Sukses

Kisah Perjuangan Muslimah Malaysia Lawan Label `Teroris` AS

Pada 2005, Rahinah Ibrahim diborgol dan ditahan dalam perjalanan ke Kona, Hawaii. Tak cuma itu, visanya pun dicabut.

Upaya hukum Rahinah Ibrahim selama 9 tahun berbuah keberhasilan. Perempuan berjilbab asal Malaysia itu berjuang untuk melawan dan mencari tahu mengapa ia dimasukkan pada daftar larangan terbang Amerika Serikat.

Kasusnya berawal pada 2005 silam, Rahinah yang merupakan mahasiswi Stanford University diborgol dan ditahan dalam perjalanan ke Kona, Hawaii. Setelah diinterogasi selama 2 jam di Bandara San Francisco, ia dinyatakan keliru ditempatkan pada daftar pengawasan aparat. Demikian dimuat New York Times.

Namun, itu baru awal dari segala masalahnya. Saat ia kembali ke AS, Rahinah terkejut bukan kepalang saat mengetahui visanya dicabut, dengan alasan terkait terorisme. Anggota dari sebuah organisasi profesional tersebut diperkarakan hanya karena memiliki nama yang sama dengan anggota kelompok teroris.

Untuk membersihkan nama baiknya, Rahinah menggugat, meski ia dilarang masuk ke AS. Kasusnya disidang dengan penuh kerahasiaan.

Gugatan Rahinah akhirnya tuntas disidang. Ia menang. Bahkan menjadi orang pertama yang berhasil melawan status daftar larangan terbang AS.

Lantas terungkap, agen FBI yang ada di San Jose, Kevin Kelly diduga memasukkan nama perempuan berkaca mata itu masuk daftar larangan terbang.

Si agen diduga salah memahami petunjuk pada formulir dan 'salah memasukkan' Rahinah sebagai tersangka teroris.

"Pada akhirnya, pemerintah telah mengakui bahwa penggugat tidak menimbulkan ancaman bagi keselamatan udara atau keamanan nasional dan seharusnya tidak pernah ditempatkan pada daftar larangan terbang, " tulis Hakim Distrik AS William Alsup, seperti dimuat News.com.au, Senin (10/2/2014).

"Namanya ada di sana akibat kesalahan manusia, dalam FBI...Dia (agen) memeriksa kotak yang salah, mengisi formulir tak sesuai petunjuk."

Hakim telah mengeluarkan putusan singkat pada bulan lalu, yang menyatakan Rahinah adalah korban dari kesalahan birokrasi.

Putusan tersebut disambut gembira pihak penggugat. "Keadilan akhirnya datang untuk klien kami , seorang wanita tak berdosa yang terjebak dalam administrasi negara yang cacat," kata pengacara  Rahinah, Elizabeth Pipkin, seperti Liputan6.com kutip dari New Straits Times.

Larangan terbang AS diyakini Rahinah merusak nama baik secara pribadi dan profesional. Perempuan cerdas itu kini menjabat sebagai dekan arsitektur di Universitas Putra Malaysia.

Rasanya Bagai Tersengat Listrik

Meski telah menang, apa yang terjadi hampir 1 dekade lalu masih lekat dalam ingatan Rahinah. Hari di mana ia dilabeli sebagai 'teroris'.

"Punggung saya seolah-olah terkena sengatan listrik, di tiap detak jantung saya. Saya berulang kali meminta obat penghilang rasa sakit dan nyaris ambruk, tapi mereka mengabaikan saya. Hingga paramedis tiba, mereka baru percaya," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari The Malay Mail.

Rahinah menambahkan, dia terpaksa duduk di kursi roda selama penangkapan, yang terjadi di konter check-in bandara.

"Saya sekonyong-konyong diborgol di konter itu, tanpa penjelasan yang diberikan oleh polisi, dan diperlakukan seperti seorang kriminal kelas kakap," kata ibu 4 anak itu.

Meski demikian Rahinah tak lantas kapok ke AS. Ia menganggap pengalaman buruknya adalah masa lalu. Kini, ia terus mengejar prestasi akademik dan melakukan kolaborasi riset dengan para kolega di AS.

"Saya berharap tidak ada lagi orang yang dianiaya dan namanya dimasukkan pada daftar larangan terbang, dan menghadapi apa yang saya alami," tambah dia. (Ein/Yus)

Baca juga:

Terbongkar, Skandal Penipuan `Korban 9/11` Eks Polisi New York
Sebelum Al Qaeda Picu 9/11, Hitler Berniat Hancurkan New York
Ada Suara Misterius dari Eks Menara WTC, Warga New York Merinding

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini