Sukses

Duka Thailand Memuncak di Hari Kremasi Mendiang Raja Bhumibol

Jasad mendiang Raja Bhumibol Adulyadej telah dikremasi pada Kamis malam waktu setempat, diiringi isak tangis rakyat yang begitu memujanya.

Liputan6.com, Bangkok - Masa berkabung nasional di Thailand mencapai puncaknya pada Kamis malam. Seluruh negeri mengucapkan selamat jalan untuk yang terakhir kalinya kepada mendiang Raja Bhumibol Adulyadej dalam sebuah upacara kremasi agung.

Pukul 22.00 waktu setempat, Raja Maha Vajiralongkorn Bodindradebayavarangkun memimpin upacara kremasi sang ayah di krematorium kerajaan di Sanam Luang.

Seperti dikutip dari Bangkok Post, Kamis (27/10/2017), asap naik dari krematorium pada Kamis pukul 11.30. Fenomena tersebut sekaligus menandai, dimulainya "perjalanan" terakhir mendiang Bhumibol.

Raja Maha Vajiralongkorn juga memimpin upacara kremasi yang diadakan pada pukul 17.00. Momen ini hanya simbolis dan ditandai dengan peletakan bunga kremasi di guci kerajaan. Setelah Raja Maha Vajiralongkorn, proses serupa juga akan diikuti oleh pemimpin umat Buddha tertinggi di Thailand, keluarga kerajaan, bangsawan asing dan pejabat asing. Momen-momen tersebut membuat rakyat Negeri Gajah Putih tak kuasa meneteskan airmata.

Raja Maha Vajiralongkorn akan kembali ke krematorium kerajaan pada hari ini untuk melanjutkan serangkaian upacara kremasi. Kelak, benda-benda peninggalan dan abu mendiang Bhumibol akan dibawa melalui sebuah prosesi seremonial ke Grand Palace.

Peninggalan Bhumibol akan ditempatkan di Dusit Maha Prasat Throne Hall, sementara abu akan diangkut ke Kuil Emerald Buddha dan ditempatkan di Phra Si Rattana Chedi, sebuah pagoda utama di kuil tersebut.

Lalu pada hari Minggu, peninggalan Bhumibol akan dipindahkan ke Chakri Maha Prasat Throne Hall di Grand Palace di mana mereka akan ditempatkan secara permanen. Sementara itu, abunya akan "diabadikan" di dasar patung Phra Buddha Shinnasee di kuil Wat Bowonniwet Vihara.

Dilansir situs Travel Wire Asia, upacara kremasi Bhumibol diselenggarakan mulai dari 25 Oktober hingga 29 Oktober.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mencetak Sejarah

Prosesi bersejarah pada Kamis disaksikan langsung oleh jutaan orang yang tumpah ruah di dan sekitar Sanam luang. Kerumunan massa juga terjadi di sejumlah replika di sekitar Bangkok dan provinsi-provinsi lain di seluruh negeri.

Sementara, di dunia maya, setiap warga Thailand dilaporkan menyaksikan jalannya prosesi melalui berbagai saluran.

Dalam memimpin jalannya prosesi demi prosesi, Raja Maha Vajiralongkorn didampingi oleh Putri Maha Chakri Sirindhorn dan anggota kerajaan lainnya.

Kemegahan prosesi kremasi mendiang Bhumibol tak menghentikan air mata rakyat Thailand. Mereka masih saja terisak dan meratapi kepergian Bhumibol yang dijuluki pemersatu Thailand.

"Saya sangat mencintai raja. Saya tak bisa berkata-kata. Hati dan pikiran kami ditujukan pada 'ayah' kami tercinta," ujar Piyarporn Supaporn (53), ibu rumah tangga dari Rayong.

Malichan Puangchompoo (69) yang berasal dari Yasothon mengatakan, "Ini merupakan momen bersejarah dalam hidup saya, saya tidak pernah membayangkan bisa sedekat ini dengan krematorium..."

Lalu lintas di ibu kota Thailand dikabarkan cukup lancar, kecuali di sejumlah titik yang menjadi pusat peletakan karangan bunga.

Upacara kremasi akbar mendiang Bhumibol ditaksir menelan biaya US$ 90 juta atau sekitar Rp 1,2 triliun.

Bhumibol wafat pada Kamis, 13 Oktober 2016. Pemimpin monarki terlama di dunia itu mengembuskan napas terakhir pada usia 88 tahun setelah sebelumnya sejak pekan lalu ia mendapat perawatan akibat menderita gagal ginjal.

Bhumibol naik takhta pada 9 Juni 1946, menggantikan sang kakak, Raja Ananda Mahidol. Kala itu ia berusia 19 tahun dan tercatat menjadi raja ke-9 dari Dinasti Chakri atau dijuluki pula Raja Rama IX.

Ia berkuasa selama 70 tahun. Sepanjang monarki Thailand, sosok Bhumibol disebut sebagai satu-satunya raja terpopuler di kalangan rakyatnya.

Era Bhumibol dimulai ketika Thailand tengah dilanda masa-masa kritis menyusul perkembangan negara itu menjadi monarki konstitusional. Kehadirannya kala itu dianggap sebagai pemersatu bangsa, membangkitkan kembali semangat monarki yang dinilai telah lama ditinggalkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini