Sukses

Ini Cara Ilmuwan Skotlandia Selamatkan Terumbu Karang

Ia mengembangkan larva karang yang bisa berpindah tempat agar terumbu karang bisa hidup meski suhu air laut panas.

Liputan6.com, Jakarta - Terumbu karang menunjang hampir 25 persen kehidupan satwa laut, tapi karena peningkatan panas Bumi, separuh terumbu karang di dunia telah mati dalam 50 tahun terakhir.

Lantaran masalah pemanasan global tidak kunjung reda, para pakar kini mencari cara baru supaya terumbu karang bisa tetap hidup dalam suhu laut yang meningkat.

Dua orang ilmuwan asal Skotlandia menemukan cara untuk menyelamatkan terumbu karang di seluruh dunia, dalam bentuk koral yang disebut Corallith, yang hidupnya berpindah-pindah.

"Sebuah larva karang mengendap di atas batu kecil atau sepotong karang yang sudah mati, dan akan tumbuh di sana. Larva tersebut tumbuh pada sesuatu yang tidak berakar kuat di dasar laut, karang ini bisa bergerak dan berpindah tempat karena gelombang laut," ungkap Sebastian Hennige dari Universitas Edinburgh, Skotlandia, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (11/1/2018).

Karena gerakan atau perpindahan seperti itulah, Corallith bisa membantu perluasan terumbu karang.

“Karang itu terus bergulir di dasar laut dan lama kelamaan menjadi semakin besar dan berat, sehingga tidak bisa lagi berpindah-pindah. Beberapa waktu kemudian, ada bagian koral yang mati, yang bisa digunakan oleh larva koral lain untuk tempat bertumbuh, sampai akhirnya tercipta terumbu karang yang cukup besar,” imbuhnya.

Corallith juga penting karena karang itu kuat dan kemungkinan bisa bertahan dalam suhu air laut dan keasaman yang bertambah, yang bisa membunuh banyak terumbu karang lainnya.

Akan tetapi, belum jelas apakah Corallith bisa bertahan dalam peningkatan suhu dan keasaman air laut yang semakin cepat. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Barisan Terumbu Karang Besar Australia Memutih

Barisan terumbu karang besar Australia (The Great Barrier Reef) mengalami kerusakan berupa pemutihan yang disebabkan pengurangan alga hijau.

Kerusakan ini telah terjadi selama bertahun-tahun dan berdampak pada sepanjang 1.500 km wilayah terumbu karang. Komunitas akademik menilai pemutihan ini merupakan dampak perubahan iklim dan pemanasan global.

Kerusakan pada tahun ini terkonsentrasi pada bagian tengah barisan terumbu karang. Sedangkan, kerusakan pada tahun sebelumnya terjadi pada bagian utara barisan terumbu karang.

Pakar sangat mengkhawatirkan kejadian pemutihan selama dua tahun terakhir yang akan mengakibatkan kerusakan barisan terumbu karang menjadi semakin meluas. Pakar juga menilai, perlu ada peran pemerintah untuk menangani hal itu.

"Sejak tahun 1998, kita telah mengalami 4 kejadian serupa dan rentang waktu antara masing-masing kasus sangat bervariasi. Akan tetapi, kasus 2016 dan 2017 ini terjadi dalam rentang waktu yang sangat berdekatan... semakin cepat kita mengambil tindakan terhadap emisi gas rumah kaca dan mengruangi penggunaan bahan bakar fosil, semakin baik," kata Profesor Terry Hughes dari James Cook University, seperti yang dikutip oleh BBC, Senin, (10/4/2017).

Sekitar 800 kluster terumbu karang di area sepanjang 8.000 km telah dipantau dan dianalisis oleh Australian Research Council's Centre of Excellence for Coral Reef Studies.

Temuan itu menunjukkan bahwa hanya bagian selatan barisan terumbu karang yang relatif aman dari pemutihan alga hijau dan bagian barisan lain kini telah mengalami pemutihan.

"Temuan ini sungguh tak terduga. Apa yang terjadi pada sepertiga awal tahun ini, dapat dikatakan, sangat parah jika dibandingkan dengan yang terjadi pada bagian utara terumbu karang dalam tiga tahun terakhir. Dan untuk terumbu karang yang mengalami pemutihan dalam dua tahun berturut-turut, mereka akan tak dapat bertahan," imbuh Doktor James Kerry, peneliti terumbu karang dari Council's Centre of Excellence for Coral Reef Studies.

Pemutihan terumbu karang disebabkan oleh naiknya temperatur saat dua kondisi iklim bertemu. Naiknya temperatur air juga diperparah oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia karena lautan menyerap 93% kenaikan suhu panas di Bumi.

Pemutihan terjadi ketika terumbu karang terpapar suhu panas sehingga melepas alga zooxanthellae yang menjadi sumber warna kehijauan terumbu karang.

Pemulihan kondisi terumbu karang dapat terjadi apabila temperatur suhu lautan dapat kembali normal. Namun, hal itu membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Jika temperatur suhu kembali memanas dalam waktu yang cepat dan berlangsung lama, terumbu karang dapat mati akibat kehilangan alga. 

Kerusakan terakhir barisan terumbu karang besar Australia dipengaruhi fenomena Badai El Nino yang terjadi menahun. 

The Great Barrier Reef merupakan ribuan kluster terumbu karang kecil yang berjajar sepanjang ujung utara perairan Queensland hingga ke selatan di perairan Bundaberg, Australia.

Keindahan biota alam itu diberikat status World Heritage oleh PBB pada tahun 1981 sebagai situs dengan biodiversitas sangat tinggi dan penting dari segi ilmiah serta intrinsik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.