Sukses

Indonesia Mengecam Pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel

Menlu RI Retno Marsudi menyatakan Indonesia mengecam langkah Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa jam usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan Indonesia mengecam langkah tersebut.

Pengecaman pengakuan AS yang menyebut Yerusalem sebagai ibu kota Israel itu disampaikan Menlu Retno dalam pidato pembuka Bali Democracy Forum X, yang diselenggarakan di Banten, 7 Desember 2017.

Ia menyampaikannya di hadapan ratusan delegasi setingkat presiden, menteri, dan diplomat dari 96 negara, termasuk salah satunya perwakilan diplomatik Kedutaan AS di Indonesia yang turut hadir dalam perhelatan tersebut.

"Di saat kita berkumpul hari ini untuk merayakan demokrasi, untuk menghormati dialog, Presiden Amerika Serikat mengumumkan pengakuannya menyebut Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata Menlu Retno membuka pidatonya.

Menlu RI itu melanjutkan, "Kami (Indonesia) mengecam pengakuan tersebut."

"Demokrasi berarti menghargai hukum internasional. Pengakuan itu tidak menghargai resolusi DK PBB. Sebagai negara demokratis, AS seharusnya menghargai demokrasi," ucap dia.

Sebagai bentuk dukungannya terhadap Palestina, Retno Marsudi, mengenakan syal bermotif bendera Palestina.

"Saya berdiri di sini, menggunakan syal (bermotif bendera Palestina) untuk menunjukkan komitmen kuat Indonesia dan masyarakat Indonesia untuk selalu bersama dengan masyarakat Palestina dan hak mereka," kata Retno.

"Indonesia akan terus bersama Palestina," tambah dia dalam pidato yang juga membahas soal Yerusalem itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Donald Trump Resmi Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu waktu Washington secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusannya tersebut "bertentangan" dengan kebijakan luar negeri AS yang telah berjalan selama tujuh dekade.

Pengumuman Trump sekaligus menandai langkah awal pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Hari ini, akhirnya kita mengakui hal yang jelas: bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Ini tidak lebih dari sekadar pengakuan akan realitas. Ini juga hal yang tepat untuk dilakukan. Ini hal yang harus dilakukan," ujar Trump saat berpidato di Diplomatic Reception Room, Gedung Putih, seperti dimuat dalam New York Times.

Selama tujuh dekade, AS bersama dengan hampir seluruh negara lainnya di dunia menolak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sejak negara itu mendeklarasikan pendiriannya pada 1948. Sementara, menurut Trump, kebijakan penolakan tersebut membawa seluruh pihak "tidak mendekati kesepakatan damai antara Israel-Palestina".

"Akan menjadi kebodohan untuk mengasumsikan bahwa mengulang formula yang sama persis sekarang akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda atau lebih baik," ungkap Presiden ke-45 AS tersebut.

Pengakuan terhadap Yerusalem, menurut Trump, adalah "sebuah langkah terlambat untuk memajukan proses perdamaian".

Trump sebelumnya telah bersumpah akan menjadi perantara "kesepakatan akhir" antara Israel dan Palestina. Terkait hal ini, ia menegaskan bahwa dirinya tetap berkomitmen untuk melakukan hal tersebut mengingat "itu sangat penting bagi Israel dan Palestina".

Ayah lima anak itu mengatakan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel tidak seharusnya ditafsirkan bahwa AS mengambil posisi tertentu atau bagaimana kota itu akan dibagi.

Sebagai gantinya, Trump menekankan dimensi politik dalam negeri atas keputusannya tersebut. Ia mengatakan bahwa dalam kampanye Pilpres 2016, ia telah berjanji untuk memindahkan Kedubes AS ke Yerusalem yang berarti mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel.

Meski tidak disinggung dalam pidatonya, Trump dilaporkan akan tetap menandatangani perintah suspensi per enam bulan untuk menunda kepindahan Kedubes AS ke Yerusalem. Pejabat Gedung Putih menjelaskan bahwa hal tersebut harus dilakukan mengingat butuh waktu beberapa tahun untuk "memboyong" misi diplomatik AS ke Yerusalem.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.