Sukses

Kuba Desak PBB Keluarkan Resolusi Pencabutan Embargo AS

Pemerintah Kuba akan menyambangi Majelis Umum PBB, mendesak organisasi itu untuk mengeluarkan resolusi tentang pencabutan embargo AS.

Liputan6.com, Jakarta - Pada 1 November, pemerintah Kuba dikabarkan akan menyambangi Majelis Umum PBB. Mereka mendesak agar organisasi internasional itu mengeluarkan resolusi tentang pencabutan embargo Amerika Serikat terhadap Kuba.

Desakan itu menjadi upaya Kuba yang kesekian kalinya agar embargo dan sanksi yang dijatuhkan AS terhadap Kuba selama hampir enam dekade, dapat dicabut.

"Tahun ini memasuki upaya kami yang ke-21 kali untuk mendesak Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi tentang pencabutan embargo AS terhadap Kuba. Tahun ini bukan pertama kali, kami telah melakukannya sejak 1992," kata Duta Besar Kuba untuk Indonesia, Nirsia Castro Guevara, di Jakarta, Selasa (31/10/2017).

Pengajuan itu bukan berarti PBB akan mencabut embargo AS terhadap Kuba. Terlebih lagi jika mengingat upaya serupa yang telah dilakukan selama puluhan kali oleh Havana itu tetap tak membuahkan hasil.

"Selama proses itu, pemerintah Amerika Serikat selalu tidak menanggapi dan memperhatikan langkah kami yang telah berkali-kali mendesak pencabutan embargo melalui mekanisme PBB," ucap sang dubes.

"Padahal, banyak negara anggota PBB yang mendukung Kuba terkait upaya kami. Tahun lalu, kami didukung oleh 191 negara dari total 193 negara anggota PBB. Hanya dua yang menolak memberikan dukungan, Amerika Serikat, dan Israel," ia menambahkan.

Kondisi itu, menurut dia, semakin diperparah ketika Presiden AS Donald Trump yang baru menjabat tahun ini berkomitmen untuk terus mempertahankan embargo AS terhadap Kuba, sebuah sikap yang dinilai Havana sebagai sebuah kemunduran dari apa yang telah diupayakan oleh Presiden Barack Obama pada akhir masa jabatannya.

Presiden Obama, tahun lalu telah menandatangani perintah eksekutif (executive order) yang memerintahkan modifikasi atas sejumlah ketentuan kebijakan embargo AS terhadap Kuba. Meski begitu, gagasan Obama tak serta merta dapat diimplementasikan karena masih harus dikaji dan disahkan oleh Parlemen AS.

Amerika Serikat juga diketahui mengajukan sejumlah daftar tuntutan yang harus dipenuhi Kuba agar embargo ekonomi tersebut dapat dicabut. Salah satunya, Washington menuntut perubahan rezim di negara dengan Ibu Kota Havana itu.

"Mereka menuntut perubahan rezim di Kuba. Kami tentu tidak berniat melakukan itu dan tunduk atas desakan tersebut. Sebagai negara yang berdaulat, kami meminta komunitas internasional menghargai keputusan yang diambil oleh kami, termasuk di antaranya soal sistem pemerintahan, ekonomi, dan lainnya."

Selama hampir enam dekade, sekitar 70 persen dari total populasi Kuba tumbuh dan berkembang di bawah embargo Amerika Serikat. Embargo juga menyebabkan negara dengan Ibu Kota Havana itu mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat lambat.

Embargo itu turut menyulitkan Kuba untuk memperoleh kebutuhan dan teknologi yang esensial untuk proses pertumbuhan serta pembangunan bangsa.

"Untuk memperoleh suku cadang guna peralatan medis yang mumpuni, kami sungguh sulit. Kalaupun berhasil didapat, harganya akan jauh lebih mahal karena kami harus membeli dari pihak ketiga," kata Dubes Nirsia Guevara.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sikap Donald Trump ke Kuba

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump membuat kejutan dengan menghapus kesepakatan bersejarah yang telah dibuat Presiden Barack Obama atas Kuba.

Menurut suami Melania itu, kesepakatan Kuba dan Amerika Serikat cenderung berat sebelah dan merugikan AS, demikian seperti dikutip dari Associated Press, Senin 19 Juni 2017.

Dengan mengatakan bahwa ia membatalkan persetujuan pemerintahan yang lalu dengan Kuba, Trump telah menghapus beberapa bagian dari pembukaan bersejarah oleh pemerintahan Obama terhadap negara pulau itu.

Langkah baru Trump antara lain memperketat pembatasan perjalanan pariwisata dan melarang persetujuan keuangan dengan badan hukum militer dan dinas intelijen Kuba.

Perusahaan besar militer Kuba GAESA diperkirakan menguasai lebih dari separuh ekonomi Negeri Cerutu itu.

Kebijakan mengebiri warisan Obama itu dituangkan dalam perintah eksekutif terbaru Trump.

Dalam pidatonya di daerah Little Havana, Miami, Trump diapit oleh Wakil Presiden Mike Pence dan Senator dari Florida, Marco Rubio.

Ia juga dikelilingi para politikus terkemuka lain keturunan Kuba. Trump mengatakan ia telah mengambil langkah untuk memenuhi janji kampanyenya yang membantunya memenangkan pemilihan Presiden November lalu di negara bagian Florida, di mana suara dari warga Amerika keturunan Kuba sangat berperan dalam meraih kemenangannya.

"Amerika telah menolak penindas rakyat Kuba," kata Trump kepada khalayak ramai yang berjubel dalam teater Manuel Artime, nama seorang pemimpin penyerbuan Teluk Babi yang bernasib malang.

"Kita akan menegakkan larangan terhadap pariwisata ke Kuba. Kita akan menegakkan embargo. Kita akan mengambil langkah kongkrit untuk memastikan bahwa investasi mengalir langsung ke rakyat supaya mereka dapat membuka perusahaan swasta dan mulai membangun masa depan yang besar bagi negara mereka," kata Trump.

Trump juga mengkritik pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan Kuba.

"Rezim Castro telah mengirim senjata ke Korea Utara dan menggelorakan peperangan di Venezuela. Mereka mengirim orang tak bersalah ke penjara, sementara memberi pupuk bagi pembunuh polisi, pembajak dan teroris," ujar Trump.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.