Sukses

PBB: Korut Untung Rp 2,6 M dari Jualan Senjata Kimia ke Suriah

Panel di PBB mengatakan, Korut tak mempan sanksi yang diberikan PBB dan AS.

Liputan6.com, Jenewa - Sanksi dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amerika Serikat rupanya tak mempan bagi Korea Utara. Buktinya, laporan PBB menyebut, Pyongyang menerima keuntungan bersih sebesar US$ 200 juta atau sekitar Rp 2,5 miliar dari hasil ekspor batu bara, timah, besi dan komoditas lainnya yang dilarang.

Tak hanya itu, panel ahli PBB menemukan bukti bahwa keuntungan itu terjadi berkat kerja sama militer oleh Korea Utara untuk membantu program senjata kimia Suriah. Uang itu juga didapat dari usaha Korut menyediakan Myanmar misil balistik.

"Korea Utara terus mengekspor hampir semua komoditas yang dilarang dalam resolusi tersebut, menghasilkan hampir US$ 200 juta pendapatan antara Januari dan September 2017," kata laporan para ahli yang dilihat oleh AFP seperti dikutip dari News.com.au pada Minggu (4/2/2)

Batu bara dikirim ke China, Malaysia, Korea Selatan, Rusia dan Vietnam oleh kapal yang menggunakan "kombinasi teknik penghindaran ganda, rute dan taktik yang menipu," kata laporan tersebut.

Dewan Keamanan PBB tahun lalu mengadopsi serangkaian resolusi untuk memperketat dan memperluas larangan ekspor yang ditujukan untuk memotong pendapatan ke program militer Korea Utara.

Amerika Serikat memimpin tekanan ekonomi yang sulit setelah uji coba nuklir keenam Korea Utara dan serangkaian peluncuran rudal balistik yang menimbulkan kekhawatiran bahwa daratan AS dapat segera dijangkau.

Tujuh kapal telah dilarang masuk pelabuhan di seluruh dunia karena telah melanggar sanksi PBB dengan transfer batu bara dan minyak bumi. Namun, para ahli mengatakan, lebih banyak lagi yang harus dilakukan untuk menghadapi "kegiatan terlarang yang merajalela ini".

Panel tersebut menemukan bahwa Korea Utara "telah mengabaikan resolusi terbaru dengan memanfaatkan rantai pasokan minyak global, melibatkan warga negara asing, pendaftar perusahaan lepas pantai, dan sistem perbankan internasional".

Suriah dan Myanmar melanjutkan kerja sama dengan perusahaan KOMID Korea Utara, eksportir senjata utama negara tersebut, yang masuk dalam daftar hitam sanksi PBB, kata laporan tersebut.

Panel tersebut menemukan lebih dari 40 pengiriman yang sebelumnya tidak dilaporkan dari Korea Utara antara tahun 2012 dan 2017 ke perusahaan depan untuk Lembaga Penelitian Ilmiah Suriah, yang juga dikenal sebagai CERS, sebuah lembaga kunci untuk program kimia Suriah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bukti Baru Kerja Sama Korut - Suriah

Penyelidikan tersebut mengungkapkan "bukti baru yang substansial" mengenai kerja sama militer Pyongyang dengan Damaskus, termasuk setidaknya tiga kunjungan teknisi Korea Utara ke Suriah pada tahun 2016.

Kunjungan delegasi teknis Korea Utara pada Agustus 2016 melibatkan "transfer katup dan termometer khusus yang dikenal untuk digunakan dalam program senjata kimia," kata laporan tersebut.

Sebuah negara anggota yang tidak bernama mengatakan kepada panel bahwa teknisi Korea Utara terus beroperasi di fasilitas senjata kimia dan rudal di Barzei, Adra dan Hama di Suriah, kata laporan tersebut.

Namun, Suriah mengatakan kepada panel bahwa tidak ada teknisi Korea Utara di wilayahnya dan bahwa satu-satunya ahli yang dilibatkan dari negara tersebut hanyalah berfokus untuk olahraga.

Sebuah negara anggota, yang tidak menyebut nama, juga memberi tahu panel bahwa Myanmar telah menerima "sistem rudal balistik dari (Korea Utara) di samping berbagai senjata konvensional, termasuk peluncuran beberapa roket dan rudal".

Diplomat Korea Utara, khususnya perwakilan perdagangan, terus memberikan dukungan logistik untuk penjualan senjata dan membantu mengatur pertukaran untuk teknisi militer, tulis laporan tersebut.

Para ahli menyarankan, sejatinya, ketika sanksi diberikan, harus ada prasyarat yang diberikan kepada Korea Utara.

Panel ahli mengatakan 2018 menawarkan "jendela peluang yang kritis sebelum terjadi kesalahan perhitungan yang potensial dengan implikasi bencana bagi perdamaian dan keamanan internasional."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini