Sukses

Apa yang Terjadi Jika Penumpang Meninggal dalam Penerbangan?

Liputan6.com, Sydney - Pernah menyaksikan seseorang meninggal dunia saat sedang melakukan penerbangan? Bagaimana urusannya? Mungkin pengalaman di negara tetangga, Australia, bisa menjelaskan.

Seorang jurnalis Australia mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Cukup mengejutkan, ternyata kematian seorang penumpang saat melakukan penerbangan bukanlah sesuatu yang luar biasa.

Dikutip dari News.com.au pada Senin (23/10/2017), jurnalis Ginger Gorman memulainya dengan diskusi singkat dengan seorang polisi di bandara Sydney, Australia.

Tahun lalu, ia kehilangan laptop di bandara Sydney dan melaporkan kepada polisi bandara – Airport Operations – yang menjadi bagian dari Australian Federal Police (AFP).

Ketika sedang melapor, petugas itu mendadak harus pergi karena mendapat kabar ada penumpang penerbangan yang baru saja meninggal dunia. Si petugas mendapat informasi dari panggilan radio.

Gorman sempat tercengang, tapi polisi itu menanggapinya dengan senyum dan berkata dengan santun, "Oh, hal itu terjadi setiap saat."

Polisi itu kemudian bergegas menuju pesawat terbang yang baru saja mendarat menemui awak pesawat dan memeriksa penumpang yang meninggal.

Kalau memang terjadi setiap saat, seberapa seringkah kejadian ini? Tidak mudah mendapatkan informasi tentang orang-orang yang meninggal dalam penerbangan.

Tidak ada perusahaan penerbangan yang gembira mengakui ada orang meninggal dalam pesawat mereka. Kabar seperti itu tidak bagus untuk bisnis, tapi seorang sumber rahasia pemerintah Australia memberikan data kepada news.com.au.

Ada 34 orang telah meninggal dunia dalam penerbangan internasional maupun domestik yang mendarat di Australia sejak 2014. Secara rata-rata, berarti ada 1 orang meninggal setiap bulan. 

Pengakuan Karyawan Senior

Perusahaan penerbangan mungkin tidak mau dicatat ketika membeberkan prosedurnya, tapi seorang karyawan lama Qantas tidak sungkan menceritakannya.

Frank, demikian nama samaran pria yang sekarang menjadi direktur layanan pelanggan, menjelaskan bahwa perannya mencakup kesejahteraan semua penumpang dan awak. Singkatnya, "Drama apapun yang ada dalam pesawat."

Selama karirnya yang membentang selama tiga dekade, ia pernah dua kali mengalami kejadian penumpang meninggal di pesawat tempatnya bertugas. Salah satu kematian terjadi hanya beberapa tahun setelah ia bergabung dengan Qantas.

Frank sedang melayani sarapan bagi seorang pria uzur, tapi putra penumpang itu dengan tenang mengatakan, "Ayah saya tidak menginginkan apapun. Dia sudah tak sadar."

Telah bertahun-tahun berlalu dan Frank masih geleng kepala mengingat kejadian itu, "Saya kira ia bilang 'tak sadar' yang berarti dia sedang tidur."

Ternyata pria itu meninggal pada malam hari, beberapa jam sebelumnya. Tapi pihak keluarga tidak bergegas memberitahukan hal itu kepada awak Qantas.

"Jasadnya belum kaku, tapi jelas sekali ia sudah meninggal lumayan lama."

Untunglah penerbangan itu agak kosong dan tidak ada orang yang duduk di depan atau belakang almarhum.

Sesuai dengan permintaan keluarga, Frank dan rekan-rekannya "hanya membiarkannya di sana…kami memasangkan sabuk dan menaruh selimut menutupinya."

"Jika (pesawatnya) penuh…kami harus memindahkan jasadnya ke tempat lain atau menggeser beberapa penumpang…kami harus berpikir cepat dan menghadapinya hari itu."

"Kami berhadapan dengan orang-orang dan mencoba meyakinkan mereka…dan mencoba menjaga mereka tetap tenang."

Frank menegaskan bahwa karyawan penerbangan adalah para profesional yang sangat terlatih dan garis komandonya jelas. Dalam keadaan darurat, katanya, "Kita harus siap melakukannya."

"Hal pertama yang ingin kita lakukan adalah memeriksanya dan kemudian mencoba mencari dokter di dalam. Secara umum, selalu saja ada penumpang yang memiliki pelatihan medis dalam penerbangan."

Bahkan, seandainya tidak ada, awak pesawat terlatih melakukan pertolongan pertama, termasuk cara melakukan CPR dan menggunakan defibrillator.

Beberapa tahun lalu, Frank mengalami pengalaman kedua dengan kematian penumpang saat dalam penerbangan. Seorang wanita lanjut usia meninggal dunia dan jasadnya dipindahkan ke bagian kelas bisnis yang penumpangnya sedikit.

"Kami terus lanjut (terbang) hingga tiba di Sydney, karena tidak ada lagi yang dapat kami lakukan," katanya.

Frank kemudian duduk bersama dengan putra dari wanita yang meninggal itu dan berbincang dengannya.

Katanya, "Ada welas asih yang dicurahkan, bukan hanya dari awak kabin dan pilot, tapi dari awak darat yang terlibat dan manajemen (bandara) juga karena, begitulah, hal demikian berdampak kepada semua orang."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengakuan Polisi Bandara

Ilustrasi toilet di dalam pesawat terbang. (Sumber Katherine Welles/Shutterstock)

Scott Caulfield, anggota polisi bandara AFP, adalah perwira yang berwenang di bandara Perth. Selama beberapa tahun ia bertugas di sana, ia memperkirakan ada sekitar 25 kejadian kematian penumpang.

Menurut Caulfield, industri penerbangan, operator dan polisi bekerja bersama "dengan seefisien dan sebisa mungkin melayani penumpang dengan sepenuh hati."

"Kami digaji untuk…melakukan tugas sebaik-baiknya untuk kepentingan dokter dan keluarga yang ditinggalkan," katanya.

Ia melanjutkan, "Dari sudut pandang prosedural, itu adalah lingkungan yang sangat terkendali untuk pengalaman traumatis demikian."

"Pada dasarnya itu adalah tempat kejadian kejahatan hingga kami membuktikan sebaliknya pada tahap tersebut. Jadi semua orang diminta tetap duduk oleh awak."

"Kami naik ke pesawat, bicara dengan awaknya, bergerak ke lokasi orang itu dalam pesawat dan memeriksa situasi dan kemudian bicara dengan anggota keluarga atau saksi…Kami biasanya meminta ambulans datang dan hadir hanya untuk memastikan bahwa orang itu sudah meninggal."

Walaupun ia menolak untuk menceritakan secara rinci tentang beberapa kasus, ia mengakui bahwa sebagian dari pekerjaan itu bisa memberikan tantangan.

Pertama, terasa menantang bagi polisi untuk masuk ke dalam pesawat dan ditatap ratusan mata saat "mereka baru saja mengalami semua trauma dan orang-orang yang duduk sangat berdekatan."

Kedua, dalam pesawat – seperti halnya di darat – orang sering ke toilet ketika merasa tidak enak. Jika ada yang meninggal di toilet pesawat terbang, maka menjaga kehormatannya bukanlah hal yang mudah.

"Kadang-kadang awak penerbangan tidak mampu mengeluarkan mereka dari toilet (ketika pesawat sedang terbang) karena keadaan di tempat korban meninggal," kata Caulfield.

3 dari 4 halaman

Pengalaman Seorang Dokter

Ilustrasi Dokter (Istimewa)

Dr. Tony Bartone, wakil presiden Australian Medical Association (AMA), menegaskan bahwa "penurunan tekanan udara dalam kabin ketika kita terbang pada dasarnya mengurangi jumlah oksigen yang masuk dalam jejaring tubuh kita."

Ia mengatakan bahwa hal itu mirip seperti orang sedang berada di ketinggian pegunungan atau main ski di tempat tinggi.

"Hal itu memang membebani, menjadi tantangan pada sistem kardovaskuler dan pernafasan."

"Satu hal yang harus diingat bahwa dengan adanya penurunan tekanan oksigen…orang merasa bingung, mengantuk, atau kurang awas dari biasanya."

"Orang sedang ada dalam lingkungan yang cukup kering dan mengalami dehidrasi yang juga berdampak pada sistem kardiovaskuler dan sirkulasi."

Menenggak alkohol selagi terbang juga menambah masalah karena memperparah dehidrasi.

"Pesannya adalah, jika kita memiliki kondisi medis tertentu, kita benar-benar perlu bicara dengan dokter…pada dasarnya untuk mendapatkan izin terbang."

Pada 2014, Dr. Bartone membantu saat darurat dalam penerbangan domestik. Menurutnya, beberapa rekan AMA bahkan berkali-kali memberikan bantuan medis sejenis itu.

"Kami memiliki tanggungjawab etis atau moral untuk mencoba dan memberikan penanganan semampu kami sekiranya situasi itu muncul,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

4 dari 4 halaman

Pengalaman Juru Rawat Sebagai Penumpang 

Virgin Airlines (Foto: wikimedia.org)

Empat tahun lalu, Emma (45), seorang juru rawat dan bidan, sedang menumpang penerbangan Virgin dari Los Angeles ke Sydney ketika semua elektronika pesawat mati.

Kemudian muncul pengumuman permintaan bantuan medis melalui pengeras suara. Ia kemudian berjalan ke bagian depan pesawat.

"Kelihatan ada orang terbaring di lantai. Saya bisa bilang itu adalah seorang wanita dan para awak sedang melakukan CPR padanya. Wanita itu terbaring begitu saja di lorong tengah (galley)."

Emma memperkenalkan diri dan menjadi bagian dari tim yang mencoba membantu wanita tersebut.

"Saya agak cemas, tapi adrenalin mengalir deras, seperti lazimnya ketika orang menghadapi kejadian tak terduga. Pelatihan yang dijalani kemudian mengambil alih dan saya bisa melihat bahwa para awak sangat terlatih."

"Mereka tahu sekali apa yang mereka lakukan…sangat tenang. Bahkan keluarganya pun sangat tenang."

Karena posisinya di lorong tengah "tidak ada orang yang bisa melihatnya, baguslah sehingga privasi dan martabatnya terjaga. Para awak tinggal menutup tirai dan tidak ada penumpang yang masuk."

"Ia meninggal dunia. Mereka (awak pesawat) melakukan resusitasi selama 40 menit, kalau tidak salah itu adalah kebijakan perusahaan."

"Pilot kemudian memberikan keputusan final. Keluarga juga meminta resusitasi dihentikan.

"Para awak berhasil menempatkan dia di atas ranjang Kelas Satu, ditemani oleh keluarganya. Seingat saya ada putra dan menantu perempuannya, sehingga awak pesawat menjauhkan para penumpang lain dan mereka menghormatinya."

"Sesudahnya, saya meluangkan waktu cukup lama dengan keluarga, mengobrol tentang kehidupannya. Sesedih apapun kejadian saat itu, jelaslah bahwa wanita itu memiliki hidup yang sangat baik," kata Emma.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.