Sukses

Di Balik Kisah 'Pertarungan Keras' Legendaris Tinju Muhammad Ali

Sang legendaris di dunia tinju Muhammad Ali, pernah mengungkapkan pertarungan pentingnya di sebuah artikel pada 24 Oktober 1999.

Liputan6.com, Jakarta - Petinju legendaris Muhammad Ali meninggal dunia. Petinju ternama itu mengembuskan napas terakhir pada Jumat 3 Juni 2016 waktu Phoenix, AS atau Sabtu (4/6/2016) waktu Indonesia.

Sang legendaris, Muhammad Ali, pernah mengungkapkan pertarungan kerasnya melalui artikel pada 24 Oktober 1999.

"Pertarungan terbesar yang pernah saya punya adalah Thrilla di Manila, melawan Joe Frazier pada tahun 1975," demikian kata Ali.

"Tapi hal terbesar yang pernah saya lakukan tidak pergi ke Vietnam," lanjut  Muhammad Ali seperti dikutip dari Newsweek, Sabtu (4/6/2016).

Orang-orang mengatakan kepadaku, "hai anak muda, Anda punya banyak keraguan. Aku menjawabnya: kau yang akan ke Vietnam, mungkin kau yang akan terbunuh. Kau salah satu orang dengan keraguan itu, bukan aku."

Selain pertarungan Thrilla di Manila, kepada Newsweek Ali juga mengungkapkan pertandingan utama lainnya yakni Rumble in the Jungle. Dia menyebutnya sebagai pertarungan yang membuat seluruh negeri sadar tentang keberadaannya. Saat itu dia melawan George Foreman.

"Saya ingin membangun hubungan antara ras kulit hitam dan Afro Amerika. Saat itu, aku akan melakukan perjalanan ke hutan, tempat di mana tidak ada radio atau televisi, dan orang-orang akan datang dan menyentuh saya, dan saya bisa menyentuh mereka. perkelahian itu tentang masalah rasial, Vietnam. Seputar itu semua," papar Ali.

"Semua orang mengatakan George akan mengalahkanku. Tetapi aku tak gentar dengan semua itu."

Sebelum pertarungan, Ali mengatakan kepada semua penulis, "semua yang berpikir aku akan kalah, ketika kita sampai ke Afrika, (Presiden Zaire Mobutu Sese Seko -- orang nomor satu saat itu) akan memasak dan makan Anda."

"Aku ingin menakut-nakuti orang kulit putih, membuat mereka berpikir orang Afrika akan memasak mereka. Mengapa? Karena mereka takut terhadap kita".

Hari di mana dia menandatangani kontrak untuk pertarungan itu, Ali mengaku tahu cara menghadapi George.

"Saya akan 'menari' di sekelilingnya selama 15 putaran. Jadi di babak pertama aku terus bergerak menjauh darinya. Tapi setelah satu putaran, saya tahu bahwa saya tidak bisa menjaga kecepatan gerak. Saat itulah saya memutuskan untuk melakukan rope-a-dope -- taktik tinju."

"Aku menuju tali dan membiarkan dia melepaskan pukulan. Beberapa berhasil meleset, lainnya mengenaiku. Pelatihku berteriak: Tahan dengan tangan ke atas. Tapi aku tidak membutuhkan itu. Semua pejuang besar melawan perjuangan mereka sendiri, dan tidak perlu diberitahu apa yang harus dilakukan."

Pada putaran keempat, Ali mengungkapkan dirinya menyadari George sudah mulai lelah. Jadi dia mulai berbicara dengan George.

"Ayo, pengecut, tunjukkan sesuatu. Aku tak bisa merasakannya... Anda kehabisan tenaga, sekarang aku akan menendang bokongmu."

Ali akhirnya berhasil melumpuhkan George pada ronde kedelapan. "Ketika George Foreman jatuh pada ronde kedelapan... Aku senang itu berakhir. Jika George bangkit dan kembali berjuang, aku akan bangkit lagi."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Berjuang Melawan Parkinson

Selepas perjuangan kerasnya di atas ring tinju, Ali menderita penyakit Parkinson. Namun masih aktif berkegiatan.

"Sekarang aku melawan penyakit Parkinson. Tapi aku tidak membiarkan hal itu menghentikanku. Aku masih bisa beraktifitas, menjalankan bisnis, melakukan wawancara. Dan biarkan aku memberitahu Anda sesuatu yang akan mengejutkan Bumi."

Ali juga mengungkapkan, "aku akan berlatih dan mendapatkan bentuk tubuh yang benar-benar baik, susut 35 pon dan beraksi di Madison Square Garden dengan dua atau tiga pesaing. Saya akan 'menari' selama 15 putaran, dan mengalahkan mereka. Sebelum saya lupa, beratku akan kembali 210 pound. Aku hanya akan mengatakan, "aku kembali dan dapatkan kontrak."

Petinju legendaris Muhammad Ali meninggal pada Jumat, 3 Juni 2016 malam waktu setempat atau Sabtu, 4 Juni 2016 pagi Waktu Indonesia Barat (WIB). Ia mengembuskan napas terakhir pada usia 74 tahun, setelah mendapat perawatan sejak Kamis, 2 Juni lalu.

Dilansir dari Guardian, pria yang sebelum masuk Islam bernama Cassius Marcellus Clay, Jr itu sempat dirawat intensif karena mengalami gangguan pada pernapasan. Segala upaya telah dilakukan tim medis, tapi nyawanya tak tertolong.

Sejak pensiun tahun 1981, Ali memang kerap keluar masuk rumah sakit. Terakhir, ia mendapat perawatan pada awal tahun 2015 karena didiagnosis pneumonia.

Rencananya, jenazah Muhammad Ali akan dimakamkan di kampung halamannya di Louisville. Namun pihak keluarga belum menyebutkan kapan pemakaman itu akan dilakukan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini