Sukses

Snowden: Ponsel SBY Disadap Australia

Dalam dokumen yang dibocorkan whistleblower Edward Snowden, Presiden Susilo Bambang Yudhyono disadap Australia.

Belum reda isu penyadapan yang dilakukan Australia, kini kabar tersebut kembali muncul. Para pemimpin negara Indonesia terungkap menjadi target penyadapan Pemerintah Australia.

Dalam dokumen yang dibocorkan whistleblower Edward Snowden, mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat, Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) disadap Australia.

Berdasarkan laporan yang dimuat The Guardian dan ABC, Senin 18 November 2013, disebutkan SBY bersama 9 jajaran petinggi negara, termasuk Wakil Presiden Boediono dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menjadi target penyadapan pada 2009.

"Target penyadapan juga termasuk 9 jajaran di lingkaran pemimpin Indonesia, termasuk the first lady, Kristiani Herawati atau lebih dikenal Ani Yudhoyono," tulis The Guardian.

[baca juga: Australia-AS Kerja Sama Sadap Indonesia Saat KTT Bali 2007?]

Di dalam dokumen itu tertulis bahwa intelijen elektronik Australia (Defence Signals Directorate/DSD) melacak kegiatan SBY melalui telepon genggamnya, Nokia, selama 15 hari pada Agustus 2009. Ketika itu Australia dipimpin Kevin Rudd dari Partai Buruh.

Dalam salah satu dokumen bocoran Snowden berjudul "3G Impact and Update" yang dilaporkan ABC, tertulis upaya pemetaan intelijen Australia untuk mengikuti peluncuran teknologi 3G di Indonesia dan seluruh Asia Tenggara.

"Sejumlah opsi penyadapan didaftarkan dan sebuah rekomendasi pun dibuat untuk memilih salah satu dari para petinggi dan menerapkannya ke sebuah target. Dalam hal ini para pemimpin Indonesia," lapor ABC.

Dalam halaman lain berjudul "Indonesian President voice events", disebutkan adanya dugaan memata-matai call data records (CDR) atau daftar rekaman panggilan.

"Alat tersebut bisa memonitor siapa yang menelepon dan yang ditelepon (dalam ponsel yang disadap) namun tak mengetahui isi pembicaraannya," tulis ABC.

Dokumen itu muncul di tengah memanasnya hubungan Indonesia dan Australia setelah munculnya isu adanya alat penyadapan di Gedung Kedutaan Besar (Kedubes) Australia di Jakarta.

Pelanggaran Serius

Menteri Luar Negeri Mary Natalegawa menyatakan protes keras kepada Australia. Menurut dia, jika penyadapan benar terjadi, hal ini bukan saja merupakan pelanggaran keamanan, melainkan juga pelanggaran serius norma serta etika diplomatik dan tentunya tidak selaras dengan semangat hubungan persahabatan antar negara.

"Indonesia tidak dapat menerima (penyadapan). Dan mengajukan protes keras terhadap berita tentang keberadaan fasilitas penyadapan di Kedubes AS di Jakarta," tegas Marty, 30 Oktober 2013.

Juru bicara kepresidenan Teuku Faizasyah menegaskan pemerintah Australia harus mengklarifikasi kabar penyadapan ini untuk mencegah buruknya hubungan kedua negara.

"Untuk mencegah memanasnya hubungan kedua negara. Tapi ini telah terjadi," kata Faizasyah, Senin (18/11/2013).

Wakil Presiden Boediono yang baru-baru ini melakukan kunjungan ke Australia menyatakan, pemerintah RI dan Australia harus membuat kesepakatan tentang informasi intelijen agar tidak mengambil keuntungan sepihak dari pihak lain.

"Tentunya kami sangat serius menanggapi isu ini. Harus ada jaminan agat tidak ada aksi intelijen dari satu pihak ke pihak lain," ujar Boediono, pekan lalu. 

Perdana Menteri Australia Tony Abbott menyatakan, pihaknya mengaku tengah mengumpulkan informasi dan mencari tahu kebenaran isu penyadapan itu. Hingga kini, menurut dia, pemerintah Australia belum bisa membeberkan secara detail soal penyadapan ini.

"Hubungan kami dengan Indonesia sangat dekat dan kooperatif," ujar Abbott, pekan lalu. (Riz/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini