Sukses

Filipina Jadi Negara Paling Terdampak Terorisme di Asia Pasifik

Menduduki peringkat ke-12, Filipina 'mengalahkan' Sudan Selatan, Bangladesh, dan Libya.

Liputan6.com, Manila - Aktivitas terorisme meningkat secara signifikan sejak 2002 di Asia Pasifik. Dan Filipina disebut sebagai negara yang paling terdampak di kawasan ini.

Seperti dikutip dari Asian Correspondent pada Senin (27/11/2017), Indeks Terorisme Global (GTI) yang dirilis oleh Institute for Economics and Peace (IEP) menempatkan Filipina di urutan ke-12 sebagai negara yang paling terdampak kegiatan terorisme. Ini berarti Filipina lebih parah dibanding Sudan Selatan, Bangladesh, dan Libya. Adapun Thailand berada di peringkat 16.

Di wilayah Asia Pasifik -- di mana laporannya terpisah dengan Asia Selatan -- Filipina, Thailand, dan Myanmar menunjukkan peningkatan terbesar dalam aktivitas terorisme sejak 2002. Ketiga negara menyumbang 94 persen serangan pada 2016.

Antara 2002 dan akhir 2016, Filipina mengalami 3.118 serangan teroris yang mengakibatkan kematian 2.453 orang. Sejauh ini, jumlah serangan terbanyak dilakukan oleh Tentara Rakyat Baru (NPA), sayap bersenjata Partai Komunis Filipina.

Lebih dari 900 serangan dilakukan NPA antara 2002 dan 2016, di mana lebih dari 600 korban jiwa berjatuhan. Kelompok ini tercatat telah meningkatkan aktivitasnya sejak 2012.

Sebelumnya, pada November, Presiden Rodrigo Duterte mengumumkan niatnya untuk menyatakan NPA sebagai organisasi teroris bersama dengan kelompok sayap kiri yang diduga bekerja sama dengan pemberontak komunis. Barat sendiri sudah mengakui mereka sebagai kelompok teroris.

"Ayo kita berperang," kata Duterte. "Saya tidak lagi bersedia untuk berdialog."

Kelompok teror paling aktif lainnya di Filipina didominasi oleh organisasi milisi Islam, seperti Abu Sayyaf, Moro Liberation Front (MILF), Bangsamoro Islamic Freedom Fighters (BIFF), dan Jemaah Islamiyah.

Sementara itu, kelompok Maute yang terilhami ISIS antara Mei dan Oktober 2017 mengakibatkan lebih dari 1.000 kematian. Kelompok ini juga bertanggung jawab atas beberapa serangan sebelum 2016.

Seorang juru bicara IEP, Zoe Davies, mengatakan bahwa aktivitas terorisme di Marawi akan tecermin dalam laporan tahun depan.

Kelompok ekstremis berkedok agama semakin menjadi risiko utama di Filipina, terutama setelah hampir US$ 600 ribu ditransfer oleh ISIS dari Irak dan Suriah untuk mendanai pertempuran di Marawi.

Kekalahan ISIS di Timur Tengah telah memicu kekhawatiran bahwa kelompok itu akan menargetkan Asia Tenggara.

Sidney Jones, Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict, baru-baru ini mengingatkan bahwa kegagalan untuk membangun kembali Marawi secara memadai dapat menyebabkan radikalisasi lebih lanjut terhadap generasi muda.

Adapun sejak 2002, kelompok Malay Muslim telah menghidupkan kembali pemberontakan melawan tentara Thailand. Menurut Deep South Watch, konflik ini telah menewaskan lebih dari 6.400 dan melukai 12.000 lainnya pada akhir 2016.

Myanmar mengalami 196 serangan teroris dari rentang 2002 dan 2016. Menurut IEP, serangkaian serangan yang diluncurkan oleh Karen National Union, Kachin Independence Army, dan the Ta'ang National Liberation Army menewaskan 219 orang.

Laporan IEP mencatat kemunculan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang menewaskan sekitar 30 orang pada Agustus dalam serangan terhadap pos militer dan polisi di Rakhine. Namun, serangan ini tidak termasuk dalam data yang dirilis.

Selain Filipina, negara-negara Asia Pasifik lainnya, seperti Mongolia, Korea Utara, dan Papua Nugini berada di peringkat 134, karena belum ada insiden teroris dalam lima tahun terakhir.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Asia Selatan Paling Mematikan

Indeks Terorisme Global mencatat bahwa Asia Selatan memiliki "dampak tertinggi dari serangan teroris mana pun pada 2016". Tiga negara dengan peringkat teratas adalah Afghanistan, Pakistan, dan India. Di kawasan ini, warga sipil dan polisi menjadi target utama.

Antara 2002 hingga 2016, wilayah tersebut memiliki "peningkatan yang nyata" soal kematian akibat terorisme dari 883 menjadi 5.949. Periode ini ditandai dengan perang Amerika Serikat di Afghanistan dan munculnya kekuatan ekstremis baru, termasuk bangkitnya ISIS.

Nepal dan Sri Lanka dikabarkan mengalami penurunan aktivitas teroris signifikan. Secara global, empat kelompok teror bertanggung jawab atas 59 persen kematian. Mereka adalah ISIS, Boko Haram, Al Qaeda, dan Taliban.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.