Sukses

Kematian Tragis Perempuan Cantik Asal Australia di Markas ISIS

Amira, jebolan sekolah swasta elite di Gold Cost berubah drastis mendukung ISIS setelah bertemu suaminya di Sydney.

Liputan6.com, Sydney - Amira Karroum berwajah cantik dan berprestasi. Sayangnya, ia juga kesepian. Kombinasi yang mudah untuk direkrut  ISIS . Kelompok teroris itu menggoda dengan janji-janji surga, namun yang ia dapati adalah kematian tragis.

Saat itu 4 Juli 2013 dan Amira (yang masih berusia 21 tahun) baru saja mengucap salam berpisah dengan sang suami Yusuf Ali yang tengah melakukan 'misi rahasia' ke Suriah bergabung dengan ISIS.

Tiba-tiba Skype-nya berdenting. Seseorang berpura-pura sebagai teman barunya, padahal ia adalah seorang perekrut. Dengan janji-janji manis, ia merayu perempuan  jebolan sekolah swasta elite di Gold Cost, Australia untuk segera menyusul sang suami, berangkat ke Suriah.

Pria perayu itu adalah pemimpin perekrut ISIS di Australia, Hamdi Alqudsi. Ia kini mendekam di penjara karena telah mengirim 7 pemuda, termasuk suami Amira, ke Suriah.

Dikutip dari News.com.au, Senin (17/10/2016), ABC merilis percakapan antara Amira dan Alqudsi dan didengar oleh ayah perempuan itu. Rekaman percakapan itu mengguncang batinnya.

Hamid Alqudsi (AAP)

Mohamed Karroum kelahiran Lebanon, yang memiliki toko kebab di Gold Cost sengaja menyekolahkan putrinya ke sekolah swasta elite St Hildas. Namun, kini ia patah hati.

Mendengar rekaman itu, seperti mendengar suara anaknya dari 'kuburan'.

"Iya, itu dia, itu anakku. Aku akhirnya mendengarkan suaranya setelah 3 tahun," kata Mohamed sambil terisak.

"Dan itu dia, laki-laki perayu, perekrut. Ia telah mengambil yang terbaik dari diri ini," lanjutnya.

Rekaman percakapan antara Amira dan Alqudsi terjadi 5 hari setelah sang suami Ali, yang nama aslinya adalah Tyler Casey terbang ke Singapura.

Dengan tak ada suami di sisinya, Amira kesepian. Momen itu dimanfaatkan para perekrut yang berpura-pura sebagai keluarga pengganti. Menghibur dan memintanya untuk ikut sang suami ke Suriah.

"Dengar ya, aku punya berita bagus untukmu. Kami akan memberikanmu mobil bagus yang indah, juga ribuan dolar tunai. Kami ingin kamu bahagia dan nyaman," kata suara Alqudsi.

"Masa? Tak mungkin! Ya Tuhan," dengar suara Amira sambil terisak.

Alqudsi melanjutkan bahwa ia bisa dipercaya dan mengatakan Amira sosok istimewa.

Namun, sayangnya Alqudsi tidak pernah didakwa melakukan perekrutan atas Amira Karroum. Perempuan 21 tahun itu kemudian bergabung bersama suaminya ke Suriah.

Alqudsi hanya berperan sebagai 'ayah' dan menyebut dirinya pemimpin pemuda-pemudi itu. Ia biasa menggunakan nama Ibrahim Galiel dan menjadi imam di masjid sebelum unjuk rasa yang ia gelar di Hyde Park pada 2012.

Alqudsi mengklaim, Amira telah dicuci otaknya menjadi radikal sebelum bertemu dengannya.

Gadis Manis dan Menyenangkan

Para teman-temannya di sekolah elite St Hildas mengingat Amira sebagai anak manis dan menyenangkan. Namun, ia tiba-tiba berubah semenjak kepindahannya dari Gold Cost ke Sydney April 2012.

Amira saat sekolah dan saat kecil, dipangku sang ibu (News.com.au)

Amira 'merayakan' aksi teror 9/11 dengan komentar panas di Facebook. Ia juga mengunggah status ketika protes Hyde Park digelar, dengan kalimat, "polisi brengsek! Hancurkan seluruh mobil polisi."

Ia bertemu Tyler Casey saat pemuda itu bekerja bagi Street Dawah, di barat Sydney. Kelompok itu merupakan grup militan yang dipimpin oleh Muhammad Ali Baryalei.

Baryalei adalah partner Hamid Alqudsi di Suriah sebelum ia tewas pada Oktober 2014.

Casey yang memiliki dua warga negara --AS dan Australia -- sebelumnya juga sudah bergabung dengan kelompok garis keras berafiliasi dengan Al Qaeda.

Amira menikahi Casey pada 2013. Di Facebook-nya perempuan itu mengganti pekerjaannya dengan kalimat 'Slave of Allah' dan berniat mati bertemu Tuhan di surga.

Pada Januari 2014, Amira meninggalkan Australia. Ia sudah berusia 22 tahun saat itu dan mengatakan kepada keluarganya ia ingin ke Denmark.

Namun, ternyata ia tak pernah ke negeri itu. Melainkan bertemu si suami di Suriah. Keduanya tiba di Aleppo.

Beberapa hari setelah kedatangan Amira, pasangan itu tewas dalam penggerebekan di rumah mereka. Keduanya tewas dieksekusi dan tubuh mereka ditemukan telah tercincang.

Sang ayah mendapat serangan jantung tatkala mendengar kabar kematian putrinya.

Hamdi Alqudsi kini dijatuhi hukuman 8 tahun penjara karena membantu teroris di Suriah antara Juni hingga Oktober 2013. Ia baru diperbolehkan mengajukan banding pada 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.