Sukses

Satu Juta Anak Afrika Terancam Kelaparan

PBB memperingatkan akan adanya ancaman kekeringan yang berujung bahaya kelaparan di wilayah Sahel, Afrika.

Liputan6.com, Jakarta: PBB memperingatkan akan adanya ancaman kekeringan yang berujung bahaya kelaparan di wilayah Sahel, Afrika. Sekitar satu juta anak akan terkena dampaknya dari keseluruhan 15 juta penduduk yang berada di wilayah tersebut. Sahel, wilayah transisi antara Gurun Sahara di utara dengan padang sabana Sudan di selatan, membentang sepanjang 1.000 kilometer dari Samudra Atlantik sampai ke Laut Merah. Wilayah ini melewati delapan negara dan pernah mengalami krisis pangan di tahun 2010.

"Kami perkirakan akan ada lebih dari sejuta anak yang mengalami malnutrisi akut. Yang harus diketahui di sini, malnutrisi itu bisa membunuh," kata Direktur Program Darurat UNICEF Louis-Georges Arsenault. "Kami butuh sumber daya tambahan untuk bisa memenuhi tanggung jawab ini sebelum terlambat dan banyak nyawa melayang."

UNICEF saat ini meminta tambahan dana US$ 120 juta (Rp 1,1 triliun) untuk mengatasi krisis kelaparan di Afrika. Namun, hingga saat ini uang yang terkumpul baru setengah dari yang diminta.

Ditambahkan Direktur Eksekutif World Food Program Ertharin Cousin, dibutuhkan kerja sama banyak pihak untuk mengatasi hal ini. Terutama karena "Jendela kesempatan menyelamatkan banyak nyawa makin sempit tiap harinya."

Sekitar setahun lalu, kekeringan juga mempengaruhi hidup jutaan warga lainnya di Afrika Timur. Somalia termasuk salah satu negara dengan kematian anak terburuk, 30.000 nyawa. Jumlah ini merupakan hasil kombinasi kekeringan, konflik internal negara, dan matinya pemerintahan. Bantuan dari pihak asing pun gagal masuk ke Somalia.

"Di wilayah Ouallam dan Maradi (Nigeria), kami melihat ayah dan ibu yang berjuang memberi makan keluarganya. Kelaparan sudah mulai terjadi lebih cepat dari musim kelaparan biasanya," ujar pernyataan bersama Cousin bersama Anggota Komisi Tinggi Pengungsi, António Guterres.

Sahel dan wilayah Afrika Timur merupakan lokasi yang sudah sering menderita kekeringan. Warga lokal pun sudah beradaptasi dengan alam mereka yang keras. Namun, beberapa pihak yang terdiri atas peneliti lingkungan menyebut, jika kekeringan terjadi makin parah karena perubahan iklim.(NatGeo/ADO)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini