Sukses

Pria AS Eks Tahanan Korut Ditemukan Tewas Terbakar, Dibunuh?

Pria yang 8 tahun lalu marak diberitakan usai ditahan Korea Utara ditemukan tewas mengenaskan. Dibunuh atau ada konspirasi lain?

Liputan6.com, San Diego - Polisi San Diego, Amerika Serikat kini tengah menginvestigasi kasus kematian misterius seorang pria.

Pria itu bukan orang sembarang. Dia pernah menghiasi tajuk berbagai surat kabar delapan tahun lalu tatkala mantan Presiden AS Jimmy Carter membantu negosiasi pembebasan dirinya dari tahanan Korea Utara.

Dikutip dari CNN pada Jumat (24/11/2017), Aijalon Mahli Gomes, ditemukan dilalap api pada Jumat pekan lalu di Mission Bay Park.

Petugas California Highway Patrol yang tengah tak bertugas melihat Gomes di pembuangan sampah dan memutuskan untuk membantu.

Menurut polisi, Gomes dinyatakan meninggal dunia di lokasi kejadian. Sebuah penyelidikan pendahuluan menunjukkan bahwa kematiannya adalah kecelakaan atau bunuh diri, kata polisi. Penentuan akhir akan dilakukan saat Medical Examiner's Office menyelesaikan penyelidikannya.

Gomes baru saja pindah dari kota asalnya Boston ke daerah San Diego. Kematiannya menimbulkan pertanyaan tentang hidupnya sejak dia kembali dari Korea Utara.

Dia ditangkap di Korea Utara setelah masuk dari China.

Korea Utara menghukumnya delapan tahun kerja paksa pada tahun 2010 dan denda sekitar US$ 600 ribu karena secara ilegal melintasi perbatasannya dengan China dan untuk sebuah "tindakan bermusuhan" yang tidak dijelaskan.

Pria 38 tahun itu dibebaskan pada Agustus 2010 setelah Carter membantu menegosiasikan pembebasan Gomes dari tahanan Korea Utara. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

'Tenggelam' Usai Pembebasan

Liputan media pada saat itu sebagian besar terfokus pada Carter dan apakah dia telah bertemu pemimpin Korea Utara Kim Jong-il dalam perjalanan. Akibatnya, tak banyak cerita tentang Gomes.

Carter yang memiliki sejarah membantu mencairkan hubungan Pyongyang-Washington yang dingin, tidak membuat komentar pada saat perjalanannya ke Pyongyang.

Pada saat penangkapannya, Gomes tinggal di Korea Selatan selama sekitar sembilan tahun, ujar paman Gomes bernama Michael Farrow, pada tahun 2010.

Farrow mengatakan bahwa dia tidak mengetahui keadaan keponakannya masuk ke Korea Utara. Tapi dia bilang itu "tidak sesuai karakternya".

"Dia tidak mungkin melakukan hal-hal yang ekstrem. Bisa jadi dia cuma menengok dan saya tahu dia punya niat baik."

Gomes mendokumentasikan cobaan beratnya dalam tulisan berjudul "Violence and Humanity," sebuah buku dengan format digital (e-book) yang diterbitkan sendiri pada 2015.

Menurut buku ini, Gomes dididik di sekolah umum Massachusetts sebelum menuntut ilmu di Bowdoin College di Brunswick, Maine, di mana dia mendapatkan gelar Sastra Inggris.

Gomes menempuh karier di bidang pendidikan di pinggiran kota Massachusetts sebelum pindah ke Korea Selatan untuk mengajar.

Gomes mengajar bahasa Inggris kepada siswa sekolah menengah selama dua tahun sebelum menyeberang ke China, "terinspirasi oleh iman dan rasa kesetaraan universalnya," menurut uraian buku ini.

"Selama sembilan bulan, dia ditahan di sebuah penjara terpencil di bawah pengawasan ketat Korea Utara. Sementara teman dan keluarga di Amerika Serikat merasa dalam kegelapan tentang kesehatan dan lokasinya," tulis uraian buku tersebut.

Semenjak kembali ke AS, Gomes tidak banyak tampil di depan publik.

Selama masa itu, menurut buku itu, Gomes berusaha memulihkan diri dari luka-luka yang diderita saat dipenjara di Korea Utara.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini