaan kata itu, menurut dia tidak tepat. Ada alasan kuat kenapa penggunaan tuna rungu untuk tak dipakai.

"Orang awam menganggap tuna rungu sebuah istilah yang bagus dan sebagian besar teman-teman tuli menganggap kata tuli lebih bagus," ucap dia.

"Kata tuna rungu pesannya masih berdasarkan kasihan, jadi istilah itu muncul dari istilah kedokteran yang menganggap bahwa ada hubungan kerusakan fisik ada tuna ada runggu ada kerusakan," sambungnya.

Adhi menjelaskan, kata tuna rungu membuat mereka terpisah dari kehidupan masyarakat normal. Oleh sebab itu, ia mendorong agar kata tuli lebih sering digunakan.

"Kami tak ada kerusakan, kami normal memiliki budaya dan bahasa sendiri, kami hidup normal," ujarnya.

"Kata tuna rungu kami rasa tak cocok buat kami, dan menganggap tuli sebuah sikap dan sifat positif. Sebagian besar komunitas menggunakan kata tuli," imbuhnya.

Walau begitu, Adhi yakin tak mudah mengubah pola pikir penggunaan kata tuli. Pastinya akan banyak perdebatan yang datang soal persoalan penggunaan diksi ini.

Bukan cuma penggunaan kata. Adhi sadar betul, masyarakat di Tanah Air masih beranggapan bahwa kami kelompok tuli itu kumpulan orang aneh.

"Banyak orang melihat orang tuli yang menggunakan bahasa isyarat seperti aneh. Tuli adalah masyarakat minoritas yang sama dengan lainnya, beda dalam hal bahasa, kami juga memiliki budaya dan hidup tak ada yang aneh, tak perlu dipandang aneh ketika kita menggunakan bahasa isyarat," pungkas Adhi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.