Sukses

Ikut Campur Pilpres 2016, AS Jatuhkan Sanksi ke 24 Entitas Rusia

Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru kepada 24 entitas Rusia, yang telah didakwa dan yang masih diduga mencampuri Pilpres AS 2016.

Liputan6.com, Washington DC - Pemerintah Amerika Serikat telah mengumumkan penjatuhan sanksi baru kepada Rusia-- dipicu oleh dugaan skandal campur tangan Negeri Beruang Merah dalam Pilpres AS 2016 atau yang populer disebut dengan nama "Russian Meddling".

Sanksi tersebut dijatuhkan kepada 5 firma dan 19 figur -- termasuk 13 orang yang sebelumnya telah didakwa oleh Robert Mueller, Penyelidik Khusus Kementerian Hukum AS yang menangani skandal "Russian Meddling".

Firma itu adalah Internet Research Agency, sebuah firma siber yang memproduksi unggahan konten politik yang bersifat memecah-belah dan sengaja memengaruhi jajak pendapat ke berbagai media sosial AS selama Pilpres 2016. Demikian seperti dikutip dari CNN (16/3/2018).

Sanksi tersebut juga menyasar kepada Badan Intelijen Rusia (Federal Security Service), Direktorat Utama Intelijen FSS, dan beberapa karyawan lembaga itu.

Viktorovich Prighozin turut dijatuhi sanksi oleh AS. Ia merupakan penyumbang dana untuk Internet Research Agency sekaligus dikabarkan dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Sanksi itu merupakan cara untuk mengonfrontasi dan merespons aktivitas siber jahat Rusia, termasuk upaya mereka dalam mencampuri Pilpres AS, dan menyusupi infrastruktur penting," kata Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin dalam sebuah pernyataan.

Lebih lanjut, pihak Kementerian Keuangan Negeri Paman Sam mengatakan bahwa detail sanksi itu berupa; pelarangan berkunjung ke AS dan pembekuan aset yang berlokasi di Negeri Paman Sam.

Di sisi lain, pihak Gedung Putih yang mengomentari sanksi tersebut mengindikasikan bahwa Amerika Serikat akan mulai bersikap tegas terhadap Rusia.

"Anda bisa lihat bahwa apa yang kita lakukan merupakan bukti bahwa AS akan bersikap tegas kepada Rusia sampai perilaku mereka berubah," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Sarah Sanders mengomentari sanksi terhadap Rusia itu.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

13 Warga Rusia Didakwa Sabotase Pilpres AS 2016

Juri pengadilan federal di Washington DC, Amerika Serikat, mendakwa 13 orang berkewarganegaraan Rusia dari sebuah perusahaan internet yang diduga terhubung ke Kremlin.

Tiga belas karyawan Internet Research Agency, sebuah perusahaan yang bermarkas di Kota Saint Petersburg, Rusia, dituduh melakukan operasi untuk memengaruhi jajak pendapat di dunia maya, demi kepentingan Moskow.

Gugatan itu juga menyatakan bahwa Internet Research Agency adalah jaringan propaganda Kremlin. Mereka disinyalir telah ikut campur dalam pemilihan presiden AS tahun 2016.

Pemerintah AS mengklaim, entitas Rusia mulai mencampuri proses politik negaranya pada awal 2014, menurut sebuah dokumen pengadilan.

Beberapa terdakwa, menyamar sebagai warga negara Amerika Serikat dan berkomunikasi dengan warganet lainnya, tanpa mereka sadari bahwa perbincangan itu menjurus ke kampanye Donald Trump dan aktivis politik lainnya. Demikian dakwaan untuk mereka.

"Tujuannya adalah mendorong terjadinya perselisihan di AS guna melemahkan kepercayaan publik terhadap demokrasi," ujar Wakil Jaksa Agung, Rod Rosenstein, seperti dikutip dari The Independent, Sabtu 17 Februari 2018.

Rosenstein menambahkan, tuduhan itu meliputi persekongkolan, kecurangan di dunia maya, pemalsuan akun bank dan pemalsuan identitas. Dakwaan-dakwaan tersebut diumumkan oleh Kantor Penyidik Khusus Robert Mueller pada Jumat sore, 16 Februari 2018, waktu setempat.

Penyelidikan Mueller terhadap campur tangan Rusia dalam pemilu Amerika Serikat telah menggungat mantan tim kampanye Donald Trump, Paul Manafort, dan mitranya Rick Gates.

Sedangkan mantan penasihat keamanan nasional Michael Flynn dan mantan penasihat kebijakan luar negeri tim kampanye Donald Trump, George Papadopoulous, telah mengaku bersalah kepada FBI tentang komunikasi yang mereka lakukan dengan beberapa pejabat Rusia ketika masa kampanye dan transisi pemerintahan AS.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.