Sukses

Malaysia Punya Putrajaya, Kapan Indonesia Pindah Ibukota?

Putrajaya, ibukota baru Malaysia menjadi sebuah kota modern yang ditata apik.

Bendera partai dan poster calon anggota legislatif yang bertebaran lebih banyak dari jumlah penduduk ibukota pemerintahan Malaysia, Putrajaya yang nampak, pada Sabtu (4/5/2013). Suasana kota nyaris kosong melompong.

Jalanan lengang, hanya satu dua mobil yang melaju. Bus-bus yang tetap dioperasikan hanya diisi segelintir penumpang. Kerumunan yang terlihat adalah turis yang berfoto bersama di Jembatan Wawasan. Semua kantor tutup. Beberapa pekerja kebersihan dan instalasi terlihat sibuk melakoni tugasnya.

"Kebanyakan penduduk Putrajaya adalah kaki tangan pemerintah (pegawai pemerintah). Beginilah suasana kalau Sabtu dan Minggu, apalagi masa pilihan raya, banyak yang pulang kampung untuk undi (memilih)," kata M Rofiq, sopir bus yang melayani rute Putrajaya kepada Liputan6.com. "Kalau mau, coba saja tidur-tiduran di jalan. Tak apa"

Di sisi lain, suasana sepi makin menegaskan figur Putrajaya: bangunan-bangunan megah bernuansa mediterania, jalanan lebar dan mulus, tata kota yang teratur, taman serta tumbuhan di sana sini. Sebuah kota modern yang ditata apik.

Putrajaya dibangun tahun 1999, dimulai dari nol di bekas ladang sawit seluas 46 hektar. Jaraknya 25 km dari Kuala Lumpur, yang tetap menyandang predikat sebagai ibukota. Jarak yang makin terasa pendek karena didukung sistem transportasi yang baik: kereta api dan bus yang menghubungkan dengan daerah sekitar. Bus, taksi, dan boat melayani perpindahan orang di dalam Putrajaya.

"Dengan pusat-pusat kerajaan berkumpul seperti ini makin memudahkan urusan. Di sini juga tidak ada macet seperti di Kuala Lumpur. Meski ada juga yang anggap pembangunan Putrajaya pemborosan," tutur M Rofiq.

Ada sisi positif dan negatif soal ibukota baru negerinya itu. "Ada juga yang pikir, bagaimana kalau misalnya ada yang menyerang di sini, habislah semua!" canda dia.

Sementara sopir taksi, Imam Kaedi mengaku bangga dengan ibukota barunya itu. "Saya pernah antar tamu dari Jerman. Dia kagum Malaysia punya ibukota seperti ini," kata dia.

Memang, kata Imam, pembangunan Putrajaya sempat menimbulkan kontroversi. "Ada orang nilai mubazir. Tapi pikir 10-20 tahun, ke masa depan, ini amat berguna," kata dia, yakin Putrajaya akan membangkitkan kemajuan ekonomi dan pembangunan di wilayah sekitarnya.


Lalu lintas di Putrajaya, Malaysia/Elin Yunita Kristanti

Bagaimana Indonesia?


Soal ketegasan untuk memutuskan pemindahan ibukota, meski hanya administrasinya, harus diakui negeri jiran maju beberapa langkah dari kita.

Sejak lama, wacana pemindahan ibukota Indonesia timbul tenggelam. Berkali-kali mencuat jadi kontroversi, lalu redam. Palangkaraya yang diimpikan Presiden Soekarno atau sedikit melipir ke Jonggol yang pernah diwacanakan Soeharto, dua-duanya tak jelas realisasinya.

Sementara, Jakarta makin padat, sesak, dan macet. Dan tak ketinggalan, banjir! Ibukota saat ini tak kuat lagi menanggung beban pertambahan penduduk dan pesatnya pembangunan. Makin jauh dari gambaran sebuah ibukota yang ideal.

Wacana pemindahan ibukota juga jadi pertimbangan Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. SBY meminta para jajaran stafnya untuk merampungkan rencana pemindahan Ibukota secara matang.

"Dan Bapak Presiden yang saya ingat kata-kata beliau adalah kita harus berpikir hari ini sebelum kita terlambat," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai Januari 2013 lalu.

Dan alasannya tak semata-mata macet dan banjir di DKI Jakarta, melainkan untuk meratakan pembangunan.

Sementara, Pengamat Perkotaan, Nirwana Yoga justru mengatakan, saat ini belum perlu untuk memindahkan ibukota dari Jakarta. "Karena saya yakin dananya juga pasti belum ada. Pasti juga dibutuhkan dana yang besar untuk memindahkan suatu ibukota negara," kata dia saat dihubungi Liputan6.com baru-baru ini.

Nirwana Yoga menyarankan, lebih baik saat ini dana dan energi difokuskan untuk menyelesaikan masalah-masalah di Jakarta. "Kita benahi Jakarta dulu agar lebih baik, jangan membahas wacana-wacana seperti, itu sama saja kita debat kusir. Tidak ada penyelesaiannya."

Soal Putrajaya, dia menilai, Malaysia punya alasan yang kuat untuk membuat keputusan itu. "Di Putrajaya itu hanya untuk ibukota pemerintahan dan steril dari kegiatan ekonomi." (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.