Sukses

Putin Tarik Mundur Pasukan dari Suriah

Peralihan langkah Rusia dari kekuatan hebat ke diplomasi. Putin menarik mundur pasukan dari Suriah untuk melakukan perundingan damai.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah pengumuman dari Kremlin menyatakan bahwa pada 14 Maret, Rusia akan menarik mundur pasukan mereka dari Suriah.

Ia mengatakan bahwa pesan yang dibawa oleh militer Rusia sudah tersampaikan, dan telah memutuskan untuk mendukung perundingan damai di Jenewa, yang akan dilakukan pada hari yang sama.

Dilansir dari The Economist, Minggu (3/4/2016), keputusan ini telah membuat dunia menebak-nebak niat Rusia sebenarnya dan langkah apa yang akan diambil Rusia selanjutnya.

Ada beberapa kemungkinan langkah yang akan diambil oleh Presiden Vladimir Putin selanjutnya. Pertama, Rusia tak akan menarik keseluruhan pasukannya, dengan mempertahankan pasukan AL di Tartus. Sebagai antisipasi jika gencatan senjata yang disepakati Rusia dan Amerika bulan lalu ambruk, mereka bisa dengan cepat melakukan tindakan.

Tapi untuk sekarang Rusia bisa menghemat dana operasi kemiliteran mereka yang mencapai US $ 3 juta sehari, sekaligus mempertahankan keuntungan yang mereka miliki.

Kedua adalah Putin memang sengaja mengatakan pasukannya telah 'memenuhi misi mereka di Suriah'. Menarik mundur pasukan mereka dari Suriah adalah cara mereka untuk bisa mengatakan bahwa intervensi yang dilakukan mengarah kepada ISIS, bukan mempertahankan rezim Bashar al-Assad.

Sekitar 9.000 penyerangan telah dilakukan oleh pesawat-pesawat Rusia sejak Oktober, telah mengubahkepihakan militer kepada rezim tersebut.

Menteri pertahanan Rusia, Sergei Shoygu mengatakan mereka telah membantu pemerintahan merebut kembali kendali di sekitar 400 lokasi dan 10.000 kilometer persegi wilayah.

Meski mempertahankan rezim menjadi objektif, Putin tidak pernah berniat memberikan bantuan kepada Assad untuk merebut kembali sebagian negaranya.

Pembicaraan Assad yang terlalu percaya diri belakangan ini dan kengganannya untuk mendukung proses perdamaian PBB telah dipandang buruk oleh Rusia. Menurut para ahli hal ini memberikan indikasi bahwa Putin akan menelantarkan Assad.

Pandangan ini telah berujung kepada langkah ketiga niatan Rusia. Menteri Luar Negeri, John Kerry dan Menteri Pertahanan Sergei Lavrov, telah membahas terkait kemungkinan untuk membentuk struktural federal Suriah sebagai satu-satunya cara untuk menciptakan perdamaian.

Presiden Suriah, Bashar al-Assad, berjabat tangan dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin (Foto: Reuters)

Tertekan oleh Rusia dan Iran, minoritas kelompok Alwite di bawah kendali Assad akan mendapat kendali wilayah barat, dari Latakia hingga bagian selatan Damaskus. Sementara sisa bagian negara akan dialihkan kepada oposisi Suni, yang akan mendapat bantuan oleh negara-negara Barat dan AL Rusia untuk mengusir ISIS dari pertahanannya di Raqqa.

Mungkin saja ini menjadi solusi sederhana, tapi fakta-fakta di darat belum mendukung. Salah satu rintangan untuk membagikan wilayah adalah masih berlangsungnya perebutan kekuasaan di kota-kota besar seperti Aleppo dan Homs. Dalam beberapa minggu ini, pasukan pro-rezim telah melakukan pengepungan di Aleppo.

Namun, konklusi keempat adalah mungkin militer Rusia dan Iran tidak memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuan pasukan Suriah, yang telah mengalami penurunan selama konflik lima tahun serta kegagalan kelompok milisi Shia dalam melakukan perlawanan untuk mempertahankan kota. Sementara itu menurut laporan, pihak Iran secara diam-diam juga telah menarik mundur pasukan militer mereka di mana telah mengalami kekalahan belakangan ini.

Namun, dengan segala sesuatu yang terjadi, masih terlalu dini untuk mengatakan apa yang akan terjadi dalam perundingan PBB di Jenewa yang digelar oleh Staffan de Mistura.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini