Sukses

Kabar Gembira, Ilmuwan Berhasil Mengubah Plastik Jadi Bahan Bakar

Sejumlah ilmuwan berhasil mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar diesel dan pelumas untuk industri, walau tekniknya masih lambat.

Liputan6.com, Irvine - Para ilmuwan telah berhasil menemukan cara baru mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar cair. Cara baru ini memerlukan lebih sedikit energi, namun memberikan hasil akhir yang bermutu lebih baik daripada sebelumnya.

Teknik baru ini meluruhkan polietilen, bahan baku paling lazim untuk plastik di seluruh dunia. Bahan ini dipakai untuk film plastik, pembungkus makanan, botol plastik, dan tas belanja. Tiap tahun dihasilkan sekitar 100 juta ton produk-produk dari bahan tersebut. 

Dikutip dari Science Alert pada Selasa (21/6/2016), solusi paling layak sudah sangat diperlukan sekarang. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sudah dijejali plastik, bahkan hingga ditimbun dalam tanah. Sampah plastik juga terbawa ke samudra menjadi pulau-pulau sampah.

Jika terus seperti ini, maka sebelum tahun 2050 diperkirakan akan lebih banyak sampah plastik daripada jumlah ikan di laut.

Pada awal tahun ini, Fiona McDonald menjelaskan kepada Science Alert bahwa 95 persen sampah plastik yang dibuang baru dipakai sekali. Sekitar 8 juta ton plastik dibuang ke samudera setiap tahun, setara dengan satu truk sampah plastik per menit.

"Jika tidak ada tindakan, jumlah ini diperkirakan bertambah menjadi dua truk sampah plastik per menit sebelum 2030 dan empat truk sebelum 2050," demikian diungkapkan dalam laporan World Economic Forum (WEF) pada Januari lalu.

"Dalam skenario tidak ada kepedulian, samudera diperkirakan mengandung 1 ton plastik untuk setiap 3 ton ikan sebelum 2025, dan pada 2050, lebih banyak plastik daripada ikan."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Solusi Sederhana

Solusinya sebenarnya cukup sederhana, yaitu kita perlu mengubah sampah plastik menjadi komoditas yang memang bisa dipergunakan orang. Dengan kandungan hidrogen dan karbon dalam polietilen, bahan bakar hidrokarbon cair tentu menjadi pilihan.

Yang selama ini menghalangi mimpi mendaur ulang plastik menjadi bahan bakar adalah karena plastik merupakan produk kimia yang stabil, padahal polietilen juga berasal dari bahan bakar fosil.

Ilustrasi sampah plastik di samudera. (Sumber Sydney Morning Herald)

Zhibin Guan, ahli kimia polimer sintetis di University of California Irvine, mengatakan kepada Amina Khan dari Los Angeles Times, "Kalau orang membuang plastik ke samudera, lingkungan, atau menguburnya, plastik akan bertahan di sana selama ratusan bahkan ribuan tahun."

Tanpa penanganan khusus, polietilen akan tetap mempertahankan bentuknya karena ikatan atom yang membangun strukturnya. Jika diberi panas yang cukup, ikatan atom ini akhirnya goyah. Tapi ini bukan cara yang praktis.

"Jika kita mencoba memanaskan hingga lebih dari 400 derajat Celcius seperti dalam beberapa metode, plastik lumat menjadi beberapa kombinasi, dalam bentuk gas, minyak, lemak, dan gosongan yang tidak selalu berguna," kata Khan.

3 dari 3 halaman

Masih Lambat dan Mahal

Untuk mengatasi daya guna rendah dan ketiadaan kendali terhadap produk akhir, Guan dan timnya bekerja sama dengan para peneliti dari Shanghai Institute of Organic Chemistry, China. Hal itu guna menciptakan teknik daur ulang plastik yang memerlukan lebih sedikit panas.

Proses ini menggunakan katalis kimiawi yang biasanya dipakai untuk menghasilkan polimer dan diatur agar malah mengurai polimer itu sendiri. Bahan katalis pertama mengurai atom-atom hidrogen dari atom-atom karbon, sehingga atom-atom karbonnya saling mengikat satu sama lain.

Ikatan baru atom-atom karbon memiliki ikatan ganda, tidak lagi tunggal. Nah, bahan katalis ke dua bertugas mengurai ikatan ganda ini.

Atom-atom hidrogen yang tadi telah dipisahkan kemudian dicampurkan kembali. Proses ini dilakukan berulang-ulang.

Semua pemotongan, pengubahan, penghapusan, pemisahan, penambahan, dan pengaturan ulang atom-atom ini memungkinkan tim untuk melakukan perubahan secara hati-hati dan bertahap pada struktur polietilen, sehingga menjadi bahan bakar diesel atau gemuk yang dapat dipakai untuk industri.

Proses ini memerlukan panas bersuhu 175 derajat Celcius, bukan seperti proses sebelumnya pada 400 derajat Celcius. Dengan demikian, proses ini memerlukan lebih sedikit energi untuk teknik yang serupa. Sayangnya, proses ini berlangsung lebih lama, sekitar 4 hari. Bahan katalis yang dipakai juga masih mahal.

Mengenai hal itu, Robert Service menjelaskan kepada Science Magazine, "Bahan katalis meluruhkan polietilen secara perlahan, selama sehari atau lebih. Harganya mahal dan luruh setelah beberapa kali pakai untuk beberapa ribu rantai polimer, tidak seperti katalis komersial lazim yang bisa dipakai hingga jutaan rantai polimer."

Guan dan timnya sekarang mencoba mencari cara agar teknik mereka lebih efisien, supaya bisa segera mengurangi polusi sampah plastik dan pada akhirnya bisa memanfaatkan sampah plastik itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.