Sukses

4 Fakta Senjata Pembawa Kiamat Rusia yang Bikin Dunia Khawatir

Rusia dilaporkan sedang membuat kapal selam yang dapat membawa rudal torpedo berdaya ledak dahsyat. Menjadi 'senjata kiamat'

Liputan6.com, Moskow - Rusia dilaporkan sedang membuat kapal selam yang dapat membawa rudal torpedo berdaya ledak dahsyat, yang bisa menghancurkan sebuah wilayah di pesisir pantai dan memicu tsunami setinggi 150 meter.

Laporan itu muncul dalam dokumen US Nuclear Posture Review milik Departemen Pertahanan yang baru dirilis pada awal Februari 2018. Demikian seperti dikutip dari Metro (8/2/2018).

Rusia pertama kali membeberkan bahwa pihaknya tengah mengerjakan kapal selam drone peluncur rudal nuklir tersebut pada 2015.

Kala itu, sejumlah jenderal tinggi Negeri Beruang Merah mempresentasikan cetak biru drone tersebut saat pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Para ahli berpendapat, pemaparan itu merupakan sebuah peringatan yang sengaja ditujukan kepada Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya.

Dari cetak biru itu, diketahui bahwa drone itu dikenal secara resmi dengan nama Ocean Multipurpose System Status-6. Pihak Pentagon menyebutnya dengan nama 'Kanyon'. Kekuatannya membuatnya dijuluki 'senjata kiamat'.

Dari berbagai informasi, berikut 4 fakta seputar Kanyon alias OMS Status-6 milik Rusia, seperti Liputan6.com kutip dari sejumlah sumber.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

1. Berupa Kapal Selam

Senjata kiamat itu berupa kapal selam drone yang dapat membawa dan menembakkan rudal dengan nuklir berbobot 100 megaton yang memiliki jarak tempuh hingga maksimal 10.000 km, dapat menyelam sejauh 1 km di bawah permukaan laut, dan bisa mencapai kecepatan maksimal hingga 103 km/jam.

Seperti dikutip dari BBC, alutsista  itu dirancang untuk mampu 'menghancurkan instalasi ekonomi penting musuh di wilayah pesisir dan menyebabkan kerusakan fatal di teritori musuh, dengan menciptakan area kontaminasi radioaktif yang luas, sehingga tak lagi dapat digunakan untuk militer, ekonomi atau aktivitas lainnya untuk waktu yang lama.'

Badan Intelijen AS mendeteksi bahwa Rusia telah menguji kapal selam tak berawak itu saat diluncurkan dari kapal selam Rusia Sarov-class pada 2016, menurut laporan The Washington Free Beacon.

"OMS Status-6 dirancang untuk membunuh warga sipil dengan ledakan dan kehancuran besar-besaran," kata mantan pejabat Pentagon, Mark Schneider kala itu.

 

 

3 dari 5 halaman

2. Bisa Hancurkan New York dan Picu Tsunami 150 Meter

Harian pemerintah Rusia Rossiyskaya Gazeta melaporkan, untuk mencapai kontaminasi radioaktif yang ekstensif, alutsista tersebut tengah dirancang untuk mampu membawa bom kobalt, varian bom nuklir yang menghasilkan jumlah radiasi radioaktif lebih banyak ketimbang hulu ledak atom biasa.

"Sebuah bom kobalt adalah konsep senjata 'kiamat' yang lahir pada masa Perang Dingin. Namun tampaknya tak pernah dikembangkan, hingga kini," tambah surat kabar Rossiyskaya Gazeta.

Rudal itu juga diprediksi dapat menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap AS. Karena, dengan muata nuklir yang dapat dibawa, rudal itu mampu menghapus kota seukuran New York, menewaskan 8 juta orang secara instan dan melukai 6 juta lainnya, Popular Mechanics mencatat.

Karena ukurannya yang masif, rudal itu juga akan memicu tsunami buatan serta menyebarkan materi nuklir. Rudal itu juga dikabarkan membawa kontra hulu ledak "asin" dengan isotop radioaktif Cobalt-60, yang akan membuat sebuah daerah yang terdampak harus disterilisasi dari manusia hingga 100 tahun lamanya.

Jika ditembakkan ke pesisir, diperkirakan senjata kiamat itu bisa memicu tsunami setinggi 150 meter.

4 dari 5 halaman

3. Bikin Rusia Selangkah Lebih Unggul dari AS

Dokumen Pentagon tersebut juga memperingatkan bahwa Rusia telah mengembangkan seperangkat senjata beragam yang membuat mereka semakin unggul ketimbang AS.

"Rusia telah unggul secara signifikan dalam kapasitas produksi senjata nuklirnya, jika dibandingkan dengan AS dan sekutunya," lanjut dokumen Pentagon tersebut.

Negeri Beruang Merah juga mungkin membangun seperangkat sistem non-strategis yang besar, beragam, modern, dan dwifungsi -- seperti dipersenjatai nuklir atau hulu ledak konvensional.

"Modernisasi senjata nuklir non-strategis Rusia meningkatkan jumlah senjata tersebut di gudang senjata, sementara secara signifikan meningkatkan kemampuan pengirimannya."

Termasuk di Bidang Pertahanan

Tak hanya melakukan modernisasi kapabilitas untuk menyerang, Rusia juga dikabarkan turut meningkatkan kemampuannya dalam bidang pertahanan.

Pentagon mengatakan bahwa Rusia sedang memodesnisasi sistem antinuklir dan pencegat rudal balistik sebagai mekanisme pertahanan domestik.

Rusia percaya bahwa kemampuan senjata nuklirnya yang canggih akan memungkinkan mereka untuk mengurangi konflik demi kepentingan nasionalnya.

Namun, makalah dari Pentagon justru berpendapat kemampuan Rusia tersebut justru semakin meningkatkan potensi konflik global hingga ke titik tertingginya.

5 dari 5 halaman

4. Bikin AS Kembali Kembangkan Senjata Nuklir

Dokumen Pentagon itu pada akhirnya memperdebatkan mengenai upaya peningkatan kapabilitas pertahanan dan nuklir Amerika Serikat.

"Prioritas utama Kementerian Pertahanan AS" adalah untuk menjamin tambahan 3 sampai 4 persen dari anggaran negara untuk mempertahankan persenjataan nuklirnya, yang menurutnya penting untuk mencegah serangan dari musuh.

Program itu juga sesuai dengan laporan tahun lalu yang menyebut bahwa Presiden AS Donald Trump menginginkan peningkatan hampir sepuluh kali lipat persenjataan nuklir negara tersebut.

Seperti dikutip dari Fox News, pemerintah AS mengusulkan solusi dua langkah.

Pertama, AS akan memodifikasi sejumlah kecil rudal balistik jarak jauh yang dibawa oleh kapal selam strategis Trident agar sesuai dengan hulu ledak hulu yang lebih kecil.

Kedua, "dalam jangka panjang," AS akan kembali mengembangkan rudal jelajah nuklir yang diluncurkan via laut -- yang telah dikembangkan sejak Perang Dingin namun dipensiunkan pada tahun 2011 oleh pemerintahan Presiden AS Barack Obama.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini