Sukses

7 'Dosa Besar' yang Dihindari Pengelola Hotel

Sebesar apa pun nama sebuah hotel, kepuasan seorang tamu hotel seringkali berkurang justru karena hal-hal kecil.

Liputan6.com, New York - Kepuasan seorang tamu hotel seringkali berkurang justru karena hal-hal kecil, misalnya temuan sehelai rambut di kamar mandi. Baik rambut sendiri, apalagi kalau itu rambut orang lain.

Seorang piawai dunia perhotelan Anthony Melchiorri yang juga menjadi pembawa acara “Hotel Impossible” di Travel Channel, membeberkan sejumlah dosa dalam menjalankan usaha perhotelan. 

Dikutip dari CNN pada Selasa (3/5/2016), berikut ini adalah tujuh hal yang menurutnya menjadi "dosa" yang kerap dilakukan para pelaku usaha perhotelan:

1. Helai rambut di kamar mandi (atau di mana pun)

Sebesar apapun nama sebuah hotel, kepuasan seorang tamu hotel seringkali justru karena hal-hal kecil. Misalnya tentang sehelai rambut.(Sumber Shutterstock via CNN)

Menginap di hotel itu seperti setengah berkhayal. “Ketika masuk ke hotel, hal pertama yang harus dilakukan adalah meyakinkan diri bahwa kamar ini dibuat hanya untuk kita,” kata Melchiorri.

“Seakan belum pernah ada yang menempati sebelumnya, dan tidak ada yang perlu membersihkannya karena kamarnya sempurna.”

Mendadak kita mendapati sehelai rambut di kamar mandi atau noda di seprei. Enyahlah semua khayalan itu.

“Saat ketahuan tidak bersih, seakan ada suara dalam pikiran yang, menurut saya, merusak keseluruhan liburan,” jelasnya.

Dalam bisnis hotel, kebersihan ibarat "kesucian".

2. Petugas meja depan (front desk) yang tidak tanggap

Sebesar apapun nama sebuah hotel, kepuasan seorang tamu hotel seringkali justru karena hal-hal kecil. Misalnya tentang sehelai rambut.(Sumber Shutterstock via CNN)

Anggaplah petugas meja depan (front desk) itu seperti orangtua kita, demikian kata Melchiorri. Kalau ada yang berbuat salah, maka petugas meja depan bertanggungjawab “menjadi orang yang menjadikan semuanya baik-baik saja, memberi plester luka, memberi permen.”

Hal-hal buruk bakal terjadi ketika orangtua bertingkah atau mengabaikan kita. Misalnya, beberapa petugas meja depan pernah memberikan kunci kamar tamu kepada orang tidak dikenal.

Atau sebaliknya. Suatu ketika Melchiorri memerlukan sebuah garpu plastik untuk bersantap di kamar dan dalam 35 detik datanglah benda itu. Begitulah petugas meja depan yang melakukan tugasnya.

3. Manajer mikro atau tak terlihat

Sebesar apapun nama sebuah hotel, kepuasan seorang tamu hotel seringkali justru karena hal-hal kecil. Misalnya tentang sehelai rambut.(Sumber Shutterstock via CNN)

Mencoba menyelia hotel bukanlah hal yang mudah. “Ada sejumlah bisnis yang bisa berjalan tanpa tuntunan, misalnya Laundromat (cuci baju otomatis) atau pencucian mobil. Hotel tidaklah demikian,” katanya.

Hospitalitas adalah ketika orang-orang bekerja sama untuk menciptakan pengalaman yang hebat. “Kalau sang pemilik ataupun penjaga kerapian tidak mengerti pernyataan misi, maka kita menyaksikan tim yang tidak fungsional,” kata Melchiorri.

Manajemen mikro juga bisa menjadi masalah besar. Para manajer mikro bisa saja memberikan pengalaman hebat bagi tamu, tapi mereka tidak mempercayai bawahan, sehingga tergesa-gesa dengan karyawan, ujarnya.

“Kamu harus bisa percaya. Seperti ketika suatu saat kita melepaskan roda-roda latihan ketika belajar naik sepeda.”

Beberapa tahun lalu, Melchiorri membiarkan penjaga kerapihannya pulang lebih awal setelah membersihkan sesuai penugasan jumlah kamarnya, dibarengi dengan pemeriksanaan untuk memastikan bahwa kamar-kamar terlihat cemerlang.

“Mempercayai berbarengan dengan memastikan bukanlah manajemen mikro,” katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ketinggalan Zaman

4. Pernak-pernik ketinggalan zaman atau malah tidak ada

Sebesar apapun nama sebuah hotel, kepuasan seorang tamu hotel seringkali justru karena hal-hal kecil. Misalnya tentang sehelai rambut.(Sumber Shutterstock via CNN)

Dalam suatu kisah nyata, seorang pemilik hotel yang pernah ditemui Melchiorri bekerja dengan mengunakan piring kertas berlapis helai logam (foil) untuk memperbaiki layanan WiFi.

Begitulah bentuk kegagalan hotel dan suatu contoh bahwa ketika hotel pelit sekali demi mengejar keuntungan dan tidak ada sisa uang ditanamkan kembali untuk perbaikan dan perawatan.

Para pemilik hotel harus menyisihkan persentase keuntungan kembali kepada hotelnya, kata Melchiorri. Ia pernah bekerja sama dengan suatu hotel di California yang tarifnya jauh lebih mahal daripada para pesaing, tapi tidak memiliki kolam renang.

Di suatu daerah dengan iklim dan kompetisi yang menjadikan kolam renang sebagai hal yang penting, hal itu dengan sendirinya menghilangkan keuntungan bisnis.

Tentu saja, ketiadaan kolam renang bukanlah akhir dari segalanya, kata Melchiorri, tapi pengelola hotel harus mengisinya dengan bekerja jauh lebih keras untuk menciptakan pengalaman yang menarik kembalinya para tamu.

“Ramahlah kepada mereka, perlakukan seperti keluarga sendiri,” katanya.

5. Pelit dalam hal mendasar

Sebesar apapun nama sebuah hotel, kepuasan seorang tamu hotel seringkali justru karena hal-hal kecil. Misalnya tentang sehelai rambut.(Sumber Shutterstock via CNN)

Kalau ada kolam renang, tentunya harus mampu menyediakan handuk mandi. Handuk mandi adalah keharusan.

“Boleh-boleh saja menghemat pengeluaran, tapi ada yang mengurangi investasi untuk seprei baru, atau ogah menambah orang di saat sibuk, atau keputusan-keputusan sejenis yang berdampak buruk pada mutu,” kata Melchiorri.

Kehilangan tamu tentunya tidak sepadan dengan penghematannya.

“Kalau kamu tidak mengganti semen sambungan lantai kamar mandi, atau tidak menyediakan pernak pernik mandi yang baik, atau kamarnya tidak wangi, maka para tamu akan enggan.”

6. Penilaian apa adanya

Sebesar apapun nama sebuah hotel, kepuasan seorang tamu hotel seringkali justru karena hal-hal kecil. Misalnya tentang sehelai rambut.(Sumber Shutterstock via CNN)

Mengabaikan penilaian berarti mengabaikan para tamu. Dan ini berisiko pada bisnis.

Kebanyakan pengelola hotel merasa bahwa para pelanggan seringkali terlalu dramatis, tapi Melchiorri berpendapat bahwa 99% dari keseluruhan penilaian memang tepat.

Menangani keluhan menjadi hal kunci. Pada suatu hari, seorang bawahan Melchiorri tidak sengaja membuang buku acara milik seorang tamu berusia 13 tahun, padahal buku itu sudah ditandatangani oleh seluruh pengisi suatu acara pertunjukan Broadway.

Petugas concierge kemudian pergi ke teater pertunjukan itu dan meminta tandatangan di buku acara baru, lalu mengirimkannya kepada sang tamu.

Merasa tersentuh dengan niat baik itu, ibu sang remaja secara sukarela menarik penilaian gusarnya yang disampaikan secara daring (online) dan berterimakasih kepada pihak hotel. Nah, masalah selesai.

7. Waktu reaksi yang lambat

Sebesar apapun nama sebuah hotel, kepuasan seorang tamu hotel seringkali justru karena hal-hal kecil. Misalnya tentang sehelai rambut.(Sumber Shutterstock via CNN)

Ada beberapa pelanggan yang mudah dihadapi. Mereka memulai pembicaraan dengan, “Seandainya ada waktu…” atau “Saya sungguh menghargai sekiranya…”

Tentu saja tidak ada yang salah dengan pendekatan seperti itu, tapi tamu-tamu yang demikian tidak selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan dalam waktu yang tepat.

Lain dengan Melchiorri yang selalu mendapatkannya tepat waktu, karena ia menuntut “secara baik-baik dan langsung”, sehingga pegawai hotel menanggapi sesuatu yang segera.

Dan reaksi seperti itu penting untuk membangun kepercayaan para tamu untuk melakukan apapun yang menyebabkan mereka ke hotel tersebut, entah untuk bisnis, rapat, atau bahkan pemakaman seseorang.

Memberi reaksi secara cepat sama pentingnya dengan bersikap ramah. “Ketika ada pemilik hotel bilang, ‘Ah, hal-hal itu tidak penting, orang juga berbohong mengenainya,” maka saya pastikan kalian semua akan terdepak dari bisnis.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.