Sukses

Fakta Menarik, Presiden AS yang 'Tidak Berbahasa Inggris'

Sejarah mencatat sejumlah fakta menarik tentang Presiden ke-8 AS, Martin Van Buren.

Liputan6.com, Washington, DC - Dalam daftar presiden Amerika Serikat (AS), nama Martin Van Buren mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Namun sejarah mencatat sejumlah fakta menarik tentang sosok Presiden ke-8 AS  itu.

Tak seperti tujuh pendahulunya, Van Buren adalah presiden AS pertama yang terlahir sebagai warga negara AS, bukan Inggris. Menjabat sebagai presiden pada era 1837-1841, sejarah mencatat ia adalah satu-satunya Presiden AS yang memiliki Bahasa Belanda sebagai bahasa ibu. Demikian seperti dikutip dari History, Rabu (25/5/2016).

 



Hal itu disebabkan karena kedua orangtuanya adalah keturunan Belanda dan semasa kecilnya ia tumbuh di kawasan komunitas Belanda, Kinderhook, New York -- di mana sang ayah menjadi petani sekaligus pemilik kedai.

Van Buren mulai belajar Bahasa Inggris sebagai bahasa keduanya ketika ia menempuh pendidikan di sekolah lokal.

Van Buren, lahir pada 5 Desember 1782 -- enam tahun pasca deklarasi kemerdekaan AS dari Inggris. Ia pernah magang di sebuah kantor pengacara lokal pada tahun 1796 sebelum akhirnya membuka firma hukum sendiri pada tahun 1803.

Empat tahun setelah itu, Van Buren menikahi kekasihnya di masa remaja yang juga merupakan sepupunya, Hannah Hoes. Pasangan ini dikaruniai empat orang anak.

Hannah meninggal dunia pada 1819 karena TBC dan Van Buren diketahui tidak pernah menikah lagi.

Terjun ke Dunia Politik


Penampakan Gedung Putih pada tahun 1860 (whitehousemuseum.org).

Karier Van Buren di politik tergolong menanjak dengan cepat. Pada tahun 1812-1820, ia meraih dua kali masa jabatan di Senat Negara Bagian New York dan juga sempat menjadi jaksa agung negara bagian.

Pada tahun 1821, sosoknya terpilih menduduki kursi Senat AS di mana pada saat itu juga membentuk sebuah organisasi politik yang diberi nama 'Albany Regency'.

Setelah John Quincy Adams memenangkan pemilu pada tahun 1824, Van Buren memimpin oposisi di Senat. Ia juga membantu koalisi Jeffersonian Republicans yang mendukung Andrew Jackson dalam pemilu 1828. Kelak, koalisi itu lahir sebagai entitas politik baru, Partai Demokrat.

Martin Van Buren meninggalkan Senat pada 1828 menyusul terpilihnya ia sebagai Gubernur New York. Namun jabatan itu terpaksa ditinggalkannya, karena Jackson yang berhasil mengalahkan Adams menunjuknya menjadi Menteri Luar Negeri.

Pada tahun 1832, Van Buren meraih nominasi pertama sebagai calon wakil presiden dari Partai Demokrat. Bersama dengan Andrew Jackson ia maju dalam pemilu presiden dan keduanya berhasil menang. Beberapa tahun kemudian, ia menggantikan Jackson sebagai orang nomor satu di Negeri Paman Sam.

Sosok Van Buren disebut-sebut adalah tokoh kunci dalam pembangunan struktur organisasi demokrasi Jacksonian, khususnya di New York. Ketika menjabat sebagai presiden ia menolak aneksasi AS atas Texas -- sebuah tindakan yang 8 tahun berikutnya dilakukan John Tyler.

Ketika resmi menjadi penghuni Gedung Putih pada 4 Maret 1837, Van Buren bermaksud melanjutkan kebijakan Andrew Jackson -- dimana Jackson menutup Second Bank of United States dan menempatkan dana federal di bank lokal. Kebijakannya ini memunculkan kondisi The Panic, dimana tingkat pengangguran meningkat, terpuruknya dunia perbankan, depresi selama lima tahun sehingga era itu dikenang sebagai salah satu krisis ekonomi terburuk sepanjang sejarah AS.

Kekacauan yang melanda AS pada saat itu, membuat Van Buren menjadi sasaran empuk musuh politiknya yang berasal dari Partai Whig. Oleh lawan politiknya, ia bahkan dijuluki 'Martin Van Ruin'.

Meninggalkan Gedung Putih


Ruang oval di Gedung Putih (jimmycarterlibrary)

Peristiwa 'The Panic' dan sedikitnya capaian dalam empat tahun masa pemerintahannya membuat Van Buren, dijuluki sebagai salah satu presiden terburuk dalam sejarah AS. Perang Seminole atau Perang Florida juga ikut memperparah kondisi pemerintahannya.

Seorang politisi menyebutkan, Van Buren menentang isu perbudakan, namun ia tidak melakukan apapun atas hal itu. Sosoknya disebut tidak memiliki keberanian seperti pendahulunya, Andrew Jackson.

Pada 1840, dalam sebuah pemilu Van Buren dengan mudah dapat dikalahkan oleh William Henry Harrison. Ia pun meninggalkan Gedung Putih setelah memerintah AS untuk satu periode.

Seolah belum menyerah, Van Buren mencoba kembali maju dalam pemilu presiden pada tahun 1844, namun ia gagal dalam nominasi dari Partai Demokrat. Kegagalan saat itu tidak membuatnya kapok, ia kembali maju sebagai calon presiden pada tahun 1848 dari Partai Free Soil. Lagi-lagi, ia gagal.

Setelah tahun 1848, Van Buren memasuki masa pensiun panjangnya dengan menghabiskan waktu di Kinderhook -- menyimak isu perbudakan yang tengah memanas pada era 1850-an. Pada 1852 ia kembali ke Partai Demokrat, berlawanan dengan faksi pro-selatan, ia mendukung kaum Demokrat moderat.

Sebelum meninggal dunia pada Juli 1862, Van Buren menulis sebuah otobiografi. Dan ketika meninggalkan Gedung Putih, Van Buren sempat menyampaikan ungkapan klasik yang juga pernah disampaikan pendahulunya John Adams dan John Quincy Adams.

"As to the presidency, the two happiest days of my life were those of my entrance upon the office and my surrender of it."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.