Sukses

Ramalan Tsunami Menghantui Olimpiade Tokyo 2020?

Panitia Olimpiade Tokyo 2020 harus bersiap menghadapi kemungkian terburuk: bencana gempa dan tsunami.

Liputan6.com, Tokyo - Panitia Olimpiade Tokyo 2020 tak hanya berpacu dengan waktu untuk menyiapkan lokasi penyelenggaraan pesta olahraga sejagat tersebut. Mereka juga harus bersiap menghadapi kemungkian terburuk: bencana gempa dan tsunami.

Seperti dikutip dari Japan Today, Kamis, 28 Desember 2012, panitia Olimpiade Tokyo 2020 sedang mempertimbangkan untuk mengurangi kapasitas venue cabang olahraga layar, yang awalnya dirancang untuk menampung 5.000 penonton. Menurut sumber, hal itu dilakukan akibat adanya potensi risiko gempa dan tsunami.

Tak hanya penonton, sekitar 3.000 personel yang terkait dengan olahraga tersebut diperkirakan akan berada di lokasi penyelenggaraan di Prefektur Kanagawa, yang letaknya di barat daya Tokyo.

Hingga berita ini diturunkan, belum jelas bagaimana cara mengevakuasi ribuan orang, termasuk warga asing yang tak memahami bahasa Jepang, jika terjadi bencana.

Sumber mengatakan, panitia penyelenggara dan pihak terkait sedang mempelajari langkah-langkah untuk menjamin keamanan dan keselamatan atlet, pendamping, serta penonton.

Berdasarkan rencana awal yang dipresentasikan pemerintahan Kanagawa ke Dewan Prefektur, sekitar 5.000 penonton akan menempati tempat duduk di pemecah gelombang, yang terletak di sisi timur Pulau Enoshima.

Namun, panitia menganggap, jalan menuju lokasi yang lebih tinggi, yang digunakan sebagai tempat evakuasi jika gempa dan tsunami terjadi, sempit dan terlalu dekat dengan pantai.

Kondisi tersebut akan berakibat proses evakuasi tak bisa dilakukan dengan aman.

"Panitia saat ini sedang mempertimbangkan rencana untuk mengurangi jumlah penonton, dari ribuan menjadi ratusan," kata sumber tersebut.

Sumber anonim itu juga menambahkan, bahkan sempat muncul usulan untuk menggelar ajang olahraga layar tanpa menghadirkan penonton sama sekali.

Peta ancaman tsunami dan rencana evakuasi yang dibuat oleh Pemerintah Kota Fujisawa mengindikasikan, jika terjadi gempa besar di sepanjang Palung Sagami, Teluk Sagami, hingga dasar laut di Semenanjung Boso, maka dalam waktu 8 menit kemudian, tsunami setinggi 4 meter bisa mencapai lokasi penyelenggaraan cabang layar.

Tempat-tempat yang direncanakan sebagai lokasi evakuasi, seperti Kuil Enoshima dan kebun raya, berjarak sekitar 700 meter dari lokasi duduk penonton.

Mereka yang dievakuasi harus berjalan menanjak dengan elevasi 60 meter.

Venue atau lokasi penyelenggaraan ajang perahu layar awalnya akan dibuat di Koto Ward Tokyo, tapi akhirnya dipindahkan ke Enoshima.

Sebab, Koto Ward berjarak sangat dekat dengan Bandara Haneda. Helikopter yang mengawasi jalannya perlombaan akan terpengaruh larangan terbang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ramalan Gempa Dahsyat di Jepang

Kapan dan di mana persisnya gempa akan mengguncang tak bisa diramalkan. Namun, panel ilmuwan yang tergabung dalam The Headquarters for Earthquake Research Promotion memperingatkan, sebuah lindu dahsyat berpotensi terjadi di Jepang.

Peringatan tersebut disampaikan pada Selasa 19 Desember 2017. Menurut para ilmuwan, gempa berpotensi mengguncang dengan kekuatan yang melampaui 8,8 skala Richter (bahkan ada yang menyebut 9 SR) di pantai timur Pulau Hokkaido.

Peluang terjadinya lindu antara 7 hingga 40 persen dalam kurun waktu 30 tahun.

"Saya berharap upaya persiapan bencana ditinjau berdasarkan kemungkinan gempa bumi raksasa, seperti yang pernah mengguncang wilayah Tohoku, juga bisa terjadi di Hokkaido," kata profesor seismologi di Universitas Tokyo, Naoshi Hirata, yang memimpin panel, seperti dikutip dari Asahi Shimbun, Rabu (20/12/2017).

Ramalan serupa juga diungkap sebelumnya. Seperti dikutip dari Japan Today, Kamis (24/11/2016), Dr Masaaki Kimura, seorang ahli seismologi yang dikabarkan memprediksi gempa Tohoku 2011, meramalkan gempa besar akan kembali melanda Jepang.

Berdasarkan estimasinya, gempa akan terjadi pada 2017, dengan magnitude serupa dengan lindu 2011.

Profesor emeritus geologi bawah laut dan seismologi di University of the Ryukyus di Prefektur Okinawa itu mendasarkan prediksinya pada observasi di sejumlah wilayah di Jepang yang belum mengalami gempa besar, tapi kerap mengalami lindu kecil.

Pada Juli 2014, ia menyebut wilayah tersebut sebagai "mata gempa" (earthquake eyes). Kimura memprediksi lokasi gempa Tohoku 2011 menggunakan teori yang sama, empat tahun sebelumnya.

Menurut sang ilmuwan, gempa bisa jadi mengguncang pada 2017 -- meski kalkulasi yang sebenarnya adalah 2012 plus minus lima tahun. Ia mengatakan, pusat gempa diperkirakan berada di Kepulauan Izu, rangkaian pulau vulkanik yang membentang dari Semenanjung Izu di Prefektur Shizuoka.

Kimura memperkirakan, kekuatan guncangan akan serupa dengan 2011, yakni 9 skala Richter.

Senada, penikmat astronomi, Yoshio Kushida, juga meramalkan gempa besar akan melanda Jepang dalam waktu tak lama. (Ein)

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.