Sukses

Kala Pria AS 'Cinta' Musik Tradisional Indonesia, Ini Jadinya

Palmer Keen, Warga AS ini melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Nusantara untuk merekam dan menulis mengenai musik-musik tradisional yang hampir punah dan menyebarkannya di media sosial.

Liputan6.com, Melbourne - Palmer Keen adalah warga Amerika Serikat yang sebelumnya hanya mengetahui bahwa musik dari Indonesia hanyalah gamelan. Kini, dia melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Nusantara untuk merekam dan menulis mengenai musik tradisional yang hampir punah dan menyebarkannya di media sosial.

Melalui websitenya, Aural Archipelago, sejauh ini pria yang tinggal di Yogyakarta itu sudah merekam lebih dari 100 musik tradisional Indonesia.

Pekan lalu, Palmer Keen berada di Melbourne bersama dengan rombongan budaya dari Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, yang mendatangi beberapa kota di Australia untuk mempertunjukkan alat musik bundengan.

Selain memberikan cerita mengenai bundengan sebagai alat musik yang menurutnya sangat unik, Keen juga menjelaskan proyek pribadi yang dilakukannya dengan beberapa komunitas masyarakat Indonesia di Australia.

Dikutip dari ABC Australia Plus, Sabtu (17/2/2018), bundengan adalah alat musik tradisional yang dimainkan di sebuah tudung bambu yang digunakan oleh petani itik di dua kabupaten di Jawa Tengah Wonosobo dan Temanggung.

Secara tradisional, alat itu digunakan untuk melindungi petani dari cuaca, entah itu sengatan Matahari ataupun hujan.

Namun di beberapa bagian tudung seperempat lingkaran tersebut dipasang senar bambu, dan bagi mereka yang ahli menggunakannya, bisa mengeluarkan berbagai suara menyerupai perangkat gamelan.

Bundengan merupakan salah satu alat musik tradisional Indonesia sudah direkam oleh Palmer Keen dan masuk dalam situsnya aural archipelago.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ketertarikan Keen terhadap Musik Indonesia

Keen mengatakan bahwa ketertarikannya dengan musik Indonesia pertama kali bermula saat ia menjadi mahasiswa di Universitas California di Santa Cruz tahun 2009-2011. Di sana, ia menemukan seperangkat musik gamelan.

Setelah selesai kuliah, Keen tertarik untuk mencari tahu lebih banyak mengenai musik Indonesia dan kemudian mendapatkan pekerjaan sebagai guru bahasa Inggris di Bandung.

"Ketika saya datang, saya tidak bisa berbahasa Indonesia, tidak kenal siapapun, tidak tahu banyak mengenai Indonesia," kata dia.

Palmer pun melakukan perjalanan sebagai backpacker dengan membawa alat rekaman yang digunakannya untuk mengabadikan musik-musik tradisional Indonesia.

"Saya pada awalnya tidak lah sengaja mencari musik-musik yang sudah hampir punah. Namun kalau dilihat musik-musik tradisional ini memang banyak yang sudah hampir punah," ujar Keen.

"Biasanya sebelum melakukan perjalanan ke satu daerah saya akan mencari tahu dari internet, musik apa yang ada di daerah tersebut, dan kemudian mencari kontak."

"Biasanya mereka dengan senang hati kemudian bersedia bertemu," imbuh dia.

Sejak tiba di Indonesia di tahun 2012, Keen mengatakan dia sudah melakukan perjalanan ke lebih 20 provinsi untuk melakukan rekaman dan mencari informasi mengenai berbagai musik tradisional yang ada.

Uniknya, sejauh ini Keen melakukannya atas biaya sendiri.

3 dari 3 halaman

Dokumentasi dengan Cara Unik

Menurut Palmer Keen, merekam dan mengumpulkan informasi mengenai musik-musik tradisional Indonesia dan bahkan dunia tidaklah banyak dilakukan, meski ide tidak baru.

"Di tahun 1990-an, ada warga Amerika bernama Philip Yampolsky yang pernah merekam musik-musik Indonesia ke dalam 20 album rekaman," kata Keen.

Menurut Keen apa yang dilakukannya sekarang menggabungkan dokumentasi dengan internet dan media sosial merupakan hal yang unik karena orang lain bisa mendapatkan akses lebih cepat.

"Di bagian dunia lain saya tahu ada beberapa orang yang juga melakukannya. Saya tahu misalnya di Afrika ada Christopher Kirkley yang merekam musik di benua tersebut dalam proyek bernama Sahel Sounds."

"Juga ada seorang warga Prancis bernama Laurent Jeanneau, dengan proyeknya bernama Kink Gong melakukan hal yang sama merekam musik di Asia Tenggara," katanya lagi.

Palmer Keen mengatakan bahwa dalam pengalamannya selama beberapa tahun terakhir, ia bertemu dengan seniman Indonesia dalam proyek aural archipelago. Hal tersebut pun menurutnya telah memperkaya dirinya sendiri.

Dia sekarang tidak lagi menjadi guru bahasa Inggris, dan dua minggu lalu menikahi perempuan asal Indonesi. Bahkan sekarang tinggal di Yogyakarta.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.