Sukses

Palestina Minta AS Tak Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel

Presiden Mahmoud Abbas 'sibuk' mengumpulkan dukungan demi membujuk Donald Trump agar tidak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Liputan6.com, Tepi Barat - Presiden Palestina Mahmoud Abbas dilaporkan berusaha mengumpulkan dukungan diplomatik pada menit-menit terakhir demi membujuk Donald Trump agar tidak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Spekulasi terus menyeruak bahwa Trump akan mengumumkan pengakuan tersebut dalam pekan ini.

Saran agar Trump "mengenali" Yerusalem -- wilayah yang oleh Palestina juga diklaim sebagai ibu kota negara di masa depan -- kencang berembus belakangan menyusul pertimbangan apakah Trump akan bertindak sama seperti para pendahulunya, yakni menghindari pemindahan Kedubes AS.

Usulan pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem ini bukanlah sebuah wacana baru.

Pada 1995, Kongres AS mengesahkan UU yang mewajibkan Gedung Putih memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun, Presiden AS mulai dari Bill Clinton hingga Barack Obama menggunakan hak prerogatif mereka untuk menolak keputusan kongres tersebut dengan alasan mengancam kepentingan dan keamanan nasional.

Keputusan kongres tersebut ditinjau ulang setiap enam bulan sekali. Dan pada Juni 2017, Trump sudah memutuskan menunda pemindahan tersebut. Langkahnya itu membuat Israel kecewa.

Kini, setelah enam bulan berlalu, sang presiden harus kembali memutuskan. Batas waktu bagi Trump adalah hari Senin waktu setempat.

Hingga Minggu malam, menantu sekaligus penasihat seniornya, Jared Kushner, menegaskan bahwa Trump masih belum memutuskan apa yang akan dilakukannya.

Berbicara dalam Saban Forum di Washington untuk pertama kalinya sebagai utusan Trump dalam proses perdamaian Timur Tengah, Kushner mengatakan bahwa mertuanya masih "meneliti banyak fakta".

Rencana pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem menuai banyak pertentangan termasuk dari pemimpin Liga Arab, Ahmed Abul Gheit. Ia memastikan negara-negara Arab akan segera mengumumkan posisi mereka jika Trump mengambil langkah kontroversial tersebut.

"Sangat disayangkan beberapa orang bersikeras mengambil langkah tersebut tanpa memperhatikan bahaya yang ditimbulkan terhadap stabilitas Timur Tengah dan seluruh dunia," kata Gheit di hadapan wartawan di Kairo.

"Tidak ada yang membenarkan tindakan tersebut ... itu tidak akan menghasilkan perdamaian atau stabilitas, melainkan akan memelihara fanatisme dan kekerasan," imbuhnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Yordania Desak AS Tak Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel

Menteri Luar Negeri Yordania memperingatkan Amerika Serikat akan "konsekuensi berbahaya" jika Negeri Paman Sam memutuskan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Ayman Safadi mengatakan, ia telah menegaskan hal tersebut kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson bahwa deklarasi pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan memicu kemarahan besar di dunia Arab dan muslim.

"Berbicara dengan Menlu AS Tillerson mengenai konsekuensi berbahaya bila mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan itu akan memicu kemarahan di dunia Arab dan muslim, memantik ketegangan dan membahayakan upaya perdamaian," tulis Menlu Safadi di akun Twitternya pada Senin, 4 Desember.

Kantor Presiden Palestina menyebutkan bahwa Presiden Abbas telah menghubungi sejumlah pemimpin dunia termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk membahas isu ini.

"Dia (Abbas) ingin menjelaskan bahaya dari keputusan untuk memindahkan kedutaan (AS) ke Yerusalem atau mengakuinya (Yerusalem) sebagai ibu kota Israel," tutur Majdi al-Khalidi, penasihat Abbas kepada kantor berita AFP.

Kantor berita Anadolu melansir bahwa Erdogan menekankan pada Abbas, sebuah negara Palestina yang merdeka harus memiliki Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Israel menduduki Yerusalem Timur sejak Perang 1967 dan pada 1980 Tel Aviv mencaploknya dan mengklaimnya sebagai domain eksklusif mereka. Di bawah hukum internasional, Yerusalem dianggap sebagai wilayah yang diduduki.

Versi Israel, Yerusalem adalah ibu kota abadi dan tak dapat dibagi. Sementara, Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan.

Selama kampanye Pilpres AS tahun lalu, Trump menyatakan dukungan kuatnya bagi Israel. Dan pada hari pertamanya di Gedung Putih, Trump berjanji akan memerintahkan relokasi Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini