Sukses

Amerika Serikat Jatuhkan Sanksi Baru terhadap Korea Utara

Sanksi baru itu menyasar aspek transportasi dan perdagangan, serta datang beberapa hari usai AS memasukkan nama Korut di daftar terorisme.

Liputan6.com, Washington, DC - Pemerintah Amerika Serikat kembali menjatuhkan sejumlah sanksi baru terhadap Korea Utara pada 21 November 2017. Hal itu dilakukan sebagai upaya agar Korut segera melucuti proyek pegembangan persenjataan rudal dan hulu ledak nuklirnya

Sanksi baru itu menyasar sejumlah firma transportasi perkapalan, distribusi barang, dan perdagangan yang dioperasikan oleh entitas bisnis Korea Utara dan China. Demikian seperti dikutip dari CNN Money, Rabu (22/11/2017).

"Mengingat Korea Utara terus mengancam perdamaian dan keamanan internasional, kami bertekad untuk terus memaksimalkan tekanan ekonomi demi mengisolasi negara itu dari sumber perdagangan mereka di luar negeri dan memotong pemasukan mereka," kata Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.

Sanksi terbaru itu menyasar satu individu, 13 perusahaan, dan 20 kapal yang terlibat dalam transaksi perdagangan yang menguntungkan Korea Utara senilai jutaan dolar AS.

Kementerian Keuangan AS menyatakan, sebagian besar firma yang menjadi sasaran sanksi adalah mereka yang beroperasi di bidang industri transportasi untu distribusi barang serta komoditas ekspor-impor Korea Utara.

Korut juga diketahui menerapkan praktik pelayaran yang ilegal, termasuk transfer kapal ke kapal, menurut pihak Kemenkeu AS.

Keterlibatan Firma Bisnis China

Beberapa nama perusahaan China turut menjadi sasaran penjatuhan sanksi itu. Tiga perusahaan perdagangan China diketahui mengekspor barang senilai sekitar US$ 650 juta ke Korut dan mengimpor lebih dari US$ 100 juta.

Produk ekspor-impor itu meliputi komputer notebook, batu bara, dan besi.

Perusahaan China lainnya, Dandong Dongyuan Industrial, mengekspor barang senilai lebih dari US$ 28 juta ke Korea Utara selama beberapa tahun.

Barang-barang itu berupa kendaraan bermotor, mesin listrik, dan produk lain yang terkait dengan proyek pengembangan reaktor nuklir untuk Korut.

Dandong Dongyuan juga telah dikaitkan dengan perusahaan depan (front-company) untuk organisasi Korea Utara yang mengembangkan senjata pemusnah massal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

AS: Korea Utara Negara Pendukung Terorisme

Penjatuhan sanksi terbaru itu hanya berselang satu hari usai pemerintah Presiden AS Donald Trump memasukkan nama Korea Utara ke dalam daftar negara pendukung terorisme pada Senin lalu.

"Hari ini, AS menunjuk Korut sebagai negara sponsor terorisme. Ini seharusnya berlaku sejak lama. Seharusnya sudah bertahun-tahun lalu," ujar Trump seperti dikutip dari CNN pada Selasa, 21 November 2017.

Sebelumnya, Korut telah dihapus dari daftar yang sama oleh Presiden George W Bush pada 2008.

Dalam pernyataannya, Trump mengatakan bahwa Korut telah "berulang kali" mendukung tindakan terorisme, termasuk "pembunuhan di luar negeri".

"Pengumuman ini akan disusul dengan sanksi dan hukuman lebih lanjut bagi Korut... dan mendukung tekanan maksimum kami untuk mengisolasi rezim pembunuh tersebut," ungkap Presiden AS ke-45 itu.

Hal senada diyakini pula oleh Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson yang sebelumnya sempat berseberangan dengan Trump dalam menyikapi krisis nuklir Korut. Sebelumnya, Tillerson berulang kali menekankan akan mengedepankan upaya diplomasi sementara Trump kerap mengumbar retorika perang.

"Sebagai bagian dari strategi tekanan maksimum pemerintah, kami telah meminta seluruh negara di dunia untuk menempatkan tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap Korut yang rezimnya mengancam perdamaian dan keamanan internasional dengan perkembangan rudal nuklir dan balistik yang tidak sah, dukungan berbahaya bagi terorisme internasional dan aktivitas mengkhawatirkan lainnya," tutur seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri AS.

Pejabat yang sama menambahkan, "Kim Jong-un harus menyadari bahwa satu-satunya jalan menuju masa depan yang aman dan ekonomis adalah meninggalkan pembangunan rudal nuklir dan balistik yang ilegal serta berhenti mendukung terorisme internasional dan bergabung kembali dengan masyarakat global."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini