Sukses

Cantik-Cantik Mematikan, Gaya Busana Ini Tewaskan 3.000 Wanita

Konsep busana yang mudah dipakai dan nyaman tak dikenal oleh para perempuan di tahun 1800-an.

Liputan6.com, London - Konsep busana yang mudah dipakai dan nyaman tak dikenal oleh para perempuan di tahun 1800-an. Bagi orang kala itu, gaya fashion adalah soal harkat dan martabat.

Tak heran, aturan yang diterapkan sungguh ketat, bahkan membatasi gerak pemakainya. Bagi sebagian perempuan, pakaian yang bertumpuk-tumpuk itu bisa mematikan.

Bagian pertama dari busana wanita masa itu adalah pakaian dalam yang berbentuk mirip celana panjang, yang terdiri atas dua bagian terpisah yang disatukan dengan tali dan kancing. Bagian tengahnya dibiarkan terbuka agar pemakainya bisa buang air.

Setelah mengenakan pakaian lengkap dan mengenakan korset ketat, tak mungkin bagi seorang perempuan untuk melepas dalamannya itu.

Pakaian dalam milik kalangan atas biasanya dibuat dengan sutra atau linen halus. Sementara, untuk kelas menengah ke bawah dibuat dengan katun atau linen dengan kualitas lebih rendah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Chemise

Yang kedua adalah stoking sutra yang diikatkan pada kaki hingga sedikit di atas atau di bawah lutut. Pada musim dingin, sutra biasanya digantikan dengan stoking wol yang lebih hangat.

Lalu, tak ketinggalan chemise atau baju dalam wanita (dress lingerie) yang dibuat dari sutra atau katun halus yang dihias renda. Di atasnya kemudian dipakaikan korset.

Korset dipasang dari pinggang hingga ke bagian bawah payudara. Fungsinya untuk mengecilkan pinggang dan menciptakan efek payudara yang menyembul.

Korset biasanya dibuat dengan indah dan memiliki kantung-kantung yang berisi tulang insang paus (whalebone) atau logam untuk menjaga bentuknya.

Setelah mengenakan korset, para perempuan saat itu lalu mengenakan rok yang bertumpuk, tiga sampai enam, yang dibuat kaku sehingga bisa menciptakan bentuk mirip lonceng. Bunyi gemerisik akan terdengar saat mereka lewat.

Rok terakhir, yang paling luar atau dikenal sebagai over-petticoat biasanya dibuat dari sutra, katun, satin, dan dihias cantik menggunakan pita atau renda.

Lapisan pakaian luar di Zaman Victoria sangat bergantung pada waktu dan musim. Pakaian dibuat untuk pagi atau sore hari, untuk berjalan atau mengendarai kuda.

Busana pagi biasanya dikenal sebagai pakaian rumahan. Biasanya lebih sederhana. Lengannya panjang, dengan garis leher tinggi dengan sedikit atau tanpa hiasan (trimming). Sementara, ujungnya biasanya menyentuh lantai.

Sedikit berbeda, busana jalan-jalan dibuat dengan menggunakan lebih banyak bahan, sedikit lebih pendek, untuk memudahkan gerak.

Sementara, gaun sore biasanya dirancang lebih mewah, dengan garis leher lebih rendah.

Pelengkap berupa selendang populer saat itu, dipakai baik di siang atau malam hari.

Kemewahan pakaian yang dikenakan disesuaikan dengan pangkat atau status sosial tuan rumah yang mengundang.

Gaun malam lebih mewah, dibuat dengan bahan terbaik seperti satin atau sutra dan cenderung memiliki siluet yang ramping.

Garis lehernya tinggi dan lengannya panjang tapi tidak dihiasi dengan berlebihan, untuk mencegah insiden yang tak diinginkan di meja makan.

Namun, soal kemewahan tak ada yang mengalahkan gaun pesta. Desainnya pun khusus: garis leher jatuh, hampir tanpa lengan, dan kain mahal yang membuat penampilan pemakainya kian wah. Gaun sering dihiasi dengan batu-batu permata.

3 dari 6 halaman

Crinoline

Salah satu fashion yang paling ekstrem pada masa itu adalah penggunaan crinoline -- rok besar dari anyaman yang menggantung dari pinggang, lalu ditutupi rok super besar.

Meski bisa bikin tampilan rok mengembang sempurna, crinoline adalah benda berbahaya. Pemakainya pun bakal kesulitan bergerak.

Namun, bukan itu yang paling mengerikan. Crinoline yang mirip kurungan ayam ternyata bisa mengundang maut. Setidaknya 3.000 perempuan tewas karenanya.

Pada 1858, seorang wanita di Boston berdiri terlalu dekat dengan perapian saat roknya terbakar, dan hanya perlu beberapa menit bagi tubuhnya untuk terbakar secara keseluruhan.

Sementara, pada Februari 1863, crinoline yang dipakai Margaret Davey, seorang pelayan dapur berusia 14 tahun. Ia kemudian meninggal akibat luka bakar yang dideritanya.

Di Inggris, selama periode dua bulan, 19 kematian dikaitkan dengan crinoline yang terbakar. Di sisi lain, para perempuan yang jadi saksi peristiwa tragis itu tak bisa berbuat apa-apa, mereka takut rok mereka sendiri terbakar saat menolong korban.

Sementara itu, di Philadelphia, sembilan balerina terbunuh gara-gara busana yang dikenakan salah satu dari mereka tersambar api lilin di Continental Theater.

4 dari 6 halaman

Momentum Perubahan

Setelah pertengahan Abad ke-19 berlalu, tiga peristiwa yang terjadi bersamaan menjadi momentum perubahan busana wanita ke arah yang baru.

Pertama adalah penemuan mesin jahit yang meningkatkan kecepatan dan kualitas jahitan. Lalu, penemuan pewarna sintetis yang membuat warna kain kian beragam dan cantik.

Kala itu, rok megar dengan mengenakan crinolines tak lagi populer. Bagian depan gaun pada masa itu bahkan cenderung rata. Sementara, bagian belakang masing menggembung dengan memasangkan rangka atau bustle.

Pada tahun 1883, bustle adalah perlengkapan fashion yang harus dimiliki kaum wanita. Kerangka itu membuat tampilan para pemakainya menonjol di belakang, tepat di atas bokong mereka.

Gaya busana tersebut juga tak nyaman. Para perempuan yang memakainya tak mungkin bisa duduk di kursi.

Pada 1893, gembung di bagian belakang menyusut, dan pada tahun 1890-an bustle digantikan lipatan yang jatuh di bagian belakang rok.

 

5 dari 6 halaman

Saksikan video pilihan di bawah ini:

6 dari 6 halaman

Infografis Jangan Jenuh 6M Meski Sudah Vaksinasi

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.