Sukses

Ini Benang Merah Penyitaan Yacht Mewah di Bali dengan Skandal 1MDB Malaysia

Pengungkapan dan penyitaan super yacht Equanimity menguak benang merah keterkaitan kapal itu dengan skandal korupsi 1Malaysia Development Berhad atau 1MDB.

Liputan6.com, Jakarta - Yacht Equanimity mewah bernilai Rp 3 triliun disita di perairan Bali, berkat kolaborasi Kepolisian Indonesia dan Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat.

Penyitaan tersebut tak hanya terkait soal dugaan kasus kejahatan pencucian uang di AS, namun juga, menguak benang merah keterkaitan kapal mahal itu dengan skandal korupsi 1Malaysia Development Berhad Malaysia (1MDB).

Seperti dikutip dari Sydney Morning Herald (2/3/2018), Polri pada Kamis 1 Maret telah memeriksa kapten dan awak Equanimity -- setelah sebelumnya kapal itu disergap pada Rabu 28 Februari di perairan Bali atas permintaan Kementerian Hukum AS (DOJ) dan Biro Investigasi Federal (FBI).

Pihak DOJ dan FBI telah mencari kapal itu sejak beberapa waktu terakhir, karena diduga menjadi objek pencucian uang skandal megakorupsi 1MDB.

Setelah mencari yacht Equanimity untuk beberapa waktu, DOJ dan FBI menemukan kapal berharga selangit itu di perairan Bali.

Kemudian, atas perintah DOJ, FBI mengirim surat ke Polri pada 21 Februari untuk meminta bantuan dalam menyergap kapal mewah itu. Demikian penjelasan Juru Bicara Polri Muhammad Iqbal Abduh seperti dikutip SMH.

Bagaimana terbentuknya benang merah yacht Equanimity dengan skandal mega korupsi 1MDB?

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Aset Pencucian Uang 1MDB?

Pada Agustus 2017, Kementerian Hukum AS (DOJ) menunda proses hukum kasus 1MDB -- dari penyelidikan ke pendakwaan -- demi melanjutkan pencarian aset-aset terduga objek pencucian uang skandal tersebut yang masih belum ditemukan.

Aset yang belum ditemukan total senilai US$ 1,7 miliar.

Salah satu aset yang tengah dicari pada saat itu adalah Equanimity, yang dibeli oleh investor Malaysia, Jho Low.

Pria itu masuk daftar nama figur kunci 1MDB dalam berkas gugatan hukum DOJ -- yang mana pemberkasan telah dilakukan sejak tahun 2016.

Berkas gugatan hukum DOJ menyebut, Low membeli Equanimity seharga US$ 250 juta -- sesuai kurs saat itu -- menggunakan uang 1MDB. Kapal itu kemudian didaftarkan di Cayman Islands.

Super yacht Equanimity (dok. Bareskrim)

Sampai saat ini, Low -- yang memiliki perusahaan berbasis di Hong Kong -- tak diketahui keberadaannya dan masih dicari oleh aparat Amerika Serikat.

Namun, Jubir Polri Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan bahwa pihaknya tidak sedang mencari Low terkait benang merah Equanimity dengan 1MDB.

"Kami memiliki kewajiban untuk mencari orang yang dicari atau siapapun yang masuk dalam daftar merah Interpol. Namun, kami tak melihat adanya nama (John Low) itu di daftar," kata Agung seperti dikutip dari SMH, Jumat 2 Maret 2018.

"Kami masih melihat bagaimana pengembangan kasus ini ... termasuk apakah akan ada penyelidikan gabungan (dengan FBI) atau justru menyerahkan kasusnya ke mereka ... semua masih proses," lanjut Agung Setya seperti dikutip dari Strait Times.

Saham di EMI Music Publishing

Di sisi lain, John Low juga diduga membeli barang dan aset lain, seperti jet pribadi, hotel, real estate di New York, dan saham senilai US$ 107 juta di rumah produksi musik EMI Music Publishing.

Sementara itu, juru bicara untuk Low mengeluhkan tudingan terbaru yang tengah mencuat saat ini. Ia mengeluhkan betapa "kasus itu termotivasi oleh maksud politik, lemah, dan penuh dengan kejanggalan ... dan DOJ masih terus melanjutkan penyelidikan berskala globalnya didasari dengan klaim yang tak kuat".

3 dari 4 halaman

Berlalu-Lalang di Asia Tenggara

Mengutip informasi yang disajikan Biro Investigasi Federal AS (FBI), Equanimity diduga sempat berlayar beberapa kali di perairan Singapura dan Filipina.

Selain itu, selama 180 terakhir sebelum disergap, kapal itu juga diduga telah berlayar dari timur-laut ke barat-laut Malaysia dan Singapura.

Petugas Polda Bali dengan penyidik FBI berada di atas kapal pesiar mewah (yacht) Equanimity di Teluk Benoa, Rabu (28/2). Kapal itu berwarna hitam kebiruan dan putih dengan bendera negara persemakmuran Inggris di bagian buritan. (AP/Ambros Boli Berani)

Kemudian ke Bali, ke Papua, dan kembali lagi. Menurut data pelayaran yang disajikan oleh Thomson-Reuters Eikon.

Kapal itu juga diduga kuat pernah singgah ke tempat lain, namun tak terdeteksi -- mengingat sistem GPS kapal itu sempat beberapa kali dimatikan secara sengaja.

4 dari 4 halaman

Foya-Foya Uang Rakyat

1Malaysia Development Berhad adalah lembaga investasi yang didirikan pada tahun 2009 oleh Pemerintahan Perdana Menteri Malaysia Negeri Jiran Najib Razak. Tujuannya, untuk memberikan manfaat pada rakyatnya.

Lembaga itu direncanakan untuk berinvestasi dalam sejumlah proyek di seluruh dunia, kemudian keuntungannya akan dikembalikan pada rakyat Malaysia.

Namun, apa yang terjadi tak sesuai dengan rencana semula. Menurut otoritas AS, total dana senilai US$ 4,5 miliar justru disalahgunakan oleh mereka yang korup dan punya koneksi dengan penguasa -- yang berasal dari setidaknya enam negara, termasuk Malaysia, Singapura, Swiss, dan Amerika Serikat.

"Mereka memperlakukan dana publik sebagai rekening bank pribadi," kata Jaksa Agung AS, Loretta Lynch pada konferensi pers Juli 2016 silam.

Sejumlah orang ternama, pejabat, pengusaha, figur, perusahaan, barang, benda, dan aset lainnya diduga 'terciprat' skandal itu.

Misalnya, pemerintah AS menggugat 'hak untuk keuntungan, royalti dan hasil distribusi" dari The Wolf of Wall Street. Film yang dibuat pada 2013 tersebut mengisahkan tentang penipuan dan keserakahan di jantung industri keuangan Amerika.

Film yang disutradarai Martin Scorcese dan dibintangi Leonardo DiCaprio, menurut ComScore, menghasilkan US$ 392 juta.

Tak lupa ia pun menambahkan topi baseball untuk menyamaran dirinya di depan kerumunan orang. (ROBYN BECK / AFP)

Sudah lama muncul kekhawatiran terkait dana pembuatan film, yang mencapai US$ 100 juta, yang datang dari perusahaan produksi Hollywood yang tak pernah didengar namanya: Red Granite Pictures.

Para penyelidik dari sejumlah badan pemerintah menduga, uang tersebut datang dari 1MDB.

"Rakyat Malaysia sama sekali tak menerima sesen pun dari keuntungan film tersebut," kata Asisten Jaksa Agung AS kala itu, Leslie R. Caldwell.

Aparat mengincar juga sejumlah properti di Berverly Hills, termasuk L'Ermitage Hotel, dan empat mansion di area tersebut. Salah satunya memiliki pemandangan istimewa gemerlap Kota Los Angeles.

Ada pula sejumlah kondominium bernilai jutaan dolar di Kota New York, termasuk griya tawang atau penthouse di Time Warner Center -- yang juga menjadi rumah bagi CNN.

Ada juga saham investasi di Park Lane Hotel di Central Park yang bernilai US$ 250 juta.

Tak ketinggalan sebuah townhouse di London, yang letaknya beberapa blok dari Istana Buckingham. Sebuah jet 'ultra long range' yang bernilai US$ 50 juta juga menjadi target.

Pemerintah federal Amerika Serikat juga mencoba menyita tiga mahakarya seni, yakni La Maison de Vincent a Arles karya Vincent Van Gogh.

Dua lainnya adalah karya Claude Monet: Saint Georges Majeur dan Nympheas Avec Reflets de Hautes Herbes. Itu belum termasuk saham jutaan dolar di EMI Music Publishing.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini