Sukses

PSK Transgender Australia Disidang karena Tularkan HIV ke Klien

Liputan6.com, Sydney - Seorang pekerja seks komersial (PSK) transgender dinyatakan bersalah karena menyebabkan kerugian berat bagi seorang kliennya yang terinfeksi HIV.

Clayton James Palmer, yang sekarang dikenal sebagai CJ Palmer, diadili di Pengadilan Distrik Australia Barat selama empat hari terakhir.

Korbannya telah menanggapi iklan daring untuk layanan seksual pada November 2014.

Pengadilan mengungkap bahwa sekitar dua bulan sebelumnya Palmer, yang bekerja dengan menggunakan nama "Sienna Fox", telah diberitahu oleh seorang perawat bahwa ia telah positif terinfeksi HIV, demikian dikutip dari laman Australian Plus Indonesia, Sabtu (20/1/2018).

Namun, ia tidak menanggapi usaha berulang yang dilakukan perawat tersebut untuk menghubunginya guna mendiskusikan perawatan. Sebaliknya, ia terus mengiklankan diri untuk klien pria.

Korban melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan PSK itu beberapa kali pada  2014 dan 2015. Ia lalu didiagnosis dengan HIV pada September 2015.

Tindakan itu membuat Palmer, yang diidentifikasi sebagai perempuan, tapi memiliki alat kelamin laki-laki, dituntut atas tindakan lalai. Itu karena ia dinilai sebagai pihak yang mengendalikan cairan tubuh yang bisa membahayakan kesehatan orang lain, dan ia tidak melakukan tindakan pencegahan saat melakukan hubungan seks dengan sang korban.

Palmer membantah melakukan kesalahan, mengklaim bahwa perawat tersebut tidak mengatakan kepadanya bahwa dirinya terinfeksi HIV.

Ia juga menyebut bahwa sang korban terjangkit virus dari orang lain. Hakim berdiskusi sekitar empat jam sebelum menyatakannya bersalah.

Palmer dan anggota keluarga serta teman-temannya menangis saat vonis tersebut dibacakan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ditahan di Sel Laki-Laki

Hakim Christopher Stevenson menolak permohonan Palmer untuk mendapat jaminan sampai ia dijatuhi hukuman bulan depan dan mengembalikannya ke tahanan.

Ia akan ditahan di penjara laki-laki, sesuatu yang menurut Hakim Stevenson ia terima sebagai hukuman yang "lebih berat" baginya.

Pengadilan mengungkap bahwa Palmer telah menghabiskan sembilan bulan di penjara pada 2016 setelah melakukan ekstradisi ke Australia Barat dari New South Wales setelah dikenakan tuduhan.

Pengacaranya, Simon Freitag, mengatakan bahwa hal itu telah menyebabkan sang klien mengalami kesulitan. Sementara pihak berwenang di penjara membuat beberapa "penyesuaian", Palmer ditahan di Unit Penanganan Khusus berkeamanan tinggi di Penjara Casuarina, di sel sendirian dan kadang-kadang dicari oleh para petugas laki-laki.

Jaksa Penuntut Benjamin Stanwix merasa Palmer harus menerima hukuman di balik jeruji besi lebih lama mengingat keseriusan pelanggaran tersebut.

"Ini memang melibatkan pengabaian nyawa dan kesehatan manusia lain dalam waktu lama," kata Stanwix.

"Kerugian dan perilaku yang terlibat dalam pelanggaran ini sangat serius."

Hakim Stevenson mengatakan bahwa kasus tersebut "tidak biasa" karena berbeda dengan sidang kasus kerugian berat lainnya yang menyakitkan, yang biasanya melibatkan seseorang yang ditinju atau mengalami hal serupa.

Akan tetapi, ia mengatakan, Palmer telah melanggar "kewajiban memberi peringatan" kepada korban, yang sekarang menyandang sebuah "label" yang berarti ia dicurigai beberapa orang yang berhubungan dengannya.

Palmer menangis saat ia dibawa pergi. Ia akan dijatuhi hukuman pada 16 Februari 2018.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini