Sukses

Soal Sabah, Kenapa Malaysia 'Takut' ke Mahkamah Internasional?

Kolumnis Filipina Neal H. Cruz mengatakan, bukti bahwa Sabah "jelas" milik Kesultanan Sulu membuat Malaysia "takut" ke Mahkamah Internasional.

Melalui Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ), Malaysia berhasil merebut dua pulau, Sipadan dan Ligitan dari tangan Indonesia. Pada 17 Desember 2002, 16 dari 17 hakim menyatakan RI kalah. Sengketa yang melibatkan urat syaraf dua negeri berjiran sejak 1997 itu akhirnya berakhir.

Kala itu Malaysia menang berdasarkan pertimbangan efektivitas, bukan historis. Pemerintah Inggris --yang pernah menjajah Malaysia -- telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan peraturan perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak 1930 dan operasi mercu suar sejak 1960-an.

Kini sengketa kembali terjadi. Sejumlah orang yang mengaku ahli waris Kesultanan Sulu mengklaim wilayah Sabah adalah wilayah kekuasaannya. Mereka mengirim lebih dari 200 orang yang dipimpin Raja Muda Agbimuddin Kiram dan menduduki Kampung Tanduo di Lahad Datu.

Pihak Malaysia menganggap aksi itu sebagai usaha merongrong kedaulatan negara. Militer Malaysia -- kesatuan udara, darat, laut, ditambah kepolisian -- dikirim ke Lahad Datu untuk membombardir para loyalis Sultan Sulu.

Seorang kolumnis Filipina Neal H. Cruz mengatakan, bukti bahwa Sabah "jelas" milik Kesultanan Sulu membuat Malaysia "takut" membawa sengketa itu ke Mahkamah Internasional.

Seperti dimuat situs media Malaysia, The Malaysian Insider, Jumat (8/3/2013), Cruz mengatakan, seharusnya baik pihak Malaysia maupun Filipina "membujuk" para loyalis Sulu keluar dari Sabah. "Lalu memulai negosiasi atau memperkarakan kasus ini ke Mahkamah Internasional," tulis dia.

Namun, apa yang dilakukan Malaysia mempertontonkan bahwa negeri jiran takut mengambil dua opsi itu. "Mengapa Malaysia takut untuk melakukan kedua hal itu? Karena secara historis dan bukti dokumen jelas membuktikan Sabah  adalah milik Kesultanan Sulu," tulis Cruz.

Padahal, Cruz mengklaim, Sabah "tak penting" bagi Malaysia. Pemerintahan Federal di Semenanjung Malaysia telah lama mengabaikan wilayah kaya sumberdaya itu.

"Namun Sabah sangat penting bagi rakyat Sulu di Filipina, yang dekat dengan Sabah." Cruz menambahkan, PBB harus turun tangan sebelum lebih banyak orang meninggal dalam bentrokan di Sabah.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, meminta kedua pihak agar menghentikan ketegangan dan memulai dialog perdamaian. "Sekjen PBB terus memantau perkembangan konflik ini. Ia meminta agar konflik dihentikan dan berdialog secara damai," kata juru bicara Ban, seperti dilansir situs resmi PBB, Kamis (7/3/2013).

Malaysia: Sabah Sah Milik Kami

Di sisi lain, sejarawan Malaysia, Tan Sri Khoo Kay Kim, menegaskan, jika masalah ini sampai dibawa ke pengadilan internasional, Malaysia jelas bakal menang. Ia bahkan berani bertaruh.

"Bila masalah ini dibawa ke pengadilan internasional, Malaysia punya peluang besar untuk memenangkannya. Sebab Sabah sudah lama menjadi bagian negara kami," cetus dia seperti dilansir The Star, Rabu (6/3/2013).

Profesor Emeritus itu berdalih, meskipun sebenarnya wilayah Tanduo merupakan bagian dari Kesultanan Sulu, tapi wilayah tersebut kemudian diambil alih oleh British North Borneo Company di bawah kekuasaan Kerajaan Inggris -- yang kemudian dikenal sebagai Sabah pada 1882.

Menteri Informasi, Komunikasi, dan Kebudayaan Datuk Seri Dr Rais Yatim juga mengatakan, berdasarkan hukum internasional, wilayah Sabah adalah milik Malaysia, tidak bisa diklaim oleh pihak manapun.

"Berdasarkan catatan Cobbold Commission 1963, mayoritas penduduk Sabah mengakui wilayah mereka bagian dari Federasi Malaysia," kata Rais di Distrik Jelebu, Malaysia. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini