Sukses

Arab Saudi Kutuk Hizbullah Sebagai Organisasi Teroris

Liputan6.com, Kairo - Arab Saudi menggenjot kampanye demi melawan pengaruh Iran yang dinilai semakin meningkat di dunia Arab dengan mengajak negara anggota Liga Arab untuk mengutuk sekutu Iran, Hizbullah, sebagai organisasi teroris.

Seperti dikutip dari CNN pada Senin (20/11/2017), para menteri luar negeri Arab berkumpul di markas besar Liga Arab di Kairo, Mesir, pada hari Minggu untuk menggelar sebuah rapat darurat yang didesak oleh Arab Saudi.

Menteri Luar Negeri Lebanon, Gibran Bassil, diketahui tidak hadir dalam pertemuan tersebut. Adapun perwakilan delegasi Lebanon menyatakan keberatan atas hasil rapat itu.

Menteri Luar Negeri Irak Ibrahim Al-Jaafari juga absen dalam pertemuan itu. Iran bersama dengan pasukan koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat telah menjadi pendukung utama Baghdad dalam perang melawan ISIS.

"Kami ingin mendesak pertanggungjawaban setiap orang. Kami meminta pertanggungjawaban negara-negara di mana Hizbullah menjadi mitra pemerintah, khususnya Lebanon," ujar Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al-Khalifa.

Al-Khalifa mengklaim bahwa Lebanon "tunduk pada kontrol penuh kelompok teroris tersebut." Kabinet pimpinan Perdana Menteri Saad Hariri, terdiri dari sejumlah menteri yang berafiliasi dengan Hizbullah.

Mengomentari pernyataan Menteri Luar Negeri Bahrain, profesor di American University of Beirut, Rami Khouri mengatakan, "Hizbullah merupakan satu-satunya kelompok politik terkuat di Lebanon sehingga pemerintah perlu membangun konsesus yang kompleks di mana Hizbullah jelas-jelas ungguh. Tapi mereka tidak mengontrol penuh."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Arab Saudi Vs Iran

Gelombang perseteruan terbaru antara Arab Saudi dan Iran dipicu oleh insiden 4 November di mana pemberontak Houthi yang didukung Iran menembak sebuah rudal balistik ke bandara internasional Riyadh. Arab Saudi menuding Hizbullah dan Iran mendalangi serangan tersebut, sementara keduanya tegas membantah.

Jauh sebelum insiden tersebut, hubungan antara Riyadh dan Negeri Para Mullah telah "berbatu" sejak Revolusi Iran 1979.

Dalam pertemuan darurat Liga Arab, Arab Saudi menyatakan kemarahannya terhadap Hizbullah yang mempertahankan hubungan dekat dengan Iran. Menteri Arab Saudi untuk Urusan Teluk, Thamar Sabah, telah memperingatkan Lebanon bahwa negara itu harus memilih "perdamaian atau hidup di bawah 'lipatan politik' Hizbullah."

PM Lebanon, Saad Hariri, pada 4 November lalu mengejutkan publik dengan mengumumkan pengunduran dirinya saat ia tengah berada ke Riyadh. Ia menuding Iran memicu destabilisasi Lebanon dan kawasan.

Di lain sisi, banyak warga Lebanon, termasuk Presiden Michel Aoun dan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah yang meyakini bahwa Hariri mengundurkan diri di bawah tekanan Arab Saudi.

Dari Riyadh, Hariri dikabarkan telah bertolak ke Paris, Prancis, pada Sabtu. Ia berjanji akan kembali ke negaranya tepat di peringatan kemerdekaan Lebanon yakni pada 22 November.

Tidak diketahui apakah pertemuan Liga Arab pada hari Minggu waktu Mesir akan diterjemahkan dalam tindakan nyata mengingat lembaga kerja sama tersebut dikabarkan kerap mengeluarkan resolusi yang jarang ditindaklanjuti. Meski demikian, ini adalah kali pertama mereka mengambil posisi yang kuat dalam melawan Hizbullah.

Menyikapi pertemuan di Kairo, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan, "Sayangnya negara-negara seperti Saudi tengah mengejar perpecahan dan menciptakan perbedaan."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini