Sukses

Universitas Australia Dituduh Berbagi Penelitian dengan China

Liputan6.com, Perth - Mantan Pejabat Senior Pertahanan Australia, Peter Jennings, mengatakan kepada Program AM milik ABC Radio bahwa kemungkinan sejumlah universitas melanggar aturan ekspor soal teknologi yang dapat digunakan untuk militer.

Peter mengatakan, sudah waktunya bagi Departemen Pertahanan untuk melakukan penyelidikan mendalam.

"Departemen Pertahanan harus mulai mengaudit kinerja universitas, karena kita berbicara soal kepentingan China, bukan kepentingan komersial, bahkan kepentingan nasional atau keamanan Australia," ujarnya, mengutip ABC Australia Plus, Jumat (15/12/2017).

Ada peraturan ketat yang melarang berbagi penelitian yang dapat digunakan untuk tujuan militer oleh musuh potensial Australia, termasuk China.

Universitas-universitas Australia melakukan penelitian di bidang-bidang teknologi, seperti kecerdasan buatan, komputer super, dan teknologi mobil tanpa pengemudi, yang dapat disesuaikan untuk keperluan militer.

Departemen Pertahanan mengatakan, mereka mengandalkan penilaian dari pihak universitas sendiri untuk mengatur interaksi para akademisi di institusinya dengan akademisi luar negeri.

"Pada akhirnya, adalah tanggung jawab masing-masing institusi untuk memastikan mereka (universitas) mematuhi undang-undang tersebut," kata departemen kepada ABC, saat menanggapi pertanyaan seputar hubungan peneliti Australia dan China. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ratusan Proyek Penelitian Australia Terhubung dengan Tokoh Militer China

Profesor Clive Hamilton, dari Charles Sturt University, menemukan ratusan proyek penelitian yang menghubungkan ilmuwan Australia dengan tokoh militer senior China.

Di antara banyaknya kolaborasi dengan sejumlah universitas Australia, ada seorang letnan jenderal dari angkatan bersenjata nasional China (Tentara Pembebasan Rakyat) bernama Yang Xuejun. Letjen Yang adalah tokoh yang memimpin akademi penelitian pertahanan tersebut.

Profesor Hamilton mengatakan, banyaknya kolaborasi tersebut berarti teknologi Australia bisa digunakan untuk melawan di medan perang.

"Tidak diragukan lagi beberapa teknologi yang mereka kembangkan bisa diterapkan untuk meningkatkan kesiapan pertempuran tentara nasional China," kata Profesor Hamilton.

Undang-undang yang mengatur ekspor teknologi pertahanan diperketat pada 2012 untuk memasukkan unsur penelitian universitas setelah penandatanganan perjanjian senjata antara Australia dan Amerika Serikat.

Profesor Hamilton mempertanyakan kolaborasi universitas Australia dengan periset militer China. Menurutnya, ini berpotensi merusak hubungan dengan sekutu strategis terbesar Australia.

"Saya tahu bahwa penelitian kami dibaca secara teliti di Washington dan pertanyaan sulit diajukan kepada pemerintah Australia," ungkapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.