Sukses

Jajak Pendapat: Popularitas Putin Turun Menjelang Pemilu

Menurut VTsIOM, kepopuleran Putin turun dari hampir 70 persen menjadi sedikit di atas 57 persen di kota ukuran besar.

Liputan6.com, Moskow - Sebuah surat kabar bisnis bergengsi Rusia melaporkan bahwa kepopuleran Presiden Vladimir Putin turun 12 persen di kota-kota yang berpenduduk di atas satu juta jiwa antara pertengahan Januari dan pertengahan Februari tahun ini.

Surat kabar Vedomosti, mendasarkan laporannya pada hasil survei yang dikeluarkan Pusat Kajian Opini Publik, VTsIOM, yang dikelola pemerintah.

Menurut VTsIOM, kepopuleran Putin turun dari hampir 70 persen menjadi sedikit di atas 57 persen di kota ukuran besar, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Minggu (11/3/2018).

Tak hanya kota besar, beberapa kota kecil yang secara kumulatif jumlahnya hampir sama dengan seperempat pemilih dan menyebut, popularitas Putin menurun.

Valery Fyodorov, direktur of VTsIOM, menyanggah legitimitas temuan survei yang dirilis organisasinya akhir bulan Februari itu.

Survei ikutan yang dilakukan VTsIOM dari tanggal 2 hingga 4 Maret, kata Fyodorov, menunjukkan bahwa penurunan 12 persen kepopuleran Putin itu tidak signifikan dan bersifat sementara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aina Gamzatova, Muslimah Penantang Putin

Aina Gamzatova, seorang muslimah berusia 46 tahun dari Dagestan, mengumumkan bahwa dia resmi terjun ke dalam pemilu Rusia pada Maret 2018 sebagai calon presiden. Lalu, siapa sebenarnya sosok Gamzatova?

Mengutip Al Jazeera, Gamzatova merupakan pemimpin Islam.ru, sebuah media muslim terbesar di Rusia yang terdiri dari televisi, radio, dan gerai cetak. Gamzatova juga diketahui sering menulis buku tentang Islam dan melakukan kegiatan amal.

Gamzatova menikah dua kali. Suami pertamanya merupakan pemimpin muslim, Said Muhammad Abubakarov, yang meninggal karena dibunuh dalam sebuah ledakan mobil pada 1998. Hingga kini, pelakunya belum ditemukan.

Akan tetapi, dia secara terbuka mengecam Wahabi, istilah yang sering digunakan Gamzatova untuk menggambarkan militan yang ingin dia lumpuhkan.

Dalam buku dan beberapa pidatonya, Gamzatova menyebut wahabi sebagai kaum yang haus darah dan bermuka dua. Mereka terus-menerus mengincar tokoh-tokoh sufi di Dagestan -- dan afiliasinya -- untuk dibunuh.

Kini, ia telah menikah kembali dengan Akhmad Abdulaev, seorang Mufti Dagestan, meski Gamzatova sendiri merupakan seorang sufi.

Pencalonan Gamzatova menjadi topik hangat di kalangan komunitas muslim Rusia. Beberapa orang mengatakan bahwa dia seharusnya tidak melangkah keluar dari bayangan kelam masa lalunya. Meski demikian, banyak juga yang mendukung tekadnya.

"Dia cukup berani untuk menggunakan hak hukumnya, yang diberikan kepada setiap warga negara Rusia, mencalonkan diri sebagai presiden. Dia cukup berani untuk menjalankan sebuah kampanye pemilu yang layak," kata Aisha Anastasiya Korchagina, seorang etnis Rusia yang masuk Islam dan bekerja sebagai psikolog di Moskow.

Beberapa orang melihat kampanye Gamzatova sebagai cara untuk meningkatkan citra wanita muslim di Rusia. Terlebih, kampanye itu dianggap sebagai penarik perhatian karena Dagestan dikenal miskin, berpenduduk padat, dan multietnis.

"Bahkan jika dia kalah, orang akan tahu bahwa seorang gadis berjilbab tak hanya berperan sebagai seorang ibu atau wanita saja, tapi dia juga bisa berpendidikan, menjadi bijaksana dan dihormati," ungkap mantan juara Olimpiade tinju dan wakil menteri olahraga Dagestan, Gaidarbek Gaidarbekov, melalui akun Instagramnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.