Sukses

Fakta Mengejutkan Soal Bakteri yang Bikin Gagal Diet

Yakinkah Anda sudah melakukan diet dengan benar? Dengan mengonsumsi makanan berkandungan gizi tepat dan berolahraga.

Liputan6.com, London - Yakinkah Anda sudah melakukan diet dengan benar? Dengan mengonsumsi makanan berkandungan gizi tepat dan berolahraga.

Tapi ternyata hal itu tidaklah cukup, kata profesor Tim Spector, seorang pengajar Epidemiologi Genetik di King’s College London.

Menggunakan metode penelitian yang mumpuni, ia mengungkapkan peran bakteri dan mikroba dalam penurunan berat badan, serta cara diet yang salah dan merebaknya obat antibiotik pemusnah organisme baik tersebut.

Menurut Tim Spector, dari hasil penelitian satu dekade lalu, ditemukan hubungan bakteri pencernaan sebagai penanda obesitas dan sebagai penyebabnya. Tapi masyarakat dan jenis diet modern merusak bakteri baik tersebut.

Apalagi dengan merebaknya antibiotik, peningkatan kelahiran Caesar, dan obsesi kita kepada kebersihan.

Dikutip dari News.com.au pada Kamis (26/2/2016), penulis buku ‘The Diet Myth’ itu kemudian memberikan informasi mengejutkan terkait pengaruh mikroba yang kerap bikin gagal diet:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Junk Food Hingga Lahir Caesar

Makanan 'junk food' pemusnah bakteri baik

Tahukah Anda bahwa junk food atau makanan cepat saji bisa membunuh bakteri maupun mikroba baik dalam tubuh? 

Tim Spector melakukan uji coba terkait hal itu kepada anaknya, Tom Spector. Ia meminta putranya hanya menyantap junk food selama 10 hari. Hasilnya mengejutkan, awalnya sang anak memang bersukacita tapi belakangan justru tak lagi tertarik dan menginginkan salad.

Dari eksperimen itu didapati bahwa mikroba pencernaan dalam tubuh putranya tergerus, dan menyusut jumlahnya hingga 40% hanya dalam waktu singkat.

"Pada hari keempat, bisa dikatakan ia hampir seperti mabuk setiap usai makan."

Menurut Tom, spesies mikroba dan bakteria baik sangat penting karena berperan menghasilkan vitamin dan gizi yang kemudian menghasilkan zat-zat kimia menyehatkan.

"Semakin beragam spesies bakteri yang ada, semakin beragam pula zat pencernaan yang dihasilkan. Lalu semakin banyak gizi yang mereka serap dari makanan. Maka sistem kekebalan tubuh kita akan meningkat dan terhindar dari obesitas."

Para peneliti kemudian menguji teori bahwa keberagaman mikroba pada penderita obesitas, dengan sebuah penelitian menggunakan tinja dari seorang suku Afrika purba.

Tom mengatakan bahwa hanya diet dan olahraga saja tidak bisa menjelaskan kenapa orang bertambah berat badan. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa penggunaan meluas antibiotik berdampak kepada pencernaan -- terutama jika dikonsumsi pada usia muda -- dan dapat berdampak kepada tingkat obesitas di kemudian hari.

"Selama lebih dari 30 tahun terakhir, orang terus semakin gemuk sehingga jelaslah bahwa diet dan olahraga saja tidak mempan. Sekedar olahraga memang tidak cukup untuk menurunkan berat badan. Hanya segelintir orang yang bisa menurunkan berat dengan cara ini."

Kelahiran Caesar

Dari tayangan dokumenter dan penjelasan pada bukunya, Tom juga menggoyahkan sejumlah mitos misalnya menghindari makanan berlemak, meniadakan karbohidrat, dan memaksa diri untuk diet ekstrem. Ia bersikeras bahwa diet saja tidak akan berhasil jika tak ada mikroba kunci, yang diperlukan untuk mengatur dan mencerna makanan dengan benar.

Menurutnya, bayi yang lahir secara alamiah lebih rendah kemungkinannya menjadi kegemukan. Karena mikroba penting itu terbentuk secara natural pada bayi yang lahir alamiah -- bukan melalui proses Caesar.

Guna menghindari terbunuhnya mikroba baik, maka Anda bisa menyantap probiotik yang ada dalam yoghurt, umbi-umbian, kacang-kacangan, zaitun, dan makanan kaya serat.

"Biarkan juga anak-anak main di tempat kotor."

Tom pun membeberkan bahwa mayoritas orang Australia memiliki sedikit jumlah mikroba dan bakteri tersebut.

"Warga Australia lazimnya memiliki 1/3 atau 1/2 lebih sedikit jumlah mikroba dalam pencernaannya, dibandingkan dengan orang-orang suku Afrika, dan kurangnya keberagaman menyebabkan kurangnya pertahanan terhadap alergi."

"Sebelum mencapai usia 18 tahun, rata-rata orang Australia pernah mendapatkan 16 hingga 17 kali pengobatan antibiotik. Benar-benar mengacaukan semuanya. Seperti menunggu bom atom meledak."

Ia juga memaparkan bahwa banyak petani memberikan antibiotik kepada ternak mereka bukan untuk penyembuhan penyakit, tapi untuk penggemukan -- suatu pola yang jelas terlihat pada manusia yang mengkonsumsi antibiotik.

"Ini kecenderungan yang tidak baik, kita melawan evolusi," jelas Tom.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.