Sukses

Mengapa Jendela Pesawat Terbang Lonjong? Ini Jawabannya

Pojok-pojok sebuah kotak mengumpulkan tekanan dan dapat mengarah kepada kegagalan akibat kelelahan struktur.

Liputan6.com, London - Pernahkah memperhatikan bahwa jendela-jendela pesawat terbang selalu berbentuk lonjong dan bukan persegi? Mungkin ini membuat sejumlah penumpang pesawat bertanya-tanya.

Sebuah video yang dikeluarkan baru-baru ini menawarkan penjelasan sederhana. Kata kuncinya, bentuk itu dipilih demi keselamatan penerbangan.

Dikutip dari Daily Mail, Kamis (21/1/2016), bentuk jendela yang kotak akan mengakibatkan penumpukan tekanan pada sudut-sudutnya.

Sementara, jendela yang membulat secara drastis mengurangi kemungkinan penumpukan tekanan itu.

Video yang dibuat Real Engineering menggunakan sejumlah diagram, untuk menjelaskan aliran tekanan melalui kabin selama penerbangan.

Dipaparkan pula sejumlah titik pada jendela yang mengalami peningkatan tekanan.

Jendela pesawat terbang dibuat lonjong untuk mengurangi tekanan pada pokok-pojok jendela yang dapat membuat rengat bahan badan pesawat. (Sumber Daily Mail)

"Pojok-pojok sebuah kotak mengumpulkan tekanan dan dapat mengarah kepada kegagalan akibat kelelahan struktur," demikian dijelaskan Dai Wittingham, pemimpin Eksekutif Komisi Keselamatan Penerbangan Inggris menjelaskan kepada MaiOnlineTravel.

“Para perancang lebih memilih jendela lonjong karena memberikan ruang pandang yang lebih luas yang sepadan dengan tinggi badan kebanyakan penumpang saat duduk.”

Bagian terpendek pada bidang lonjong itu dirancang agar lengkungannya tidak menciptakan tekanan yang tidak aman kepada bahan-bahan di sekitarnya.

“Belakangan ini kami mulai melihat ada sejumlah perancang yang memilih bentuk lebih persegi, tapi selalu dengan pojokan yang melengkung.”

Pesawat jet komersial pertama, ternyata jendela-jendelanya berbentuk persegi sehingga membahayakan. (Sumber Daily Mail)

Pesawat-pesawat jet mula-mula memiliki jendela-jendela persegi dan para perancang pesawat baru menyadari kesalahan secara ilmiah itu setelah sudah terlambat.

Hal tersebut terlihat pada pesawat jet komersial pertama, De Havilland Comet, ketika sebuah pesawatnya hancur di udara pada 1954.

Pesawat terbang itu memiliki jendela persegi. Penyelidikan mengungkapkan bahwa salah satu jendelanya menjadi sumber kegagalan struktur yang menewaskan semua orang di dalam pesawat.

Perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar pesawat menyebabkan badan pesawat sedikt mengembang, dan, dalam keadaan demikian, sudut tajam pada jendela menambah tekanan.

Pesawat jet komersial pertama, ternyata jendela-jendelanya berbentuk persegi sehingga membahayakan. (Sumber Daily Mail)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lubang Napas pada Jendela

Robbie Gonzalez dari iO9 mengajukan pertanyaan kepada Marlowe Moncur, direktur teknologi di GKN Aerospace. Soal ‘lubang napas’ pada jendela yang berguna sebagai katup pengaliran.

Merujuk kepada sebuah paten yang diajukan oleh Daimlerchrysler Aerospace Airbus pada 1997, dijelaskan bahwa ‘saluran udara’ ini membantu menjaga ‘tekanan atmosferik eksternal’ di dalam lapisan jendela.

Jendela pesawat terbang memiliki 'lubang nafas' guna mengatur tekanan udara kabin pesawat. (Sumber Daily Mail)

Pada pesawat terbang, udara diberi tekanan oleh mesin yang memampatkan udara selagi beredar melewati sejumlah kipas.

Untuk menjaga tekanan udara kabin, bahkan ketika berada pada ketinggian, udara yang mengalir ini ditahan di dalam kabin menggunakan katup aliran keluar.

Cara kerjanya mirip dengan penggembungan sebuah ban. Di pesawat, udara bertekanan tinggi 'dipompa’ ke dalam kabin dan udara ini berasal dari tahap kompresi pada mesin.

Sejumlah sensor mengukur besarnya tekanan dalam kabin dan katup ini melepaskan udara pada suatu kecepatan tertentu guna menjaga tekanan udaranya. Sebagai contoh, ketika pesawat terbang sedang parkir, katupnya membuka. Katup ini baru menutup ketika pesawat mulai lepas landas.

Tekanan udara di permukaan laut adalah sekitar 14,7 PSI. Sebagai perbandingan, ketinggian jelajah pesawat adalah sekitar 9.150 meter dan 12.200 meter, yang tekanan udaranya sekitar 4,3 PSI.

Karena kurangnya oksigen pada ketinggian itu, pesawat itu harus diberi tekanan udara supaya nyaman dan aman bagi penumpang.

Philip Spiers, seorang kepala di Advanced Structural Testing Centre di University of Sheffield Advanced Manufacturing Research Centre (AMRC) di bawah naungan Boeing mengatakan kepada Daily Mail bahwa pada ketinggian tersebut “tidak cukup banyak molekul-molekul oksigen untuk mendukung kehidupan.”

“Tekanan rendah menurunkan titik-titik didih di dalam tubuh manusia dan ketika di tepian angkasa. Hal ini dapat mendidihkan darah dan air mata.”

Pesawat terbang memang tidak terbang setinggi itu, tapi ketinggian terbangnya biasanya lebih tinggi dari puncak Everest dan pesawat terbangnya mengambil udara kabin dari mesin.

Mesin-mesin pesawat terbang bertugas memampatkan udara di depannya untuk menciptakan daya dorong, tapi, seperti penjelasan Spiers, mesin-mesin ini juga merembeskan sebagian udara ini untuk dikurangi kelembapannya dan memompanya ke dalam kabin untuk memberikan tekanan udara.

“Pesawat terbang memiliki tekanan udara yang lebih tinggi di dalam daripada di luar. Bisa dimisalkan dengan kaleng Coca Cola—mengocoknya membuatnya pejal dan keras, tapi setelah tekanan hilang, kalengnya lembek lagi. Tekanan ini meregangkan kulit di sekujur pesawat.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini