Sukses

Pria Australia Terlalu Banyak Konsumsi Garam, Ini Dampaknya

Rata-rata pria Australia mengonsumsi sekitar 10 gram garam setiap hari, kaum perempuan juga tidak jauh berbeda.

Liputan6.com, Canberra - Menurut penelitian terbaru, pria Australia mengkonsumsi garam dua kali lebih banyak dari yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Rata-rata pria Australia mengkonsumsi sekitar 10 gram garam setiap hari, dan perempuan Australia juga tidak terlalu berbeda, mengkonsumsi tujuh gram garam, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap kemungkinan terkena serangan stroke dan gangguan jantung.

Demikian sebuah penelitian yang diterbitkan di Medical Journal of Australia.

"Masalah garam adalah apa yang diakibatkannya, sepanjang hidup, kita memakan garam lebih banyak dari kebutuhan, dan tekanan darah naik sepanjang hidup kita," kata peneliti utama laporan tersebut Professor Bruce Neal dari University of New South Wales di Sydney dan juga peneliti di Institute for Global Health.

"Tekanan darah tinggi adalah penyebab utama kematian prematur, dan disabilitas di dunia, dan kebanyakan berasal dari serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan gagal jantung," tambahnya, demikian dikutip dari laman AustraliaPlus Indonesia, Selasa (30/1/2018).

Menurut Prof Neal, kebanyakan garam yang kita konsumsi berasal dari garam yang 'tersembunyi' di dalam makanan jadi.

"Kita tidak seharusnya menambah garam ke dalam makanan karena itu tidak bagus, namun di situ bukanlah masalah utamanya," kata Prof. Neal.

"Masalahnya adalah 85 persen dari rerata garam yang dikonsumsi warga Australia berasal dari daging, keju, cereal, dan sup."

Dan itu tidak saja berasal dari makanan yang selama ini kita anggap tidak sehat.

Sebuah penelitian yang diterbitkan tahun lalu menemukan bahwa kandungan garam di dalam sehelai roti bisa sama tingginya dengan garam di dalam paket kentang goreng.

Menurut Profesor Neal, pemerintah dan industri makanan harus meningkatkan usaha guna mengubah kandungan yang ada dalam makanan jadi untuk membuat perubahan besar.

"Kebanyakan tindakan yang sudah dilakukan adalah mencoba memberitahu kita semua mengenai kandungan garam yang mereka konsumsi. Itu merupakan hal baik, namun dampaknya tidak ada sama sekali."

Profesor Neal mengambil contoh apa yang dilakukan di Inggris di awal tahun 2000-an, ketika pemerintah menekan industri makanan guna mengurangi kadar garam dalam seluruh makanan.

Hasilnya? Serangan stroke dan serangan jantung berkuarang selama 10 tahun.

Investasi setara $ 26 juta (sekitar Rp 260 miilar) telah mampu menghemat sekitar $ 2,6 miliar dari sisi biaya kesehatan yang harus dikeluarkan.

Penelitian menunjukkan bahwa bila konsumsi garam dikurangi 10 persen selama 10 tahun di Australia dan Selandia Baru, maka hal itu akan menyelamatkan 11 ribu kehidupan.

Bila tidak, mereka akan mengalami kematian prematur, disabilitas, dan kesehatan buruk, yang disebabkan karena penyakit yang berhubungan dengan jantung, kata laporan tersebut.

Secara global, WHO memperkirakan bahwa 2,5 juta kematian bisa dicegah setiap tahun, bila konsumsi garam diturunkan ke tingkat yang disarankan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Langkah Pertama untuk Memperbaiki

Australia bersama dengan negara-negara WHO lainnya sudah setuju untuk mengurangi pengurangan konsumsi garam 30 persen di tahun 2025.

Tetapi Profesor Neal masih belum jelas bagaimana perubahan itu bisa dilakukan, karena sejauh ini, kita tidak mengetahui dengan persis seberapa banyak garam yang kita konsumsi sehari-hari.

Penelitian yang diterbitkan hari ini mencoba membantu hal tersebut, dengan mengumpulkan 31 penelitian yang sudah ada sebelumnya, yang melibatkan 17 ribu orang dalam kurun waktu 26 tahun.

Sebelumnya, data nasional yang ada menyimpulkan bahwa konsumsi garam orang dewasa di Australia adalah sekitar 6 gram setiap hari.

Penelitian itu didasarkan laporan masing-masing orang di mana peserta ditanya mengenai apa yang mereka makan dan melaporkannya.

"Kita menemukan bahwa banyak orang merasa optimistis dengan apa dan berapa banyak makanan yang mereka konsumsi, dan sering merendahkan jumlah yang mereka makan sampai 50 persen atau sepertiganya." kata Prof Neal.

Penelitian yang dilakukan Prof Neal dan teman-temannya menggunakan data yang lebih bisa dipercaya, yaitu uji urine selama 24 jam guna mendapatkan data yang lebih akurat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini