Sukses

Kisah Wanita Terkaya di Amerika, Tajir Melintir tapi Tak Bahagia

Henrietta "Hetty" Howland Robinson adalah orang terkaya di Amerika Serikat. Namun, kisah hidupnya jauh dari bahagia.

Liputan6.com, New York - Ini adalah kisah tentang perempuan terkaya di Amerika Serikat. Henrietta "Hetty" Howland Robinson, namanya, bergelimang banyak harta. Namun, sehari-hari ia mengenakan gaun hitam sederhana, dengan keliman yang compang-camping, mencengkeram tas berwarna gelap, bergegas menembus jalanan yang ramai di Lower Manhattan.

Hetty tak pernah bicara pada siapapun sepanjang jalan. Penampilannya dan sikapnya yang sama sekali tak ramah membuatnya dijuluki Witch of Wall Street. Penyihir Wall Street.

Hetty berkantor di Chemical Bank, di mana ia merancang strategi investasi yang terbukti jitu. Saat meninggal dunia pada usia 81 tahun pada 1916, koran The New York Times menyebutnya sebagai 'wanita terkaya di Amerika Serikat. Pada saat itu, ia memiliki aset cair (liquid assets) yang  mencapai US$ 100 juta. Atau, dalam dolar hari ini, nilainya mencapai US$ 2,3 miliar.

Sebagai perbandingan, perempuan terkaya di AS saat ini adalah Alice Walton, putri pendiri Wal-Mart yang memiliki harta sebesar US$ 38,2 miliar, demikian menurut Majalah Forbes.

Kembali ke Hetty, sejak kecil ia sudah dikenalkan soal pentingnya uang dan kekayaan. Perempuan itu lahir pada 21 November 1834 di New Bedford, Massachusetts.

Dia adalah putri tunggal dari keluarga pemburu paus, berhaluan Quaker, yang mapan. Adik laki-lakinya meninggal dunia saat bayi.

Karena kesehatan sang ibu yang buruk, Hetty muda seringkali di bawah pengasuhan ayah dan kakeknya -- yang menekankan pada penghormatan yang tinggi pada uang dan kekayaan.

Bahkan pada usianya yang masih belia, ia sudah belajar untuk membaca laporan pasar saham.

Meski telah menunjukkan bakat di bidang finansial sejak muda, baru pada usia awal 30-an, ia mendapatkan  dana yang memungkinkannya menjadi investor profesional.

Ayahnya meninggal dunia pada 1865, meninggalkan warisan sebesar US$ 5 juta. Saat tantenya, Sylvia berpulang tak lama kemudian, mendiang mewariskan US$ 2 juta untuk amal. Namun, Hetty melakukan perlawanan di pengadilan, dengan bukti surat wasiat alternatif yang belakangan terbukti palsu.

Hetty menggunakan kekayaan dan kemampuannya untuk melakukan transaksi real estat, mengambil alih properti yang diagunkan, membeli dan menjual rel kereta api.

Ia juga menawarkan pinjaman berbunga tinggi pada bank atau kota-kota yang sedang kesulitan keuangan. "Aku melakukan pembelian ketika barang itu bernilai rendah dan tak ada siapapun yang menginginkannnya," kata dia kepada New York Times pada 1905, seperti dikutip dari The Vintage News, Kamis (21/12/2017).

"Aku akan menyimpannya hingga harganya naik dan orang-orang memburunya."

Dalam satu langkah yang sangat cerdik, pada 1907 Hetty merasa pasar sedang overvalued, ia menarik kembali pinjamannya. Ketika pasar sedang jatuh, Hetty memainkan strategi untuk membeli apapun yang sedang dilego murah -- model vulture capitalist.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Paranoid dan Pelit Bukan Main

Karena merasa paranoid bahwa pria mengejar uangnya, Hetty tak menikah hingga berusia 33 tahun.

Lelaki pilihannya, Edward Henry Green relatif mapan meski tak sekaya sang istri. Mereka dianugerahi dua anak, Ned dan Sylvia.

Uang ternyata menghadirkan tekanan pada rumah tangga mereka: Hetty disiplin, sementara suaminya cenderung boros.

Perempuan itu kemudian memutuskan memisahkan pengelolaan keuangannya dari sang suami, sebuah hal yang belum pernah terdengar kala itu.

Edward pun akhirnya memilih pisah rumah, namun saat ia jatuh sakit, Hetty merawatnya selama berbulan-bulan hingga kematiannya.

Setelah kematian Edward, Hetty mengenakan pakaian hitam, tanda berkabung para janda, hingga akhir hayatnya -- demikian menurut artikel Washington Post pada 1909.

Meski tajir melintir, Hetty menerapkan gaya hidup sederhana, ngirit, pelit, dan ia bahkan terobsesi karenanya.

Alih-alih mengenakan pakaian mahal sesuai kelas sosialnya, dua anaknya memakai baju bekas.

Saat putranya cedera dalam sebuah kecelakaan, Hetty membawanya ke klinik gratis. Namun, dokter yang mengenalinya menuntut bayaran.

Daripada mengeluarkan uang, Hetty pilih balik kanan. Kaki putranya tak  dirawat dengan semestinya bahkan akhirnya harus diamputasi.

Saat menderita hernia, perempuan itu tak pergi ke dokter. Ia memasang tongkat kecil di bagian perut bagian bawah dan menahannya dengan pakaian dalam.

Banyak desas-desus soal gaya hidupnya yang kikir, namun Hetty tak peduli. "Aku tak punya sekretaris untuk mengumumkan tindakan baik yang kulakukan. Itu mengapa aku dituduh tertutup, jahat, dan pelit," kata dia.

"Aku adalah seorang Quaker yang mencoba hidup menuruti keyakinan. Itu mengapa aku berpakaian sederhana dan memilih hidup tenang."

3 dari 3 halaman

Makin Tua Makin Aneh

Kian menua, tingkah Hetty makin aneh. Ia berkali-kali pindah tempat tinggal, untuk mengalihkan perhatian pers, juga calon perampok.

Hetty juga tidur dengan serangkaian kunci deposit bank melingkar di pinggangnya. Sementara, pistol diikatkan ke tangannya.

"Ibu melakukan semua itu karena tidak ada lagi yang bisa dilakukan dalam posisinya," kata putra Hetty, Kolonel Edward HR Green kepada New York Times dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada tanggal 4 Juli 1916.

Dia menambahkan, saat mengetahui seseorang memiliki uang untuk dipinjam, permintaan tak kunjung berhenti.

Di sisi lain, sang putra mengatakan, ibunya tertekan dengan pemberitaan media yang ngawur dan tak benar. "Misalnya, dikabarkan dalam dompet hitamnya dia membawa obligasi. Itu tidak benar," kata Kolonel Green. "Dia membawa makan siang dan perlengkapan mandi."

Hetty Green meninggal pada usia 81 tahun, pada tahun 1916, setelah mengalami serangkaian stroke.

"Meskipun Nyonya Green (Hetty) adalah salah satu wanita terkaya sepanjang sejarah dan memegang kendali di Louisville & Nashville Railroad, dia tidak pernah punya mobil pribadi," demikian cuplikan obituari yang dimuat di New York Times.

Pengendalian diri dari kehidupan yang nyaman adalah salah satu aturan hidup yang dianut Hetty.

"Sebelum pindah ke rumah anaknya, dia tinggal di sebuah apartemen kecil di 1.233 Bloomfield Avenue, Hoboken."

Setelah kematiannya, Hetty mewariskan harta benda dalam jumlah besar pada anak-anaknya.

Kedua buah hatinya menjalani jenis kehidupan yang mungkin akan membuat Hetty mengamuk dalam kubur.

Putranya, Ned menjadi kolektor barang mahal. Dan, ketika sang putri Sylvia, meninggal pada tahun 1961, dia mewariskan hampir seluruh propertinya untuk amal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini