Sukses

Balas Dendam, Brasil Akan Usir Diplomat Venezuela

Brasil mengatakan tengah berencana untuk mencopot seorang diplomat senior Venezuela dari posisinya sebagai perwakilan diplomatik.

Liputan6.com, Brasilia - Kementerian Luar Negeri Brasil mengatakan tengah berencana untuk mencopot seorang diplomat senior Venezuela dari posisinya sebagai perwakilan diplomatik.

Dalam waktu dekat, Pelaksana Tugas Duta Besar Venezuela, Gerardo Antonio Delgado Maldonado akan ditetapkan sebagai seorang persona non grata (figur yang tak diinginkan) oleh Brasil. Demikian seperti dikutip dari Fox News, Rabu (27/12/2017).

Penetapan itu menjadikan Maldonano terancam didepak dari Negeri Samba. Kendati demikian, Kemlu Brasil tak memberikan tenggat waktu yang detail mengenai pengusiran Maldonado.

Kabar tersebut mencuat beberapa hari usai pemerintah Venezuela mengumumkan rencana serupa. Sehingga, lazim jika langkah Brasil disebut sebagai bentuk balas dendam.

Sebelumnya, pada Sabtu 23 Desember, Venezuela telah menetapkan diplomat dari Kanada dan Brasil sebagai persona non grata.

Ketua Majelis Konstituante Venezuela yang pro-pemerintah dan berkuasa, Delcy Rodriguez mengatakan, negaranya memutuskan untuk tak lagi menerima duta besar Brasil, Ruy Pereira, dan kuasa usaha Kanada, Craig Kowalik di negara dengan ibu kota Caracas itu.

Politik adalah motif utama. Haluan politik konservatif yang dianut oleh Ruy Pereira diduga sebagai biang penyebab penetapannya sebagai persona non grata oleh Venezuela yang tengah menganut paham sosialis-kiri.

Sementara itu, Craig Kowalik dianggap oleh Caracas 'terus menerus mencampuri urusan dalam negeri Venezuela secara ofensif'.

Kedutaan Kanada di Caracas pernah mengunggah tulisan di Twitter yang menggambarkan Majelis Konstituante Venezuela sebagai 'lembaga yang mengancam rakyat (Venezuela) untuk memilih pemimpin dan presiden mendatang mereka (secara demokratis)'.

Brasil sendiri, pada pekan lalu, ikut mengutarakan komentar pedas kepada Venezuela. Brazilia mendesak Caracas untuk memperbaiki rekam buruk hak asasi manusia di Venezuela.

Meski begitu, Majelis Konstituante belum menyebut kapan diplomat Brasil dan Kanada itu harus hengkang dari Venezuela.

Sementara itu, merespons sikap Caracas pada 23 Desember, pemerintah Brasil turut mengancam akan mengambil langkah setimpal terhadap diplomat Venezuela di Negeri Samba.

Sedangkan Kanada belum memberikan komentar terkait sikap yang diambil Venezuela terhadap Craig Kowalik.

Dinamika teranyar itu semakin mengentalkan perselisihan diplomatik antar negara di Amerika Selatan, yang saling berkelindan dengan krisis politik-ekonomi yang terjadi di Venezuela.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Krisis Venezuela

Pemerintah Venezuela telah menghadapi kritik internasional sejak Mahkamah Agung negara itu menghilangkan Kongres yang dikuasai oposisi pada bulan Maret 2017, memicu krisis yang merebak dan masih berlangsung hingga saat ini.

Keputusan tersebut kemudian dibatalkan. Baru-baru ini, sebuah majelis konstitusional baru yang seluruhnya terdiri dari loyalis pemerintah berusaha mengejar lawan politik Maduro. Beberapa wali kota dan pemimpin oposisi dipenjara.

Puluhan ribu orang telah melarikan diri akibat krisis politik Venezuela. Inflasi tiga digit dan kekurangan makanan serta obat-obatan pun meluas. Perekonomian negara yang bergantung pada minyak itu "jatuh" setelah harga minyak dunia mulai terjun bebas pada tahun 2014.

Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menampar Venezuela dengan sanksi ekonomi yang lebih luas pada bulan Agustus 2017. Trump bahkan mengatakan bahwa ia tidak akan mengesampingkan tindakan militer terhadap negara tersebut.

Presiden Maduro sendiri telah merespons pidato Trump di Sidang Majelis Umum PBB. Ia menjuluki Trump "the new Hitler" atau "Hitler baru" di kancah perpolitikan internasional. Selain itu, Maduro juga menuding bahwa Trump mengancam membunuhnya.

Kementerian Luar Negeri Venezuela juga telah mengecam pembatasan perjalanan yang dirilis pemerintahan Trump. Mereka menyebutnya sebagai "terorisme politik dan psikologi".

Meski demikian, Venezuela tidak menutup pintu dialog dengan AS. "Untuk saat ini, memang tidak mungkin. Namun kemauannya ada di sana. Tapi saya tegaskan, jika mereka (AS) menyerang kami di area mana pun, kami akan meresponsnya dengan kuat demi membela tanah air kami, rakyat kami".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.