Sukses

Telanjur Bayar Rp 1,3 Miliar, Intelijen AS Gagal Dapat Dokumen Rahasia

Pihak intelijen AS dikabarkan membayar Rp 1,3 miliar ke oknum Rusia untuk mendapat dokumen rahasia, tapi gagal di tengah jalan. Kenapa?

Liputan6.com, Washington DC - Seorang oknum asal Rusia mengaku memiliki sebagian dari senjata siber yang dicuri dari Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) pada 2015 lalu.

Benda sangat rahasia itu ditawarkan kepada pihak intelijen AS senilai US$ 1 juta, dan disetujui untuk membayarnya dalam beberapa kali angsuran.

Dilansir dari laman Independent.co.uk pada Senin (12/2/2018), beberapa pejabat intelijen di pemerintahan Donald Trump disebut ingin menyelidiki sendiri dugaan 'hubungan manis' antara Presiden AS ke-45 itu dengan Rusia, yang konon direkam menggunakan senjata siber terkait.

Badan Keamanan Nasional dan CIA dilaporkan kecolongan oleh aksi pencurian sebagian besar teknologi senjata siber pada 2015. Banyak pihak meyakini aksi pencurian tersebut digunakan untuk meretas jutaan komputer di seluruh dunia, termasuk berbagai percakapan rahasia Donald Trump selama masa kampanye.

Oknum Rusia, menurut laporan surat kabar New York Times, memiliki akses ke sebuah kode komputer untuk mencuri senjata siber, yang sangat berkemungkinan terkait dengan rekaman video tentang komunikasi Donald Trump dengan para koleganya di Rusia.

Rekaman video tersebut pertama kali dibeberkan dalam serangkaian dokumen rahasia yang diterima oleh mantan pejabat MI6, Christopher Steele, dan dinyatakan di depan publik pada Januari lalu.

Namun, keberadaan video terkait masih belum bisa diverifikasi secara resmi, sehingga tetap menimbulkan teka-teki tentang kebenarannya.

Untuk mendapatkan kembali senjata siber tersebut, pihak intelijen AS disebut telah membayar uang muka sebesar US$ 100.000 (sekitar Rp 1,3 miliar) yang diserahkan dalam pertemuan tertutup di sebuah kamar hotel di Berlin, Jerman. Pertemuan tertutup itu konon dimediasi oleh seorang pebisnis AS yang berbasis di Jerman.

Namun, setelah beberapa bulan melakukan korespondensi dan pertemuan rahasia, bukti rekaman yang dijanjikan itu tidak kunjung ada.

Data-data yang didapat oleh pihak intelijen AS sama sekali tidak menyinggung tentang Presiden Donald Trump, melainkan tidak lebih dari rentetan informasi rahasia yang sejatinya telah lebih dahulu dimiliki.

Kesepakatan tersebut akhirnya dihentikan tanpa penjelasan lebih jauh, baik oleh Badan Keamanan Nasional maupun CIA.

 

Simak juga video tentang analisis terhadap dugaan bocoran data intelijen Israel oleh Donald Trump ke Rusia berikut: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tudingan Intelijen AS terhadap Presiden Donald Trump

Badan intelijen AS meyakini bahwa Rusia mencampuri pemilu untuk membantu kandidat Partai Republik, Donald Trump, terpilih.

Komite Senat adalah satu dari beberapa panel kongres yang, bersama dengan dewan khusus, juga menyelidiki apakah pejabat kampanye Trump berkolusi dengan dugaan plot Kremlin.

Mengutip laporan BBC, Jaksa Agung AS, Jeff Sessions sempat mengatakan pada komite Senat bahwa dia tidak pernah menerima briefing rahasia tentang campur tangan Rusia dalam pemilu 2016

Dia juga berkeras membantah telah berbicara dengan pejabat Rusia soal pemilu saat kampanye, ketika dia menjabat sebagai penasihat terhadap Trump.

"Saya tidak pernah bertemu dengan atau berbicara dengan pejabat Rusia atau asing lain terkait berbagai macam campur tangan dengan kampanye atau pemilu di Amerika Serikat," katanya membela.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.