Sukses

'America First' Tetap Prioritas dalam Strategi Keamanan Nasional

Presiden Amerika Serikat Donald Trump merilis Strategi Keamanan Nasional 2017 pada Senin 18 Desember.

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump merilis Strategi Keamanan Nasional 2017 (NSS 2017) pada Senin 18 Desember.

National Security Strategy 2017 (NSS 2017), merupakan dokumen cetak biru formal yang disiapkan secara berkala oleh presiden yang berisi uraian umum mengenai masalah keamanan nasional utama AS dan bagaimana rencana strategi pemerintah untuk menghadapi problematika tersebut.

Dokumen itu kemudian diserahkan kepada Kongres AS (lembaga legislatif), agar digunakan sebagai tolok ukur atas rencana strategi dan kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah (lembaga eksekutif).

Seperti dikutip dari National Public Radio (19/12/2017), dalam NSS 2017, setidaknya ada dua rencana strategi kebijakan yang menjadi prioritas Presiden Trump, yakni modernisasi militer dan kemajuan ekonomi.

"Amerika Serikat sangat berharga dan unik. Kita harus mencintai dan mempertahankannya, kita harus menjaganya dengan kewaspadaan dan semangat. Dan jika perlu, seperti banyak orang di depan kita, dengan nyawa kita sendiri," kata Trump kala menyampaikan pidato saat merilis NSS 2017, Senin 18 Desember 2017.

Pengejawantahan dua prioritas tersebut -- militer dan ekonomi -- tercermin dalam empat pilar strategi yang dicanangkan oleh Donald Trump.

Empat pilar itu meliputi, 'melindungi tanah air, mempromosikan kesejahteraan, perdamaian melalui kekuatan dan memajukan pengaruh Amerika Serikat'. Demikian seperti dikutip langsung dari dokumen NSS 2017 yang diperoleh Liputan6.com dari US State Department, Asia-Pacific Media Hub, Selasa 18 Desember 2017.

Sementara itu, seperti dikutip dari Vox, NSS 2017 mencerminkan banyak prioritas pribadi Trump -- atau setidaknya seperti yang ia utarakan pada kampanye Pilpres 2016.

Dokumen itu berfokus pada keamanan dan perlindungan orang Amerika Serikat serta perdagangan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam negeri, selaras dengan jargon 'America First' Donald Trump.

Untuk sektor militer misalnya, Donald Trump berencana untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas angkatan bersenjata AS.

"Kami akan berdiri untuk (mempertahankan) diri kita dan negara kita sendiri," kata Trump kala menyampaikan pidato saat merilis NSS 2017.

Akan tetapi, tidak jelas dan belum pasti apakah Kongres AS akan menyediakan dana militer yang diperlukan oleh Trump seperti yang dipaparkannya dalam NSS 2017. Apalagi mengingat, legislator AS masih beroperasi di bawah ketentuan Budget Control Act 2011 -- yang sesuai namanya, memberikan kontrol dan pengetatan atas dana anggaran militer.

Ditambah lagi, tak semua anggota Kongres AS menginginkan peningkatan dana anggaran militer. Legislator Partai Republik (pro-pemerintah) memang mendorong hal tersebut. Namun, Legislator Partai Demokrat (oposisi) justru mendesak agar dana militer harus dialihkan ke program dalam negeri.

Sementara itu, untuk sektor ekonomi, Trump berencana untuk mengedepankan dan memperjuangkan kepentingan Amerika Serikat baik di dalam maupun luar negeri.

Salah satu rencana yang akan dilakukan oleh Trump adalah dengan menarik diri dari pakta ekonomi-perdagangan internasional yang justru merugikan Negeri Paman Sam. Contohnya, seperti North America Free Trade Agreement (NAFTA) yang beranggotakan AS, Kanada dan Meksiko.

Dengan menarik diri dari NAFTA, Presiden AS berdalih akan mampu mengamankan lapangan pekerjaan di dalam negeri untuk warga negara AS -- selama ini, Trump beranggapan bahwa tenaga kerja Kanada dan Meksiko menguasai sektor tenaga kerja di Amerika Serikat.

Mundur dari NAFTA, dalih Trump, juga mampu membantu Amerika Serikat untuk mengurangi defisit neraca perdagangan dengan Kanada dan Meksiko.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

China dan Rusia, Rival Atau Sekutu?

Dalam dokumen NSS 2017, Presiden AS Donald Trump menyebut Rusia dan China sebagai 'kekuatan revisionis (Revisionist power)' serta ancaman bagi keamanan nasional Negeri Paman Sam.

Kedua negara itu dianggap "menantang kekuatan, pengaruh dan kepentingan AS, mencoba untuk mengikis keamanan dan kemakmuran AS".

"Mereka bertekad membuat ekonomi yang tak bebas dan adil, terus mengembangkan militer mereka, dan mengendalikan informasi dan data untuk menekan masyarakat mereka dan memperluas pengaruhnya."

Dokumen NSS 2017 juga berisi berbagai klaim AS tentang China dan Rusia, meliputi; 

1. Mengembangkan senjata dan kemampuan canggih yang dapat mengancam AS

2. Mencuri kekayaan intelektual AS senilai ratusan miliar dolar

3. Berinvestasi di negara berkembang untuk memperluas pengaruh dan mendapatkan keuntungan kompetitif atas AS

4. Di Eropa, China mendapatkan pijakan dengan memperluas praktik perdagangan yang tidak adil dan berinvestasi di bidang industri-industri utama

5. China juga berusaha menarik kawasan Amerika Tengah ke dalam orbitnya melalui investasi dan pinjaman yang dipimpin negara.

Namun, meski diksi 'kekuatan revisionis (Revisionist power)' yang digunakan terkesan agresif. Namun, prosa itu juga dapat dianggap sebagai kiat Trump untuk mengecoh awam, bahwa sebenarnya presiden ke-45 AS itu memandang Moskow dan Beijing sebagai sekutu. Demikian seperti dikutip Vox.

Memang cukup lazim jika Trump memandang kedua negara itu sebagai aliansi.

Sepanjang tahun ini, Trump telah intens melakukan komunikasi dengan Presiden China Xi Jinping, menekankan pentingnya kerja sama yang adil dalam bidang perdagangan serta kemitraan guna menghadapi ancaman Korea Utara.

Pada November lalu, kala Trump melakukan kunjungan ke China, ia juga memproyeksikan optimisme yang menakjubkan tentang kemungkinan hubungan yang lebih erat antara Beijing dan Washington.

Sedangkan untuk Rusia, Trump terus memuji Presiden Rusia Vladimir Putin dan yakin hubungan baik dengannya akan membawa perdamaian dunia. Sang Presiden AS itu juga tampaknya tidak terlalu khawatir dengan dugaan isu campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016 -- yang ditunjukkan dengan tak ada satu pun pertemuan kabinet AS untuk membahas isu tersebut.

Sementara itu, pemerintahan Trump pun masih terus melakukan pertukaran informasi intelijen dengan Rusia, menunjukkan bukti kedekatan kedua negara.

Teranyar, yakni kabar intel yang diberikan oleh Washington kepada Moskow terkait potensi teror di St. Petersburg, Rusia. Demikian seperti dikutip dari The New York Times.

Hanya Angin Lalu

Seperti dikutip dari Foreign Policy, pada kenyataannya, NSS -- setiap kali ia diterbitkan oleh berbagai Presiden AS sejak 1986 -- akan segera terlupakan atau tidak pernah diterapkan dengan cara yang berarti. Dinamika kebijakan luar negeri AS akan terus berjalan dengan kecepatan dan tempo tersendiri, dan baik lembaga eksekutif maupun legislator Washington akan mengindahkan NSS dalam prosesnya.

Sementara itu, setiap tahun, NSS selalu dikritik sebagai sebuah 'omong kosong besar' dan bukti atas adanya jurang antara ambisi atau ego pribadi presiden dengan nilai praktis serta pengimplementasiannya. Selain itu, dari seluruh halaman NSS 2017, tak ada satu pun yang membahas mengenai ancaman, risiko, dan bahaya sistemik aktual yang dialami orang Amerika Serikat setiap hari.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.